Bab 39 : Story Telling

7.2K 853 17
                                    

"Apa kamu tau tiap pulang sekolah anakmu pasti mampir ke Rumah Sakit?. Bahkan perawat dan dokter sudah sangat akrab dengan nya." Varo berkata sambil meletakkan seikat bunga Lili di meja samping tempat tidur Lily.

Alfa yang bertugas membantu membawakan air untuk mengganti air isi pot yang lama menjawab kalau ia sudah tau hal itu karena supir yang menjemput Dafa selalu melapor padanya.

"Oh. Apa kamu juga tau kalau Dafa sering mengeluh pada Arion?"

"....." Maksudnya?

"Kamu pasti nggak tau kan kalau anak laki-laki mu yang terlihat selalu ceria itu sebenarnya selalu tertekan. Makanya...jangan terlalu cemburu pada ku ketika aku membelikannya barang mahal."

"....." Siapa yang cemburu ha?!

Alfa mendengus kesal. "Aku juga mampu membeli barang manapun yang kamu beli, aku jelas kesal kenapa kamu membelinya lebih dulu, apalagi semua barang yang kamu berikan ada Dafa itu limited edition."

"Aku membeli untuk ketiga anak ku, anak mu menjaga anak ku dengan baik, jadi pasti ku belikan juga, lagipula barang yang diinginkannya nggak mahal."

Kamprett!

"Elo bikin gue ribut sama bini gue tau kagak ha! Nggak mahal apaan, udah harga selangit, langka lagi."

Varo melirik santai. "Tapi istrimu tidak pernah mengeluh padaku, persis dengan anak laki-lakinya yang tidak berani mengeluh pada mu."

"Apa maksud mu?"

"Bullying." Ucap Varo. "Dia di bully sejak si kembar Ciel kembali ke Padang. Dia juga nggak punya teman di sekolah. Ada yang mendekatinya dan baik padanya ternyata setelah di jebak Dafa, mereka dengan jujur bilang kalau berteman dengan anakmu adalah bertujuan dengan barang-barang mahal nan langka yang selalu anakmu dapatkan tepat waktu."

"....."

"Dia juga minderan, juga....selalu merasa bersalah karena merasa ialah penyebab kenapa Kalysa harus di rawat di Rumah Sakit 1 tahun yang lalu."

Varo menyeret Alfa ke arah Toilet. "Sebentar lagi Dafa datang, biasanya dia datang di jam ini dan aku biasa menguping dari sini. Kalau kau tidak percaya dengan penjelasan ku tadi, kau bisa mendengar langsung dari anak mu."

"....." Meski tidak mau percaya dengan penjelasan Varo, akhirnya Alfa tetap bersembunyi di dalam toilet.

🌺🌺

Dafa meletakkan sepotong cake strawberry di meja samping tempat tidur Arion.

"Selamat ulang tahun yang ke 9 teman." Ucapnya pelan.

"Bagaimana kabarmu di sana? Apa kau masih bersenang-senang dengan mama mu?. Masih belum mau bangun dan jadi teman ku? Kau tau! Mungkin...di sana memang lebih menyenangkan daripada di sini. Setidaknya....kau tidak akan dibanding-bandingkan dengan anak orang lain, tidak harus berhati-hati ketika bermain dengan adikmu dan...tidak akan dimarahi kalau melakukan kesalahan." Dafa menarik nafas dalam sambil meletakkan tas sekolahnya di samping tempat tidur.

"Biar aku ceritakan sesuatu hari ini. Temanya 'Perbandingan' Judulnya....Keluhan Panjang. Pemeran utamanya Randafa."

Dafa kembali menarik nafas dalam, detik berikutnya mulai bercerita dengan raut wajah murung.

"Hari ini jam 10 pagi tadi. Pembagian raport kelas. Aku kembali tidak mendapat juara 1 dan tidak masuk 3 besar lagi. Nenek dan kakek yang menemani ku mengambil raport mengatakan tidak apa-apa. Mereka bilang kalau aku hanya perlu menikmati masa-masa sekolah. Tapi...para orang dewasa itu menyindirku dari belakang."

"Ini bukan kakek dan nenek, tapi para orang tua murid yang anaknya dapat nilai lebih tinggi dariku. Juga beberapa guru yang dulu bilang padaku kalau mereka teman sekolah papa ku. Mereka bilang kalau aku jauh lebih bodoh dari papa yang selalu juara satu. Mereka bilang aku mirip mama yang selalu dapat peringkat akhir di kelas. Mereka juga bilang....kalau aku besar nanti, aku pasti akan membuat usaha papa bangkrut."

