"Kamu tidak apa?"
Tangan lelaki bersurai putih itu masih terulur, menawarkan bantuan untuk membuat Athanasia berdiri kembali. Athanasia menatap sepasang iris hazel itu dengan lamat-lamat, kemudian meraih tangan mungil itu dengan sedikit malu.
"Te-terimakasih." Athanasia menyeka kedua matanya dan tersenyum kecil.
Anak lelaki yang awalnya menatap cemas, kini justru tersenyum lega. Gadis itu kini menunduk dan raut wajahnya kembali berubah menjadi sedih, membuat si pemilik surai perak ini jadi kebingungan.
"Kenapa kamu sendirian?" tanyanya pelan. "Sendirian di tempat ini kan berbahaya untuk anak seusia kita ..."
Athanasia mengernyit, balik menatapnya bingung. Padahal umur anak lelaki di hadapannya ini tidak jauh beda dengannya. Bahkan mungkin mereka sepantaran. Dia juga sendirian. Kenapa malah ngomong begitu? Aneh sekali.
"Kamu juga," ucap Athanasia pelan. "Sendirian."
"Ah, itu berbeda," jawab anak lelaki itu pelan sambil menggaruk pipinya yang sedikit memerah. "Kita berbeda."
"Apanya yang beda?" tanya Athanasia tidak paham.
"Rumahku ada di situ," tunjuk anak lelaki itu pada sebuah gedung pencakar langit yang berada tepat di belakang pasar area tersebut. "Makanya aku sudah familiar dengan tempat ini. Jadi aku tidak akan tersesat."
"Wah..."
Athanasia kembali berbinar saat menatap gedung yang begitu berkilau akibat pantulan sinar matahari. Gadis itu langsung tersentak ketika lelaki yang berjarak setengah meter darinya ini terkekeh pelan ketika melihat reaksi Athanasia. Gadis itu langsung memalingkan wajahnya, sedikit malu.
"Kamu pasti tidak familiar dengan tempat ini, kan?" tanya lelaki itu, masih dengan senyuman lembutnya.
Athanasia menggeleng pelan. Tanpa melihat si pemilik iris emas ini, dia menggeleng pelan, "A-Athi... Tersesat."
"Ah, begitu?" lelaki itu tersenyum penuh makna. Dia meraih tangan Athanasia dan hendak menarik Athanasia untuk mengikuti langkahnya. "Kalau begitu aku akan membantumu menemukan Ibumu."
Athanasia terdiam mendengar kata 'ibu' dan otomatis melepas tangan lelaki itu sambil menggeleng pelan. Dengan lirih, dia berkata, "tapi Ilia bukan ibuku..."
"Ah? Maaf..." lelaki sepantarannya itu jadi menunjukkan raut bersalah. "Aku tidak tahu..."
Athanasia hanya mengangguk singkat. "Tidak apa."
"Oh, iya, daritadi kita belum menyebutkan nama," ucap lelaki itu mengubah topik pembicaaan. Dia kembali mengulurkan tangan dan tersenyum hangat. "Aku Ijekiel. Kamu bisa memanggilku 'Kiel'."
Athanasia dengan ragu menyambut uluran tangan itu. "Aku ... Athanasia."
"Namamu itu sangat cocok denganmu, Athanasia," ujar Ijekiel yang tak melepas senyumannya itu. "Kalau begitu, bagaimana kalau aku menemanimu mencari Ilia?"
"Kamu bukan orang jahat, kan?" tanya Athanasia takut-takut. Sementara Ijekiel langsung tertawa renyah.
Bagaimana pun juga, Lilian pernah berkata untuk tidak mempercayai orang luar dengan mudah, sekalipun itu adalah anak seusianya. Tapi jika disituasi seperti ini, Athanasia bahkan tidak tahu harus kemana dan mempercayai siapa.
"Kalau aku orang jahat, pasti aku akan mengarungimu langsung, Athanasia," jawab Ijekiel yang tak bisa menyembunyikan senyuman gemasnya.
"Serius?"
"Dua rius."
Athanasia menatap Ijekiel beberapa saat, mengintimidasi lelaki itu dengan tatapan matanya. Karena Ijekiel sedari tadi tampak baik dan sopan, maka Athanasia pun mengiyakan tawaran itu. Bagaimana pun juga, berdua lebih baik kan daripada tersesat sendiri? Lagipula Ijekiel juga tidak seperti orang jahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]
RomanceApa kalian percaya akan adanya kehidupan kembali? Demi menyelamatkan tuan putri dari putaran reinkernasi, Lucas rela menyelami ruang dan waktu, bahkan mengorbankan sihirnya hanya untuk menemukan gadis itu di abad ke-22. Kegagalan di masa silam tela...