Athanasia melangkahkan kakinya dengan kepala tertekuk. Lorong gedung masih sepi, hanya ada satu atau dua orang petugas kebersihan yang tengah menyapu dan membuang sampah. Tentu saja karena ini masih jam setengah enam. Waktu yang teramat pagi untuk berangkat sekolah.
Andaikan tugas matematikanya sudah selesai, ia tak mungkin akan berangkat sepagi ini. Sayang, ia ketiduran semalam dan baru menyelesaikan setengah tugas. Jika bukan karena ucapan Lucas, ia pasti bisa mengerjakan tugasnya dengan lancar. Pasalnya, ucapan Lucas tempo lalu benar-benar membekas di benaknya. Bagaimana ia membentak dan menatapnya, Athanasia masih ingat sorot mata sepasang manik ruby membara itu.
Begitu menakutkan sekaligus menyakitkan.
"Apa Lucas masih marah ya?" gumam Athanasia seraya membuka pintu kelasnya. "Tapi aku kan tidak melakukan apa-apa. Memakai sihir aja tidak bisa. Kenapa seolah-olah aku akan mengulang kesalahan yang sama? Dasar Lucas bodoh!"
Kelas masih kosong. Tak ada siapapun, kecuali dirinya di sini. Seberapa kencang ia memaki tak akan ada yang mendengar. Sebenarnya Athanasia ingin teriak dan mengeluarkan semua emosinya, tapi ia tidak mau dianggap gila. Apalagi kalau tiba-tiba ada temannya yang masuk. Habislah harga dirinya karena memaki seorang Lucas.
"Tidak-tidak! Pergilah kamu dari benakku, Lucas jelek! Sekarang tugasku seribu kali lebih penting daripada Lucas! Ayo, tugas!" gerutu Athanasia sambil memukul-mukul kepalanya sendiri, berharap isi otaknya bisa mengeluarkan Lucas dari sana.
Athanasia segera menduduki bangku dan membuka lembar tugasnya. Kelas yang benar-benar sepi berhasil mengalihkan pikirannya dari Lucas. Hanya berbekal catatan dan otak encernya, Athanasia bisa mengerjakannya dengan mudah. Soal tersisa dua puluh soal itu pun akhirnya selesai dalam waktu dua puluh menit.
"Akhirnya selesai!"
Athanasia merenggangkan tubuhnya, menghirup dalam-dalam udara pagi yang masih terasa segar. Namun ketenangan itu lenyap ketika ia mendengar suara pintu yang kembali terbuka, menunjukkan seorang lelaki bersurai perak yang tengah membawa tumpukan buku ke atas meja guru.
"Ah, Athanasia? Kamu sudah berangkat sepagi ini? Maaf ya mengagetkanmu. Aku habis disuruh wali kelas menaruh buku itu."
Lelaki itu Ijekiel. Katanya Lucas, Ijekiel telah berkomplotan dengan Anastasius. Dia juga yang telah merobek serpihan terakhirnya. Kalau begitu, berduaan di dalam kelas seperti ini seharusnya berbahaya baginya, bukan? Athanasia meneguk saliva susah payah.
"Kamu melihatku seperti seorang penjahat, Athanasia. Apa aku memang sejahat itu?" tanya Ijekiel. Sudut bibirnya tertarik, membentuk sebuah senyuman tipis, seolah tidak pernah ada kejadian apa-apa di antara mereka.
Perlahan, langkah kaki Ijekiel terdengar menggema dalam kelas. Ia hendak mendekati Athanasia. Namun, baru beberapa langkah, Athanasia langsung berdiri dan mengangkat tangannya.
"Berhenti di situ! Jika kamu melewati jarak dua meter, aku akan teriak sekarang juga!" sahut Athanasia, berusaha memberanikan dirinya. Kedua manik permata birunya menatap tajam Ijekiel.
"... Apa aku benar-benar jahat di matamu, Athanasia?"
"Kenapa kamu menanyakan suatu hal yang sudah jelas, Ijekiel?" Athanasia tersenyum getir.
"Aku melakukan sesuatu ada alasannya, kok," ucap Ijekiel dengan intonasi sedih. Bahkan sorot matanya benar-benar menatap Athanasia dengan sendu. "Bagiku, aku selalu menyukaimu meski kamu sudah menolakku mentah-mentah."
"Bohong. Kamu kira aku akan mudah percaya gombalanmu itu, hah?" Athanasia menggigit bibir bawahnya, teringat dengan kenyataan bahwa dialah yang merusak serpihan mana terakhirnya. "Kamu ... merobek buku itu, serpihan mana terakhirku. Kamu memang berniat membunuhku, kan!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]
RomanceApa kalian percaya akan adanya kehidupan kembali? Demi menyelamatkan tuan putri dari putaran reinkernasi, Lucas rela menyelami ruang dan waktu, bahkan mengorbankan sihirnya hanya untuk menemukan gadis itu di abad ke-22. Kegagalan di masa silam tela...