2. Tamparan Keras

1.3K 159 26
                                    

Percikan air hasil pukulan Shela berlarian membentur dinding pepohonan. Dedaunan yang hijau tersiram seiring dengan rontaan Shela yang semakin membuang air.

Shela berteriak meminta tolong-sesekali menelan air danau yang masuk ke dalam mulutnya. Entah bagaimana nasib hidupnya, tidak ada seorang pun yang mau menolong. Karena tepian danau itu sangat sepi, tidak satu orang pun ada di sana.

Tidak lama kemudian, Zehhad dan Nur datang menghampiri. Tidak ada pikiran lain dalam benak Zehhad. Ia melompat ke dalam air dan berenang untuk menyelamatkan sang adik.

Shela mulai kehabisan tenaga. Tangannya tidak lagi meronta-ronta untuk tetap bertahan di atas permukaan air. Ia tenggelam, menyisakan gelembung napas yang hampir habis.

Zehhad meraih lengan adiknya. Berkat Nur, adiknya itu tidak hilang tertelan danau. Dengan cepat Zehhad membawa Shela ke tepi danau dan membaringkanya di atas rumput hijau yang kelihatan tidak pernah menguning.

"Apa dia masih hidup?" tanya Nur panik.

Zehhad tidak menjawab. Ia sibuk menekan permukaan dada adiknya-berusaha membuat Shela bisa bernapas kembali.

Zehhad terus melakukan apa yang dianggapnya akan menyelamatkan Shela. Namun, hingga orang-orang berkumpul, Shela tidak membuka mata ataupun menggerakkan jari-jemarinya. Keadaan itu membuat Zehhad semakin panik. Takut jika harus kehilangan adik yang dia sayang.

"Ohok, ohok!" Shela terbangun dengan mulut memuntahkan air.

Zehhad tersenyum gembira kemudian memeluk adiknya. Senyumnya begitu tulus, ia tidak ikhlas jika sang pencipta mengambil nyawa Shela lebih dulu dibandingkan dengan dirinya.

"Tenang, ada Kakak di sini," katanya sembari menunjukkan senyum yang tidak pernah pudar.

Tiba-tiba seorang pria berjanggut tebal menarik kerah baju yang dikenakan Zehhad hingga tercekik. Pria itu menggusur Zehhad dari dalam keramaian dan membawanya ke sebuah rumah kayu yang hampir runtuh.

Orang-orang yang ada di sana tampak terkejut termasuk Shela. Melihat itu, Shela segera berlari disusul Nur mengikuti Zehhad dan berteriak, meminta agar Zehhad tidak diperlakukan seperti itu.

"Paman! Lepaskan Kakak! Aku mohon!" pintanya, tetapi tidak digubris.

Pria itu bernama Shabir. Ia adalah paman Shela dan Zehhad dari kecil. Dahulu, mereka adalah anak yatim piatu yang tinggal di sebuah panti asuhan bernama Az-zami. Hingga pada suatu hari, istrinya Sadiah, divonis penyakit kemandulan dan mereka berencana untuk mengadopsi satu anak di panti asuhan.


Pada awalnya, Shabir dan Sadiah memilih Shela untuk dijadikan sebagai anak angkatnya. lumayan kan jadi kelarga bernotabene SS. Tetapi, Shela menolak dengan alasan ia ingin terus bersama kakaknya. Dengan terpaksa Shabir menuruti apa yang Shela inginkan. Dan sampai sekarang, hanya Shela yang Shabir sayangi sedangkan Zehhad ia benci, tetapi jika Sadiah berada di rumah maka Shabir akan menujukan sifat palsunya pada Zehhad.

Sadiah memang sangat sayang pada kedua anak angkatnya-sehingga Shabir harus berpura-pura agar Sadiah tidak menceraikannya.

Shabir mendorong Zehhad masuk ke dalam gudang tempat biasa mereka menyimpan gandum yang hendak dipasarkan. Dengan kasar Zehhad terbanting dan membentur sekarung gandum yang berada di dalam gudang.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Zehhad. Laki-laki itu ingin sekali menangis, tetapi ia tetap tegar dan berusaha kuat untuk tetap hidup.

"Kakak!" Shela berteriak histeris. "Paman, jangan pukul Kakak!" Shela berusaha menerobos masuk, tetapi Shabir menghalanginya dan terus mendorong Shela untuk menjauhi Zehhad.

"Shela, Paman hanya memberi Zehhad hukuman kecil. Kamu jangan khawatir, masuk ke dalam kamar tidur!" bujuk Shabir dengan sedikit tersenyum.

"Tidak. Paman jahat!" bentak Shela yang tetap berusaha masuk ke dalam gudang.

"Zehhad akan baik-baik saja." Shabir menggendong Shela dan mengunci anak perempuan itu di dalam kamar. Walaupun Shela terus berontak dan memukuli punggungnya, tetapi Shabir tetap melakukan itu dan bersikap tidak peduli.

"Kamu diam di sini! Paman akan memanen gandum bersama Kakakmu."

Shabir pergi meninggalkan Shela yang berteriak di dalam kamar. Ia berjalan memasuki gudang tempat Zehhad sedang duduk penuh ketakutan.

Plak!

Tamparan kedua yang Zehhad dapatkan dari ayah tirinya membuat rasa sakit di pipi kanannya semakin bertambah. Ingin rasanya ia menangis dan melawan ayah tirinya. Namun apalah daya, ia hanya dapat terdiam dan ikhlas menerima siksaan yang Shabir berikan.

"Kakak macam apa kau yang tega membiarkan adik perempuannya tenggelam di danau?" bentak Shabir membuat Zehhad harus menahan air matanya.

Zehhad memegang kaki Shabir dan mulai menangis. Ia meminta pertolongan untuk dimaafkan dan bertemu dengan Shela. Namun, Shabir tetap bergeming kemudian menendang Zehhad sehingga tubuh laki-laki itu kembali membentur sekarung gandum.

"Kau tidak perlu memohon untuk aku maafkan. Karena sampai kapanpun, aku tidak akan mengganggapmu sebagai putraku!"

Shabir pergi dan menutup pintu gudang dengan balok kayu yang ia masukkan ke masing-masing gagang pintu. Kalimat yang Shabir ucapkan membuat Zehhad harus kuat dengan apa yang sedang dialaminya. Gelap, tanpa ada satu penerangan di dalam gudang-Hanya beberapa karung gandum yang dapat ia jadikan sebagai bantal untuk tidur.

Hatinya ingin mengatakan yang sejujurnya pada Sadiah. Tetapi, jika ia melakukannya maka Shabir akan semakin mengasingkan dan membatasi jurang yang lebar antara Shela dan dirinya.

🕊🕊🕊

Di sana, Shela berhenti memukul pintu. Menatap sesuatu yang membuat bibirnya tertarik ke atas. Sebuah jendela yang tidak ditutup berhasil membuatnya tersenyum. Ia mendekati jendela yang terbuka dan mulai menaikinya tapi tetap tidak berhasil.

Matanya bergerak memutar, melihat sekeliling. Dilihatnya sebuah kursi kayu yang tergeletak di sudut kamar. Shela meraihnya dan membuat kursi kayu itu berdiri untuk bisa ia naiki.

Perlahan, kaki kanannya melangkah naik ke atas kursi. Namun, apa yang terjadi sangatlah tidak terduga. Tiba-tiba Shabir datang dan memasuki kamar tidurnya.

"Kau akan melarikan diri? Tentu paman akan melarangmu."

Shabir mengangkat Shela dan menidurkannya pada kasur kapuk. Ia memaku jendela yang terbuka itu, dan setelah selesai ia meninggalkan Shela di dalam kamar tidur dengan pintu yang dikunci.

--=PALESTINA=--

PALESTINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang