Lucas melangkahkan kakinya ke dalam lorong gedung utama. Sengaja ia memutar arah, menaiki anak tangga yang berlawanan dari arah kelasnya. Kemudian langkahnya melambat seiring melewati ruangan yang masih diselimuti sihir hitam.
Cklek.
Lucas terbelalak, menyadari kenop pintu yang terbuka perlahan. Kedua kakinya langsung melangkah mundur, bersembunyi di balik tembok, dan pura-pura membaca buku yang sedari tadi dipegangnya.
"Seperti biasa, aku tidak salah memilih murid untuk membantuku ya?" Suara baritone dari seorang lelaki yang diyakini Lucas sebagai pengajar di situ terdengar begitu bangga.
"Haah, saya tidak paham apa maksud Prof. Saya kan hanya menjalankan kewajiban sebagai ketua kelas."
Lucas tersentak mendengar suara lelaki yang amat familiar. Itu suara Ijekiel. Lucas tidak mungkin salah dengar. Terlebih ketika mengamati pantulan bayangan lelaki bersurai putih itu dari jendela kelas.
Pantas saja Ijekiel sering datang pagi-pagi. Ternyata ini alasannya. Tidak heran kalau kehadiran orang itu terus mengganggu tuan putrinya.
"Tapi lama-lama itu seperti sudah menjadi rutinitasmu, ya?"
"Bukan rutinitas. Lebih tepatnya paksaan." Helaan nafas terdengar begitu berat. "Kalau Prof. tidak memaksa saya ke sini, mana mungkin saya akan berangkat sepagi ini."
"Ahahaha. Kenapa kamu dingin sekali, Ijekiel? Seharusnya kamu ini lebih hangat sedikit pada pamanmu. Aku sedang berusaha menjalin hubungan baik denganmu, loh."
Suara dari lawan bicara Ijekiel terdengar merendah, namun Lucas bisa menyadari adanya perbedaan atmosfer ketika orang itu melanjutkan ucapannya.
"Bagaimana pun juga aku yang telah membantumu sejauh ini, kan, Ijekiel Alpheus?"
"Membantu, huh?" Suara Ijekiel kini terdengar lebih dingin. "Membantuku menjadi mayat hidup maksudnya?"
"Astaga, kenapa kamu menyebutnya seperti itu?" Lelaki itu terkekeh pelan. "Kalau tanpa bantuan dariku mana mungkin kamu bisa terus menjalani kehidupan yang begitu panjang. Bagaimana rasanya terus mengalami siklus hidup tanpa mengalami kematian, hm?"
"Aku tidak ingin mendengar ucapan dari orang yang telah menumbalkan kehidupanku," jawab Ijekiel dengan dingin.
"Ahahaha, tumbal, katamu?" Suara Anastasius terdengar lebih dingin dibandingkan sebelumnya. "Ya, ya, ya. Lihat saja siapa yang akan merengek terlebih dahulu ketika melihat tuan putrinya kembali ke dalam siklus kematiannya."
"Aku tidak akan pernah membutuhkan bantuanmu lagi."
"Ahahaha. Mau bertaruh denganku, hm?" Suara itu lagi-lagi terdengar merendah, namun tajam. "Tapi tentu saja aku sudah memastikan akan menang. Karena persiapannya ... sebentar lagi selesai."
Deg!
Lucas terbelalak sempurna. Tanpa mendengar penjelasan lebih lanjut, Lucas langsung bergegas balik ke kelasnya. Dari potongan percakapan yang amat jelas itu, Lucas sudah bisa menebak apa yang akan terjadi sebentar lagi.
Lucas menggigit ibu jarinya kesal dan mempercepat langkahnya. Pikirannya tak lagi jernih. Amarahnya meluap, bahkan mimik wajahnya benar-benar menggambarkan aura membunuh yang kuat. Namun di sisi lain, firasat buruk semakin menghantuinya.
Brengsek. Berani-beraninya dia ....
Sekelebat memori masa lalu muncul di benak Lucas. Tentang kegagalannya menyelamatkan Athanasia, tentang penyesalannya yang tak bisa mengurusi seekor tikus yang telah mengobrak-abrik laboratoriumnya, dan tentang senyum arogan yang terpampang nyata ketika tahta kembali direbut setelah istana goyah akibat meninggalnya tuan putri.
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]
RomanceApa kalian percaya akan adanya kehidupan kembali? Demi menyelamatkan tuan putri dari putaran reinkernasi, Lucas rela menyelami ruang dan waktu, bahkan mengorbankan sihirnya hanya untuk menemukan gadis itu di abad ke-22. Kegagalan di masa silam tela...