Kakinya melangkah dengan sangat berat untuk kembali pada Shela. Ia mengecap kedua bibirnya dan memberanikan diri untuk mengatakan sesuatu yang tidak diharapkan pada Shela. Ia menunduk, melihat beberapa kalu sepatunya menghentak tanah.
"Eh_"
Ia menatap seorang pemuda yang diam di dekatnya. Pemuda itu tertunduk lesu, seperti takut terkena marah karena sudah menabrak Shabir. Shabir memerhatikan pemuda di depannya. Sangat kentara dengan perjuangan. Kain yang dikenakannya penuh dengan kotor. Shabir merasa tidak nyaman berada di dekatnya. Ia mengabaikan pemuda itu dan kembali berjalan menghampiri Shela.
Pemuda itu melangkahkan kakinya yang terasa sakit. Shabir melihat itu, ia melihat semua keanehan yang membuat harapannya kembali menyala. Dengan segera ia berbalik dan berteriak, membuat pemuda itu menunjukan wajahnya.
"ZEHHAD!!!!!!"
Sebuah senyum terukir di bibirnya, membuat janggut tebal itu melebar seketika. Zehhad diam dalam posisi seperti patung. Baru kali ini, hanya hari ini ia mendapatkan sebuah pelukan dari pamannya.
"Syukurlah kau masih hidup, paman merindukanmu!" Suara Shabir terdengar serak.
Zehhad menutup matanya dan tersenyum bahagia. Melihat Shabir memberikan sebuah penghargaan itu tidak akan ia lupakan. Pria yang selama ini selalu menganggapnya tiada kini mengakui kehadirannya. Ia bergerak, mendorong tubuh Shabir agar melepaskan pelukan itu.
"Selama 3 hari aku di sini, membela tanah air dan agamaku agar paman bisa membawa Shela ke sini dengan Selamat. Tapi maaf paman, perang ini tidak mampu aku hentikan. Mereka terlalu kuat, mereka terlalu banyak mendengar bisikan tidak berguna. Maaf paman, aku tidak bisa menjadi kakak yang baik untuk Shela."
Shabir terpaku dalam diamnya. Kalimat terakhir yang diucapkan Zehhad mengingatkannya pada mimpi itu. Ia menatap Zehhad sensitiv. Shabir tidak menginginkan mimpi buruk itu terjadi dan merebut Shela dari hadapannya.
Senyum itu kembali ia tunjukan. Perlahan tangan kanannya terangkat dan menyentuh baku kiri Zehhad, "Tidak Zehhad. Kau sudah menjadi kakak yang baik untuk Shela. Kau rela memperjuangkan nyawa demi dia, kau rela menunggu begitu lama agar paman kembali. Zehhad, maaf karena selama ini paman sudah menjadikanmu angin lalu. Maaf juga paman telah menyiksamu." Tangannya kini berpindah menyentuh luka segaris di wajah Zehhad. "Luka apa itu?"
Zehhad menjauh dari hadapan Shabir. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain agar tidak terlihat oleh Shabir. Ia mendekap luka itu dengan topeng transparan miliknya. Percuman disembunyikan tetapi pada akhirnya akan terlihat. Zehhad tidak pernah bisa menutupi kebohongannya dengan sempurna, hingga topeng yang ia gunakan begitu transparan.
"Ini hanya luka biasa."
"Aku baru kali ini melihatnya. Apakah yang kau lakukan pada wajahmu?"
"Ti-tidak paman." Zehhad menatap Shabir dengan ragu. "Sebenarnya ini adalah luka yang paman_"
"Kakak!"
Shela datang dan membuat semua itu hancur seketika. Ia mengulurkan kedua tangannya dan membuat Zehhad tersenyum senang. Perempuan kecil itu akhirnya berpindah ke pangkuannya. Shabir menutup bibirnya ketika hendak berbicara. Ia melihat sebuah koneksi yang jarang dilihatnya. Zehhad mampu membuat Shela tertawa bahagia. Zehhad mampu membuat Shela menikmati hidupnya yang tidak sempurna. Ia baru sadar sekarang, ternyata Zehhad adalah seorang anak yang spesial.
"Ze-Zehhad." Seketika tenggorokannya terasa tercekat dan ia tidak melanjutkan bicaranya.
Seorang pria yang sedang memegang kursi roda tersenyum pada Shabir. Ia berjalan dan mengatur jarak antara Shabir dengannya. Kedua matanya masih terarah ke depan, melihat betapa bagianya Shela bertemu sang kakak.

KAMU SEDANG MEMBACA
PALESTINA
Fiksi RemajaKisah yatim piatu yang hidup di tengah konflik dua negara. Zehhad sebagai Kakak hanya bisa memberikan dunia fantasi untuk Shela, adiknya. Ia tidak tahu kapan peperangan itu berakhir, sampai suatu saat. Perjuangan mereka untuk hidup bersama dihalangi...