Bab 20 : Rival?

10.9K 1.2K 8
                                    

Selesai peresmian gedung, Alfa langsung pergi ke luar negeri dan selama seminggu sibuk mengurus pemindahan makam kakek dan neneknya.

Sepulangnya dari segala urusan itu, ia datang ke Rumah Sakit di temani Delta, sedangkan Dafa di titipkan pada Nafta.

Delta menggenggam tangan Alfa begitu mereka berdiri di depan kamar rawat ke dua orang tua Alfa. Pria itu tampak ragu untuk masuk. Namun setelah merasakan genggaman erat Delta, ia memantapkan hati lalu mendorong pintu kamar.

"Ma, Pa...ma'af...Alfa baru berani datang sekarang."

Begitu kata itu keluar dari mulut Alfa, air matanya juga ikut mengalir. "Ma'af…karena Alfa tidak mampu menolong kalian saat itu. Ma'af...untuk semuanya."

Delta menemani Alfa yang terus menangis, menepuk -nepuk pelan pundak pria itu. Ia juga tanpa sadar meneteskan air matanya.

"Kondisi kedua orang tua Bapak stabil, semua luka-luka akibat kecelakaan sudah sembuh hanya tinggal menunggu mereka sadar dari koma." Seorang dokter wanita yang sepertinya menangani kedua orang tua Alfa menjelaskan tentang kondisi orang tuanya.

Alfa hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih, namun sepertinya dokter itu masih ingin mengajak pria itu bicara.

Setelah dua orang perawat yang mengikuti dokter itu keluar, dokter itu meminta Alfa berbicara dengannya di ruangannya dengan alasan membicarakan masalah kondisi pasien dengan lebih mendetail.

"Ini….masalah pribadi yang sebaiknya tidak banyak orang tau." Ucap dokter itu sembari melirik ke arah Delta.

Delta tentu saja sudah berniat pergi, tapi Alfa menahan tangannya. "Dia istriku, dia bukan orang luar." Jelas Alfa singkat.

"….."

Dokter itu kembali menoleh ke arah Delta dengan pandangan dingin, setidaknya itu menurut Delta. Akhirnya dokter itu mengizinkan Delta ikut masuk ke ruangannya.

"Saya anak pemilik Rumah Sakit ini, kalau-kalau Pak Alfa lupa, kita….pernah hampir bertunangan."

"….."

"….."

Jelas sudah. Memang selalu ada maksud terselubung dari setiap wanita yang melihat penampilan Alfa. Delta masih bertahan dengan wajah tenangnya, tak menunjukkan emosi apapun. Ia hanya menatap sekilas pada rivalnya itu.

"Ayah saya adalah teman baik ayah anda dan kita sering bertemu di setiap pesta yang diadakan….

"Bukankah dokter akan membicarakan masalah kesehatan orang tua saya. Kalau tidak ada hubungannya sebaiknya lupakan saja."

Oh wow! Delta takjub akan ketegasan Alfa dalam menolak wanita. Entah kenapa dia merasa bangga.

Dokter itu masih terlihat tenang seolah penolakan itu tak berarti apapun.

"Saya datang terlambat hari itu karena harus mengoperasi 5 pasien. Saya tidak bermaksud menolak anda, saya bahkan menelpon dan mengirimi asisten anda pesan, tapi sama sekali tidak di respon. Saya sedikit merasa sakit hati, padahal saya sangat menantikan bertemu dengan anda."

"Itu sudah berlalu, jadi tidak ada yang perlu di bahas."

"….."

The Last Chance (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang