Di Malam Penuh Asap

253 45 19
                                    

     "Pak," panggil Sizan menghentikan kaki pria itu yang terus melangkah. "Aku harus bertemu Zehhad."

     Pria itu menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ia tersenyum dan berbalik pada Sizan. Ditatapnya bola mata yang penuh dengan rasa khawatir itu. Perlahan ia menutup semua racun buruk yang hendak masuk. Ia berusaha mengendalikan semua pikirannya.

      Tangannya bergerak membelah udara dan bertengger di bahu Siza. Ia menutup mata dan mengangguk, berusaha untuk membuat dirinya dalam posisi aman.

     "Aku akan mengantarkanmu nanti, tetapi sebelum itu, kita latihan dulu. Sebagai tanda pertahanan kita." Pria itu menarik tangannya kembali dan berjalan meninggalkan Sizan, memasuki sebuah ruangan yang kekurangan cahaya.

     Sizan kembali melangkahkan kakinya dan menghampiri pria itu. Ia berdiri di belakangnya, menatap pria itu sedang memakai sarung tangan.

      "Ambil ini!" ucap pria itu sembari memberikan Sizan sebuah senapan yang sangat berat. "Kalungkan talinya pada lehermu."

     Pria itu melangkah dan pergi meninggalkan Sizan dengan senapan yang berat. Berulang kali Sizan mengangkat tangannya agar senapan itu agar tidak jatuh. Tatapannya megedar pada benda-benda yang ada di sekitarnya.

      Sizan menggerakkan tangan kirinya dan mengalungkan tali itu pada lehernya. Ia menatap dirinya yang membungkuk karena beban yang terlalu berat. Senapan itu memang tidak besar, tetapi beratnya bukan main.

      "Assalamualaikum!" Seorang pria dengan topi hijau di kepalanya menyapa Sizan.

     Zehhad menatap laki-laki di sampingnya. Matanya seolah berbinar entah karena apa. Perlahan ia berjalan mundur untuk menjaga jarak dengan laki-laki itu.

     Alisnya terangkat melihat tingkah aneh Sizan. Ia membenarkan posisi topinya agar nyaman kemudian melangkah maju mendekati Sizan.

     "Diam di situ!" Sizan mendongkakkan senapannya pada laki-kaki itu.

     Laki-laki itu tertawa melihat respon yang diberikan Sizan. Ia mengangkat tangannya ke udara dan hendak menyentuh Sizan namun tidak bisa. Tangannya seketika sakit terkena senapan yang Sizan pukulkan.

      "Katakan apa tujuanmu datang ke sini!"

     "Tentu saja untuk berperang di jalan yang benar, kau juga sama kan?"

      "Aku tidak percaya! Kau pasti menyembunyikan bom."

      "Tunggu, jadi kau curiga padaku?"

      Sizan terus mendongkan senapannya pada laki-laki itu. Ia memasang tatapan tajam untuk memerhatikan setiap gerak-gerik target di depannya. Matanya berulang kali menolak arah untuk tidak terperdaya gerakkan tangan laki-laki itu. Ia tetap fokus, mengkhawatirkan sesuatu yang buruk kembali terjadi.

     "Jadi, kau beranggapan bahwa aku adalah seorang teroris?"

     "Ya, cepat buang bomnya!"

     "Aku tidak membawa bom. Bahkan memegangnya saja aku tidak berani. Sepertinya kejadian itu membuatmu trauma. Tenanglah, aku bukan teroris. Aku adalah anak dari kumpulan yang tidak ikut berperang."

      Sizan menurunkan senapannya, "Kenapa kau bisa tahu mengenai kejadian itu?"

      "Aku mendengarnya dari teman-temanku. Mereka senang karena kau bisa selamat."

      Sizan memutar tubuhnya dan berjalan keluar dari dalam ruangan itu. Ia bergegas untuk mendapatkan udara segar yang mampu membuat rasa sedihnya hilang.

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang