2. Kembalinya Athanasia

3K 340 20
                                    

Lucas menguyah stik coklat sambil bertopang dagu dengan kesal. Di hadapannya, terdapat beberapa buku sihir kuno yang ia bawa dari masa lampau.

Buku-buku tebal tersebut membolak-balikkan halaman dengan sendirinya seiring dengan arah perintah telunjuk Lucas.

Benar-benar tidak ada informasi satupun mengenai sihir spesial Athanasia. Bahkan sebelum ia lahir ratusan ribu lamanya, kasus semacam itu pun ternyata memang tak pernah ada.

Sudah seminggu lamanya Lucas berada di abad ke-22. Tapi semua hal yang ia lakukan masih berujung pada kebuntuan.

Lelaki itu mendengus kesal dan menatap puluhan gedung bertingkat yang lebih rendah daripada atap gedung yang ia pijaki sekarang. Meski jejak serpihan sihir itu berada di kota Obe ini, tapi Lucas masih belum bisa menemukannya.

Serpihan sihir murni Athanasia benar-benar terasa lemah. Bahkan sekarang ia belum dapat merasakannya lagi. Jika dianalogikan sebagai sebuah benda, mana serpihan sihir itu bagai lampu plip-plop. Nyala, mati, nyala, mati dan begitu seterusnya.

Benar-benar aneh.

Padahal dia adalah penyihir nomor satu di Obelia, tapi kenapa bisa jadi seperti ini!? Kalau Athanasia tahu, pasti Lucas akan diremehkan habis-habisan.

Lucas mengacak rambutnya, geram. Tidak pernah di sejarah hidupnya dia begitu kesal hingga seperti ini.

Belum lagi dengan keberadaan tikus yang menyelinap ke abad ke-22.

"Ya ya ya, tuan putri memang seringkali merepotkanku, ya," bisiknya pelan sambil mengambil kembali stik coklatnya. "Baiklah mari kita pikirkan ulang."

Lucas memejamkan matanya dan mengetuk-ngetuk dahinya, mengingat-ingat kembali susunan mana sihir yang terkandung dalam tubuh tuan putrinya.

Ledakan sihir Athanasia mengakibatkan tercerai-berainya mana sihir yang menggumpal menjadi serpihan sihir dan partikel sihir.

Mana serpihan sihir Athanasia terasa begitu lemah. Tapi jejaknya dapat terlihat jelas kalau keberadaannya berada di kota tersebut.

Sedangkan partikel sihirnya jauh lebih-lebih lemah. Tapi untuk sekarang, partikel sihir tidak akan penting jika keberadaan Athanasia belum ditemukan.

"Eh?"

Lucas tertegun, menyadari satu halaman yang terbuka lebar di hadapannya.

Lucas sudah mengingat semua isi dari buku-buku tersebut. Tapi terkadang dia menyepelekan isinya.

Padahal kalimat di halaman tersebut bisa menjadi kunci dari apa yang ia cari.

Mana seorang penyihir dapat menghidupkan kembali jwa dan raga yang telah mati, namun keberadaannya bisa menjadi ancaman bagi mereka yang terkutuk.

Lucas terbelalak, menyadari suatu dugaan yang belum terpikir sebelumnya.

Apa jangan-jangan gadis itu belum terlahir di dunia ini?

Tepat sekali.

Serpihan sihir itu terasa kembali. Kali ini jejaknya lebih jelas, meski masih terasa lemah.

Lucas berdiri dan menatap salah satu bangunan putih yang agak jauh dari atap gedung yang ia pijaki.

"Sepertinya benar, ya?"

Lucas menyeringai tipis dan memakan kembali stik coklat yang tersisa satu. Setelah itu dia menjentikkan jari, menghilangkan buku-buku kuno dari hadapannya.

Masih dengan seringaian tipis, Lucas kembali menjentikkan jemari, kini berteleportasi.

Bagaimana pun juga, apapun bisa terjadi.

Karena yang dia hadapi adalah suatu hal yang baru baginya.

.
.
.

Di sudut ruangan serba putih, seorang wanita paruh baya tengah mengerang, menahan kontraksi perutnya yang sudah hamil sembilan bulan.

Keringat membanjiri tubuhnya. Surai pirang ber-uban pun tampak kusut dengan tampilannya yang berantakan.

Air ketubannya telah pecah, menyisakan darah yang mengalir dari sela kedua kakinya.

Di sekelilingnya, beberapa orang wanita tengah gupuh menyiapkan peralatan persalinan. Beberapa menyiapkan air, baskom, handuk, dan peralatan lainnya, sedangkan yang satunya berdiri di hadapan wanita tersebut.

"Tarik nafas panjang, buang perlahan. Tarik nafas, buang perlahan."

"Sakit sekali, Dok! Rasanya mau mati!"

"Dorong dari dalam ya, bu... Satu dua tiga! Dorong!"

"Uuuuggghhh!! Haaah... Haaah..."

"Dikit lagi bu... Kepalanya sudah terlihat!"

"Uggggggghh! Haah... haah... haah... Uaaaghh!!!"

Dorongan terakhir dari sang ibu diiringi dengan suara tangisan bayi mungil.

"Selamat, Bu! Bayi ibu seorang perempuan," sahut sang dokter sambil membopong bayi tersebut.

Namun langkah dokter terhenti ketika melihat garis datar pada alat pendeteksi jantung.

"Dokter! Denyut nadinya hilang!"

Tak ada sahutan atau erangan lagi.

Nafas terakhir sang ibunda ternyata mengiringi tangisan sang bayi untuk pertama kalinya.

.
.
.

Dari balik jendela, Lucas menghela nafas panjang. Tanpa mendengar dokter pun, dia sudah tahu hanya dengan merasakan mana kehidupan seseorang yang menghilang.

Jika kematian wanita tersebut adalah sebuah pengorbanan, maka semua dilakukan demi kecintaannya terhadap buah hati yang baru saja lahir.

"Nyonya! Nyonya... Hiks hiks..."

Isak tangis seorang pelayan wanita menggema di koridor rumah sakit ketika tahu bahwa majikannya telah pergi.

"Kenapa... anda.. hiks... meninggalkan nona sendirian...?"

Tidak. Dia tidak akan sendirian.

Lagipula Lucas juga tahu kalau pada akhirnya pelayan tersebut yang akan merawat dan membesarkan bayi itu.

Jemari Lucas bergerak bersamaan dengan sapuan sihir tak kasat mata.

Sadar akan apa yang tengah dilakukannya, Lucas melirik wanita itu sekilas, kemudian berbalik dan melangkah pergi.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi untuk sekarang.

Serpihan sihir Athanasia seolah menguasai jiwa bayi perempuan itu.

Akhirnya Lucas berhasil menemukannya; sang tuan putri yang telah terlahir kembali.

.
.

Author's Note :
Hellaw! Mon maap kalo sihir sihir an itu ga sesuai sama novel atau manhwa asli. Karena sekali lagi ini fanfiction gaizz! (>w<)//

Apakah ada yang kecewa? Atau alurnya kecepetan? Atau kurang paham? Kolom komentar terbuka untuk siapapun :')

Jangan lupa vote dan komen!
Ciao! Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

[31.5.2020]

REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang