Bab 48 : Dafa POV

8.6K 675 14
                                    

Pagi ini, di mana matahari juga belum timbul, seseorang keluar dari kamar dan aku mengikutinya. Pertanyaan 'kenapa' mendadak timbul dan aku....bisa jawab kalau 'aku juga nggak tau kenapa'.

Aku mengikutinya mengintip. Ya!. Dia sedang mengintip seorang anak perempuan, sembari menyunggingkan senyum yang jarang terlihat itu. Kali ini, pertanyaan 'mengapa' lah yang timbul. Mengapa dia mengintip? Mengapa dia tersenyum?, Dan mengapa aku juga ikutan mengintip dan tersenyum? Sepertinya aku juga mulai gila karena dinginnya udara pagi ini.

Oh, ya ampuuun! Adegan macam apa itu?! Apa dia jadi bodoh karena tertidur selama 7 tahun, atau sejak awal dia memang tidak punya otak. Ngapain nyebur coba?! Pagi-pagi buta begini.

Aku baru akan menghampiri dua orang bodoh yang kini sama-sama tersenyum itu, ketika langkah ku di hentikan.

"Biarkan saja mereka Jarang-jarang bisa melihat saudara kembar ku tersenyum bahagia seperti itu."

"....." Sekarang timbul pertanyaan 'siapa', kan! Okee. Biar ku jelaskan.

 Biar ku jelaskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia ini....siapa namanya kemarin...Tong Ji? Ah bukan. Min Ji, yah aku rasa namanya Min Ji, nama saudara kembarnya itu yang Tong Ji. "Min Ji, kan?!" Tanya ku memastikan. Dan anak perempuan di depanku ini malah menarik nafas dalam.

"Kita bermain seharian kemarin dan kemarin nya lagi, juga satu tim. Bagaimana bisa Oppa melupakan nama ku."

".....Kenapa aku di panggil Oppa?"

"Karena kau lebih tua dari ku."

"Oh. Tapi kemarin kau tidak memanggil ku Oppa."

".....Yah, sekarang aku tidak akan memanggil mu Oppa lagi."

"....." Oke!

Min Ji menatap ke arah kembarannya yang sekarang terlihat asyik mengobrol. Aku bertanya apa dia ingin bergabung dengan mereka, tapi Min Ji menggeleng. "Mereka pasti membicarakan kalung yang jatuh itu, tentang maknanya dan sebagainya."

Aku kembali memperhatikan mereka. Memang sepertinya mereka sedang membicarakan tentang kalung yang di ambil dari dalam kolam tadi. Itulah alasan kenapa teman bodoh ku itu nyebur ke kolam.

"Apa kalung itu begitu penting?" Tanya ku penasaran.

"Tidak juga."

Oh.

Sunyi lagi. Sepertinya anak perempuan di samping ku ini berbeda kepribadian dengan anak perempuan yang ceria kemarin sore.

"Mau sampai japan kita mengintip mereka?." Tanya ku akhirnya. Bosan juga hanya mendengar suara jangkrik hampir setengah jam. Aku bahkan sempat-sempatnya minta di buatkan coklat hangat ke bagian dapur hotel tempat kami menginap.

Min Ji menatap ku bingung. "Siapa yang mengintip? Aku ke sini untuk melihat matahari terbit dan memotretnya. Aku ke sini setiap pagi."

Oh. Apa?! "Jadi setiap pagi kau memotret matahari?. Memang ada bedanya? Mataharinya terbit di tempat yang sama kan? Bentuknya masih bulat utuh kan? Atau ada yang berubah?"

The Last Chance (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang