Taktala Athanasia membuka kedua mata, cahaya lilin menyambutnya dari ujung kegelapan. Hawa yang amat pengap dengan bau anyir menyelimuti sekitarnya. Beberapa detik kemudian, gadis itu baru menyadari kalau dirinya berada dalam suatu lorong yang tak dikenal.
"A-apa? Ini dimana?" Gadis itu menatap kedua telapak tangannya dengan nanar dan baru menyadari kalau tubuhnya berubah transparan. "Ini ... mimpi ya?"
Gadis bersurai pirang keemasan itu akhirnya melangkahkan kakinya, mencoba menemui apa yang telah menunggunya di ujung lorong ini. Alih-alih bertemu secercah harapan, ia justru mendapatkan sebaliknya. Semakin lama ia mendekat, perlahan ia bisa merasakan deru nafas yang semakin berat bercampur dengan rintihan seseorang yang terdengar semakin jelas.
"Uggh ...."
Samar-samar, Athanasia dapat melihat jeruji besi yang dicahayai oleh sebuah lilin. Bercak kemerahan mewarnai jeruji besi tersebut, membuat gadis itu menahan nafasnya secara tak sadar.
Deg!
Tiba-tiba jantungnya seakan berhenti berdetak. Begitupun dengan langkahnya yang terhenti ketika ia menyaksikan sebuah pemandangan horror di hadapannya. Seorang lelaki terkapar di balik jeruji besi dengan kedua tangannya yang diborgol rantai. Pakaiannya terkoyak dengan bercak darah di mana-mana. Wajahnya dan tubuhnya yang telah dipenuhi lebam biru dengan tatapan sang empunya yang terlihat sangat kosong.
Kedua kaki Athanasia seketika lemas ketika menyadari siapa pemilik wajah tersebut. Terlebih ketika kedua pasang iris permata biru itu bertemu secara tak sengaja.
"Papa ...!?"
"La ... ri ...."
BUAGH!
Pukulan keras menghujam gadis itu dari belakang, membuatnya ambruk seketika.
***
"Athanasia!"
Athanasia terbelalak dari tidurnya saat menangkap suara lantang memanggilnya dengan panik. Kemudian dia menoleh, menatap wajah penyihir Obelia yang berwajah panik. Detik kemudian ia mengerjap kemudian membasuh kedua pipinya yang basah.
"Apa ... yang terjadi?" gumam Athanasia, nafasnya tertahan ketika menyadari dirinya menangis secara tak sadar. Detik kemudian, bergelayut rasa sedih yang mendalam dalam dirinya ketika kembali teringat akan sosok yang ia temui dalam mimpinya.
"Aku yang harusnya bertanya kamu kenapa, Tuan Putri," ucap Lucas sambil menghela nafas panjang. Jemarinya mengusap salah satu pipi Athanasia dengan lembut. "Kamu mengerang saat tidur dan tiba-tiba menangis. Apa yang kamu mimpikan, Tuan Putri?"
"Mimpi ... yang sangat buruk," gumam Athanasia pelan. Ia memejamkan kedua matanya seraya menghembuskan nafas dalam-dalam, membiarkan Lucas menghapus sisa-sisa air matanya. "Lucas, katakan padaku. Apa ... kamu pernah melihat sosok Papa di dunia ini?"
Salah satu alis Lucas terangkat. "Papa? Maksudmu ... Yang Mulia Claude?"
"Iya ... apakah ... Papa juga ikut terseret dalam dimensi ini diam-diam ...?" gumam Athanasia seraya mengangguk pelan. "Aku ... entah kenapa ... memimpikan Papa ... dengan kondisi yang sangat mengerikan ..."
Lucas hanya diam menatapnya, membiarkan Athanasia menyelesaikan ucapannya. Diam-diam, sepasang iris ruby itu berkilat, memperhatikan aliran mana di dalam tubuh Athanasia yang mulai bergejolak perlahan.
"Aku ... bermimpi ... dia terkurung dalam suatu sel dengan kondisi menyedihkan. Tapi entah kenapa ... itu terasa sangat nyata. Rintihan itu, hembusan nafasnya, dan bahkan tatapan kosongnya ...." gumam Athanasia seraya memeluk kedua kakinya. "Aku takut, Lucas."
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]
RomansaApa kalian percaya akan adanya kehidupan kembali? Demi menyelamatkan tuan putri dari putaran reinkernasi, Lucas rela menyelami ruang dan waktu, bahkan mengorbankan sihirnya hanya untuk menemukan gadis itu di abad ke-22. Kegagalan di masa silam tela...