"Mereka tersenyum manis di depan papa dan mama, sangat ramah pada nenek dan kakek. Tapi begitu aku di tinggal sendirian, sifat sinis mereka keluar."

"Juga teman sekelas ku yang mendapat juara itu. Aku pernah bilang kan kalau awalnya mereka baik pada ku, tapi nyatanya karena mereka menginginkan barang hadiah yang di berikan oleh papa mu. Mereka itu ikutan mengejek ku dan mengatakan aku bodoh."

"Aku nggak bodoh kok, aku hanya....hanya....tidak suka belajar. Tidak suka matematika, tidak suka pelajaran yang mengharuskan ku terus-menerus menulis. Capek!!. Padahal aku kan bisa membacanya di buku lalu membacakan ulang di kelas tanpa buku, mengingat kata-kata di buku pelajaran itu nggak sulit sama sekali. Hanya benci saja...aku nggak pernah di puji guru. Malah....tiap aku mengangkat jari untuk menjawab soal di papan tulis ketika pelajaran bahasa Inggris dan Jepang dan Jerman, aku nggak di pedulikan sama sekali."

Dafa berhenti bercerita untuk sekedar menyandarkan kepalanya di tempat tidur.

"Aku sebenarnya ingin mengatakan semua itu pada papa dan mama, juga kakek dan nenek, juga om Nafa tapi...hah...Aku tidak mau membuat suasana heboh lagi seperti tahun lalu. Kamu ingatkan aku pernah cerita tentang Kalysa yang jatuh pingsan. Waktu itu papa sangat marah dan sempat mendiamkan ku selama seminggu. Aku takut, kalau aku mengeluh lagi....papa akan jadi benci pada ku dan menganggap ku anak yang nakal lagi."

Air mata berlahan mengalir di sela-sela cerita Dafa. "Aku nggak nakal kok, tapi kadang aku juga mau main sama teman-teman, nggak hanya diam di rumah dan menjaga Kalysa. Bukannya aku nggak mau menjaga Lysa dan adik-adik mu....tapi.... kadang-kadang....aku ingin bermain bersama yang lain."

"Kak Ciel, Kak Luciel dan Azriel sudah pulang ke kampung halaman mereka, nenek bilang mereka akan sangat jarang main ke rumah. Jadi...tidak ada yang mengajak ku main catur lagi, atau main bola kaki, atau berenang. Lysa dan yang lain terlalu kecil untuk diajak berenang, meski kadang mereka memaksaku bermain di seputaran kolam renang yang akhirnya aku dimarahi lagi."

"Hah....jadi kakak itu....berat ya!"

"Tapi....aku juga nggak punya banyak teman sih, atau lebih tepatnya...teman ku hanya kak Ciel dan kakak yang lain dan juga kamu yang masih asyik tidur. Jadi....ini agak membingungkan juga. Aku tidak mau berada di sekolah karena sering dibandingkan dengan yang lain, aku juga bosan di rumah karena nggak ngapa-ngapain, tapi aku juga takut keluar rumah, karena Kalysa dan adik-adik mu pasti ingin ikut. Aku nggak mau kejadian yang membuat papa marah dan mama sedih terulang kembali."

"Aku....juga bosan menemani Om Nafa main game online terus. Tapi aku nggak berani bilang...nggak berani ngeluh. Karena mama selalu bilang, kalau seorang kakak itu...harus bisa segalanya, nggak boleh sering-sering nangis dan....harus bisa jagain yang lain."

".....Aku ikutan tidur panjang juga, boleh nggak?"

"....."

"....."

Cerita Dafa berakhir dengan anak laki-laki itu benar-benar tidur si samping tempat tidur Arion.

Alfa dan Varo yang sejak awal berada di toilet dan menguping cerita Dafa, sekarang saling tatap canggung.

"Mungkin....sudah saatnya mencari tempat penitipan anak." Usul Varo.

Alfa mengangguk setuju. "Aku akan memindahkan Dafa ke sekolah lain."

"Oh. Jangan lupa bereskan para pembully itu. Buat hidup mereka dan keluarga mereka berantakan juga tidak masalah. Tekan kan pada mereka, hanya nasib buruk yang akan mereka hadapi jika berani membuat masalah dengan keluarga kita."

Alfa kembali mengangguk. Pelan-pelan membuka pintu toilet, lalu keluar dan mendapati Dafa yang tertidur pulas.

"Biar aku yang mengantar anak mu pulang. Kau...bereskan saja semuanya." Ucap Varo sambil menyelimuti Dafa.

🌸🌸🌸

The Last Chance (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang