Kaos pendek putih dengan celana senada, sekarang telah berubah menjadi coklat. Wajah mulus tanpa noda, sekarang hampir penuh dengan tanah liat. Badan penuh peluh bak hujan lokal serta teriakan santai sang mertua menyuruhnya bergerak cepat.
Menanam padi. Itulah yang sedang di lakukan oleh seorang Alfa Alvandi, Direktur perusahaan Stasiun TV ketika berlibur ke dusun mertua.
Nasib...nasib...
2 hari yang lalu, ia membantu sang ayah mertua menanam bibit duku. Kemarin, ia membantu memanen buah kelapa (Alfa di suruh naik pohon dan memetik buah itu tentu saja). Lalu hari ini pria itu di suruh membantu para pekerja mertuanya itu untuk menanam padi di sawah. Hal yang tentu saja belum pernah Alfa lakukan sebelumnya.
Apakah ini di sebut liburan?
Menghapus peluhnya dengan tangan penuh lumpur, memperbanyak jumlah tanah liat yang menempel di wajahnya, Alfa berusaha bersabar, sepertinya sampai saat ini, meski sudah bertahun-tahun, sang mertua masih bertahan dengan sifat lamanya yang tsundere (kejam diluar tapi baik hati di dalam) itu.
Tepat pukul 12 siang, ia di panggil untuk makan siang bersama di pondok yang berada di tengah-tengah sawah. Sang mertua lagi-lagi mengomeli Alfa lantaran ia hanya makan sedikit. Padahal saat itu Alfa makan hampir 3 porsi.
Bagian mana di tubuhku yang tidak terlihat atletis? Jangan-jangan dia mau bikin aku gendut?!
Pulang ke rumah tentu saja Delta menjadi tempat curhatnya, segala keluh kesah tak tersampaikan itu keluar begitu saja. Dan Delta hanya menanggapinya dengan senyum simpul dan mengatakan kalau ayahnya juga memperlakukan menantu laki-lakinya yang lain dengan cara yang sama.
"Suami adik ku bahkan sampai takut mudik. Kamu beruntung, setidaknya kamu lebih kuat tenaganya darinya. Terakhir kali dia di suruh memanjat kelapa dan terpeleset, sejak itu ayah melarangnya ikut ke kebun."
Alfa kembali mengeluh dan mengatakan kalau suami adik Delta sangat beruntung. Sedangkan dia sendiri merasa di rugikan, karena telah berkerja seharian, bahkan tak mendapat pujian sedikitpun
"Masih ada 1 minggu lagi kalau kita mau beneran liburan, kita bisa...
"Ayah dan Bunda terlihat sangat senang ada Dafa dan Kalysa, mereka kan udah jarang ketemu anak-anak. Sekarang aja anak-anak tidur bareng mereka. Melihat mereka senang gitu, aku mana tega." Alfa menyela saran dari Delta.
Wanita itu kembali menyunggingkan senyum. Padahal dia tadi mau menyarankan kalau anak-anak bisa di titipkan di rumah orang tuanya sementara mereka berdua liburan.
"Abis panen dan tanam padi, kita ikutan bantu jualan loh. Biasanya yang beli buah duku nya ayah banyak yang dari luar wilayah. Ayah tipenya kalau mereka nawar, bisa di kasih diskon sampai 50%, apalagi kalau belinya borongan. Padahal kan rugi, belum biaya perawatan, belum biaya pegawai. Dari dulu gitu terus." Delta mulai mengeluh tentang ayahnya yang terlalu royal itu.
"Kamu bantuin ayah nego ya!" Pinta Delta dan mendapat anggukan dari Alfa.
"Sini aku pijitin lagi, masih sakit bagian mana?" Tawar Delta sambil mengambil minyak urut.
Tawaran itu tentu saja di sambut oleh Alfa dengan menarik tangan Delta hingga keduanya berbaring. "Aku udah nggak sakit lagi, nggak capek lagi. Tapi aku pengen olahraga berdua, boleh nggak?"
"...." Di tatap dengan pandangan mata yang kepengen banget itu, Delta hanya tersenyum dan akhirnya mengangguk, membiarkan Alfa yang kini excited melepas pakaian yang di pakainya.
🌺🌺
"Nggak bisa! Kami hanya bisa memberi diskon 15%" Tolak Alfa tegas. Sang ayah mertua tampak khawatir sang pelanggan akan menolak membeli buah duku miliknya, ia terus menoleh ke arah Alfa sementara Delta menenangkannya."Ayah tenang saja. Dia belum pernah gagal melakukan transaksi sebelumnya."
"Buah duku milik kami adalah kualitas yang paling bagus di Desa ini, anda jelas tau, makanya sudah bertahun-tahun anda bersedia membeli dari kami. Tapi, setiap tahun jelas ada perubahan dalam harga perawatan tanaman, juga gaji pegawai. Kami tidak bisa lagi memberi diskon dengan ketentuan sebelumya, jadi ma'af, kami tetap dengan ketentuan yang baru ini."
Si pelanggan awalnya mengatakan hanya akan membeli seperempat dari keseluruhan buah duku yang biasa ia beli. Dan Alfa mengangguk setuju sembari mengeluarkan buku kwitansi dan buku nota sebagai bukti transaksi.
"Kami biasa transfer." Ucap sang pelanggan menolak menandatangani kertas kwitansi yang di sodorkan Alfa.
Alfa menatap sang pelanggan dengan tatapan tenang namun mampu membuat orang lain merinding. "Ya! Anda terbiasa mentransfer uang muka yang hanya 3% di awal, lalu mencicil sisanya bahkan sampai musim buah duku tiba lagi, itu sangat tidak adil bagi kami yang harus menutupi biaya sembari harap-harap cemas kalian akan bayar sisanya entah kapan itu. Kami juga tidak punya banyak bukti, jika kami ingin menuntut kalian. Jadi cara ini lebih baik."
"...."
"Bukti pembayaran online sangat mudah di palsukan. Selama ini ayah saya tidak tau kalau uang yang beberapa kali tidak pernah masuk ke rekeningnya yang menurut kalian sudah di transfer bahkan sampai lebih dari dua kali itu....ternyata memang tidak pernah di transfer. Kami kurang bukti, kami kurang bukti tapi bukan berarti kami tidak akan menuntut." Alfa menyunggingkan senyum mengerikan.
"Kalian sudah langganan dengan ayah saya selama hampir 20 tahun, tiap membayar pasti mencicil hampir 4 tahun baru lunas, lalu ada total 10 transaksi yang sangat di ragukan ke asliannya, lalu....kalian selalu tidak mau meninggalkan jejak kecuali nomor telpon yang selalu berubah-ubah itu. Pengacara saya dan beberapa orang-orang saya, sudah melakukan penyelidikan tentang anda, keluarga anda dan bisnis buah yang anda jalani sekarang..."
Alfa mengeluarkan beberapa laporan transaksi selama 20 tahun bekerja sama dan menunjukkan bukti kecurangan sang pelanggan. "Kalau anda tidak mau bayar semuanya sekaligus....bukan hanya bisnis anda yang anda rintis puluhan tahun itu yang akan hancur tapi...tentu saja semua bisnis keluarga anda juga. Sampai anda tidak akan sanggup untuk berbisnis kembali."
Si pelanggan jelas marah. Ia merasa dipermainkan dan berkata kalau ia sedang di jebak. Ia berkata akan menelpon polisi, membatalkan pembelian nya dan menuntut keluarga Delta.
Alfa hanya berdiri dengan tenang lalu menyuruh Delta membuka pintu rumah.
Di depan pintu sudah ada Zeno, Nafta, 5 orang polisi juga 1 orang pengacara. "Bawa pria ini, introgasi dan....bereskan semuanya!." Setelah mengatakan itu, si pelanggan segera di bawa ke kantor polisi.
Lalu tiga orang berpakaian rapi, masuk menggantikan posisi si pelanggan. Alfa menjelaskan pada ayahnya bahwa kebun duku miliknya akan di jadikan tempat syuting salah satu program di stasiun TV milik Alfa. Ia meminta izin sekaligus membuat kontrak resmi yang tentu saja akan menguntungkan ayahnya. Alfa juga mendatangkan pembeli buah yang sudah jelas latar belakangnya, bersedia membayar tunai di muka, dan ingin berlangganan dengan ayah Delta.
Nafta masuk dengan tampang cengengesan, memeluk sang ayah kakak Iparnya dan berkata sangat merindukannya. Ia lantas menghampiri Alfa dan sedikit mengomeli kakaknya itu karena tak mengajaknya liburan.
Pria itu tampak senang, hanya saja ia tidak menunjukkannya di depan Alfa. Setelah semua urusan tanda tangan selesai, sang menantu di usir begitu saja, di suruh ke kebun bersama Delta dan Nafta, bebas mau ambil buah duku sepuasnya, sementara ayah Delta mengobrol dengan pelanggan barunya.
Alfa mengeluh pada Delta, ia tak mendapat ucapan terima kasih, padahal ia ingin sekali mendengarnya. "Padahal tindakan ku tadi keren sekali!"
"...." Delta menyunggingkan senyumnya, lalu mencium pipi Alfa kilat. "Benar! Keren sekali suami ku ini, hahahaha~"
Alfa tetap memonyongkan mulutnya. "Segitu masih kurang?" Ucapnya sambil menunjukkan pipi sebelah kiri. Dan Delta juga mencium lagi pipi pria itu. "Sisanya....nanti malam saja, oke?!"
Senyum pun mengembang seketika. "Aku mau bonus juga. Malam ini main sampai pagi."
"....Oke."
"......" Nafta yang sejak tadi mengikuti Alfa dan Delta dari belakang, menatap datar sepasang suami istri yang mengumbar kemesraan di depannya itu. Tiba-tiba merasa sial karena telah mengikuti mereka.
Ougghh....mataku!!!😡
🌸🌸🌸
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Chance (END)
Roman d'amourDelta dan Alfa merupakan tetangga dan teman sekelas dari TK hingga SMA. Meski begitu keduanya tidak pernah benar-benar berteman, hingga akhirnya Alfa kuliah di luar daerah. Mereka dipertemukan kembali dalam suasana canggung. Alfa dengan jas hitam ra...