"Nyo-nyonya Penelope!?"
"Kenapa terkejut seperti itu, Lilian Roberto?" Penelope menyunggingkan senyuman miring. Namun sepasang matanya masih menatap rendah pelayan itu.
"Ti-tidak. Saya hanya kaget kalau Anda mau bersusah payah kemari..." ucap Lilian sambil menunduk.
"Hmph, seharusnya kamu senang melihatku ke sini," ucap Penelope dengan angkuh. "Bukankah seharusnya kamu bangga kalau aku mengunjungi rumah pelayan rendahan sepertimu?"
Lilian hanya bisa mengangguk pelan. Padahal dia sama sekali tidak bangga, justru merasa seperti terkena musibah. Tapi mau bagaimana pun juga sosok dihadapannya ini benar-benar wanita jahat. Kalau dia mengelak atau salah bicara, Lilian tidak bisa memastikan apa yang akan dilakukan oleh wanita ini.
Felix yang menyadari dari kejauhan langsung beranjak menghampiri kedua wanita itu dan memasang wajah senatural mungkin. Meski sebenarnya dia cukup kaget akan kedatangan tamu tak diundang ini.
"Halo, Nyonya Penelope. Apa kabar?" sapa Felix, berbasa-basi. "Tumben sekali Anda kesini. Ada apa, ya?"
"Baik sekali," Penelope melirik Felix dengan sinis. "Aku ke sini untuk melihat keponakanku. Tidak ada salahnya, bukan?"
"Ah, tidak ..." suara Felix tertahan. "Si-silahkan ..."
Wanita bersurai coklat itu tersenyum angkuh. Tanpa permisi, dia langsung masuk ke dalam rumah duduk di atas sofa. Kipas lipatnya yang sedari tadi tersimpan di dalam tas itu dibuka dengan sombong. Seakan-akan memperingatkan siapa sosok wanita itu.
Lilian menahan rasa kesal. Kedua tangannya mengepal hingga buku-bukunya memutih. Tapi Felix langsung menyentuh bahunya, mengisyaratkan Lilian untuk segera menerima tamu itu dengan baik.
Bagaimana pun juga, tidak bagus jika mereka yang menyulut api pada bom berjalan ini. Itu ide yang sangat buruk untuk menyaingi wanita yang memiliki segalanya seperti dia.
"Maaf kalau agak berantakan. Rumah kami memang seperti ini adanya," ucap Felix, memulai percakapan dengan tenang.
"Hmph, tidak buruk," sahut Penelope sambil mengipasi dirinya. "Rumah kumuh ini memang cocok untuk bayi yang ditinggalkan Diana."
Benar-benar bibir yang tak punya sopan santun. Meski Felix dan Lilian berasal dari kasta menengah, tapi bukan begitu cara untuk menghargai seseorang. Tapi Felix tidak akan goyah hanya dengan kata-kata tajam itu. Lelaki bersurai merah itu masih mengulum senyum.
"Saya kira Anda tidak akan pernah kemari mengingat Anda pernah menolak hak asuh Athanasia," sahut Felix dengan tenang.
"Ahaha, benar. Tadinya kupikir juga seperti itu," ucap Penelope yang kemudian terkekeh pelan. "Anggap saja sebagai berbelas kasih pada keponakanku. Apa ada masalah?"
"Tidak, tidak." Felix masih tersenyum. "Kami cukup tersanjung."
Jeda sesaat ketika Lilian membawa nampan yang berisikan dua cangkir teh hijau hangat beserta sepiring kue kering yang baru ditarik dari oven. Disuguhkannya cangkir tersebut pada Penelope dengan sopan. Kemudian buru-buru ia kembali ke dapur dan bolak-balik menghela nafas kesal.
Padahal dalam hati, Lilian benar-benar kesal. Rasanya dia ingin mengguyur wanita ular itu dengan dua cangkir teh hijau yang masih panas.
Tentu saja itu hanya visualisasi dalam benaknya. Lilian tidak mau membuat suatu masalah dengan wanita ini.
"Lagipula saya harap ini akan menjadi pertama dan terakhir kali saya melihat anak itu," Penelope membuka percakapan kembali seraya menyeruput teh hijau tersebut. "Hmmm, tidak buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
REINCERNATION [Who Made Me A Princess Fanfic] [✔️]
RomanceApa kalian percaya akan adanya kehidupan kembali? Demi menyelamatkan tuan putri dari putaran reinkernasi, Lucas rela menyelami ruang dan waktu, bahkan mengorbankan sihirnya hanya untuk menemukan gadis itu di abad ke-22. Kegagalan di masa silam tela...