Athanasia menghela nafas panjang melihat lembaran soal matematika di hadapannya. Deretan angka aljabar yang berjumlah sepuluh soal itu telah ia selesaikan hanya dalam waktu setengah jam. Sementara waktu ujian masih tersisa empat puluh lima menit lagi.
Membosankan. Entah kenapa soal matematika ini begitu mudah baginya.
Athanasia memang selalu menyempatkan diri untuk belajar dan kebetulan sekali materi untuk ulangan dadakan ini telah ia kuasai semalam. Apalagi soal-soal itu telah tertuang dalam soal latihan kemarin. Hanya beda angka dan persamaan.
Jadi ini sama sekali bukan hal yang sulit baginya.
Ditatapnya kembali soal matematika itu seraya mengecek jawaban yang ia tuliskan. Mungkin ini sudah ketiga kalinya ia memastikan jawaban itu agar tidak ada salah sedikit pun. Ia juga telah memperbaiki tulisannya berulang kali agar terlihat jelas di mata guru.
Gadis itu bertopang dagu dengan malas seraya melirik penyihir yang telah menelungkupkan wajahnya sedari tadi.
Lagi-lagi Athanasia menghela nafas panjang dan menggeleng pelan, terheran-heran dalam hati bagaimana bisa Lucas menghabiskan waktu ujiannya hanya dengan menelungkupkan wajahnya.
Seharusnya tidak mengherankan baginya mengingat Lucas adalah seorang penyihir yang dapat melakukan apapun. Mungkin mengisi kertas jawaban dengan sihir pun bisa Lucas lakukan hanya dalam satu kedipan mata.
Sudah kuduga dia memang tidak berniat sekolah di sini, pikir Athanasia seraya menghela nafas panjang. Jadi penyihir itu memang enak ya. Ahh, andaikan aku juga seorang penyihir—Loh, loh?
Athanasia mengernyit, ketika tiba-tiba teringat dirinya dulu juga bisa melakukan sihir. Ditatapnya kedua telapak tangan itu perlahan, memikirkan bagaimana sihirnya di masa sekarang.
Oh iya, kok aku baru kepikiran sekarang ya? Lucas juga belum memberitahuku lagi, pikir Athanasia seraya menggigit bibir bawahnya dan meneguk ludah, tegang. Ah, pasti ada yang salah dengan sihirku akibat kejadian waktu itu. Kejadian saat ledakan sihirku ...
"Waktu tinggal setengah jam lagi." Suara guru killer itu kembali menyadarkan Athanasia dari lamunannya. "Silahkan diperiksa kembali lembar jawabannya. Jangan sampai ada kesalahan nama ataupun nomor absen. Saya tidak akan mentolerir apabila ada kesalahan identitas masing-masing."
Lucas yang sedari tadi menelungkupkan wajah, kini kembali mengangkat kepalanya dan menguap. Sadar ada hal lain yang dipikirkan tuan putrinya, ia menyikut gadis di sampingnya dan berbisik, "Fokus woi."
"E-eh, iya-iya," jawab Athansia yang buru-buru mengalihkan pikirannya.
Lucas benar. Tidak seharusnya pikirannya terdistraksi saat ulangan begini. Ia harus fokus pada lembar jawabannya terlebih dahulu.
***
"Kamu sama sekali tidak niat mengerjakan ulangan tadi ya?" tanya Athanasia ketika bel istirahat telah berbunyi. Dibereskannya alat tulis sebelum melirik perubahan wajah pria di sampingnya.
"Hah? Memangnya kalau aku mengerjakan hanya dalam waktu lima belas menit itu berarti aku enggak niat?" Lucas kembali bertanya seraya meliriknya dengan malas. Ia bertopang dagu dan menguap sejenak. "Lagian juga soal ini mah sudah pernah kulihat ratusan kali. Buat apa aku susah payah memikirkannya?"
Athanasia hanya bisa tercengang. Tapi juga tak bisa menyalahkan Lucas karena dia memang telah hidup ribuan tahun lamanya. Athanasia jadi heran kenapa lelaki di sampingnya ini enggak menua sama sekali.
Ribuan tahun lamanya ... Ah!
"Lucas, soal sihirku--"
Lucas mendelik dengan cepat seraya memotong ucapannya. "Jangan bicarakan di sini. Ini bukan waktu yang tepat, Tuan Putri."
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]
Lãng mạnApa kalian percaya akan adanya kehidupan kembali? Demi menyelamatkan tuan putri dari putaran reinkernasi, Lucas rela menyelami ruang dan waktu, bahkan mengorbankan sihirnya hanya untuk menemukan gadis itu di abad ke-22. Kegagalan di masa silam tela...