Dalam gelap mereka terus berlari untuk menemukan pintu yang aman. Beberapa kayu berjatuhan karena habis dimakan api. Kaki-kaki itu terus melangkah tanpa sekalipun berhenti. Hingga akhirnya, sebuah pintu yang sangat besar dan berat membuat langkah ketiganya terhenti.
Jdang!
Jdang!
Jdang!
"Pintunya sangat sulit untuk dibuka," ucap Sizan sambil memukul pintu itu.
"Kita kembali lagi ke lantai dasar," seru Zehhad yang mendapat tatapan aneh dari Sizan.
"Itu tidak berguna, hanya tangga ini jalan satu-satunya. Jika menaiki lift, resiko untuk terkunci di dalamnya sangatlah besar," ujar Sizan.
Sizan kembali menendang pintu itu dengan telapak kakinya. Layaknya seperti batu yang berada di tebing, pintu itu tidak terbuka sama sekali. Hanya menguras tenaga tanpa hasil yang diharapkan.
"Biar aku saja yang melakukannya," ucap Nabilla sembari membawa sebuah kayu yang ia selipkan pada celah pintu.
"Biar aku saja, tenagamu sangat berbeda jauh dengan laki-laki. Kau tidak akan kuat untuk membukanya." Sizan mendorong kayu itu dengan sekuat tenaganya tetapi tidak ada respon apapun.
Tangannya memerah dan keringat mulai bercucuran dari pelipisnya. Sizan kembali mengerahkan semua tenaganya namun pada akhirnya pintu itu tetap tidak bisa terbuka.
"Aku saja yang melakukannya," ucap Zehhad mengambil alih untuk mendorong kayu itu. "Allahuakbar!"
Ia mendorong kayu itu dengan sangat kuat hingga akhirnya pintu itu terbuka. Sizan tertawa senang sembari menepuk-nepuk pundak Zehhad. Nabilla kembali Mengambil kayu itu dan mereka semua berlari memasuki ruangan yang nampak sepi.
Zehhad siap dengan pistol yang dipegangnya. Ia melangkah sembari memerhatikan keadaan sekitar. Asap yang begitu menyesakkan kembali masuk ke dalam hidung. Dengan terpaksa mereka menutup hidung dan terus melangkah.
"Berhenti!" ucap Nabilla ketika melihat seorang pria pembawa senjata berlari ke arah barat.
"Aku melihatnya! Di barat." Sizan lekas berlari dengan diikuti dua orang temannya.
Mereka berjalan mengendap-endap mengikuti pria pembawa senjata. Mereka bersembunyi di balik tembok dan nakas yang diletakan di sana. Pria itu berhenti melangkah dan berbalik ketika menyadari bahwa ada yang mengikutinya.
Namun ia tidak dapat melihat apa-apa selain tempat yang berantakan. Ia kembali melangkah dan berjongkok di depan sebuah jendela. Sizan mengedipkan sebelah matanya dan membuat perintah untuk segera menyergap pria yang sedang membidik itu.
"Jangan hancurkan tanah air kami!" teriak Nabilla sembari mengangkat kayu yang dipegangnya dan berlari dengan cepat menghampiri pria itu.
Pria itu memutar kelalanya dan melihat tiga orang remaja sedang asyik diburu amarah. Ia menarik senapan yang dipegangnya dan mengarahkannya pada Nabilla.
"Awas Nabilla!" teriak Sizan tetapi terlambat.
Jdor!
"Tidakkk!"
Peluru yang dilepaskan senapan angin itu melesat dengan cepat menembus dada sebelah kiri Nabilla. Gadis itu terjatuh ke atas lantai dengan kayu yang terlempar begitu saja.
Sizan dan Zehhad berlari menghampiri Nabilla, hendak membawanya pergi. Pria itu tidak diam. Ia mengisi kembali pelurunya dan membidik satu-persatu target yang sedang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Teen FictionKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...