MOLI.14

465 60 2
                                    

"Andrass!" Eli berjalan cepat menuju Andrass dan menarih kerahnya. "Apa maksudmu dengan ini?" 

"Cih, aku hanya melampiaskan kekesalanku padanya." Andrass tersenyum miring menatap Eli yang marah. "Aiya, apa lagi ini, sudahlah Eli jangan memulainya." Roy sedikit panik

"Kau juga melihatnya sendiri, ia sendiri yang tidak menghindari seranganku." Eli kembali menarik kerahnya. "Kalau terjadi sesuatu yang lebih buruk kau akan berurusan denganku!" Eli menahan kepalannya dan berjalan menjauh setelah membuang kerah Andrass. 

Andrass menatap kepergian Eli, merasa ada yang janggal tapi langsung menghapusnya dari pikirannya. "Should I go to Sarah and apologize?" Ia bertanya pada Roy. "... Yeah, Sarah memiliki perhatian besar pada Mo, jadi kurasa lebih baik begitu." 

Ia pergi menuju ruangan Sarah sementara Roy menolak menemaninya, sehingga ia berada di depan pintu berdaun dua itu sendiri. 

Tok. Tok. 

"Masuk." Mendengar suara itu, ia memutar knob pintu dan melangkah masuk dengan agak ragu. Sarah yang melihat sosok Andrass itu hanya mesem sebentar, penasaran apa yang akan dilakukannya. 

"Madam Sarah.. Aku minta maaf." Sarah meletakkan penanya. Ia menaikkan salah satu alisnya. "Hari itu aku terbawa emosi dan tidak memperhatikannya." Andrass menyampaikan alasannya. "Aku juga akan minta maaf, pada Mo." 

"Kau biasanya tidak minta maaf ketika menghajar yang lain tapi kau minta maaf tentang Mo?" Andrass sedikit mematung mendengarnya. Ia mengerti benar kalau hal itu jelas berbeda. "Karena dia tidak sedang dalam kondisi sehat, aku jadi seolah bermain curang." 

"Hmm, tapi semuanya memang jadi tidak sehat ketika bertarung denganmu. Sudahlah, lagipula itu tidak sepenuhnya salahmu." Sarah mengaitkan jemarinya. "Kau boleh pergi." Andrass mengangguk, berjalan keluar tapi kembali bertanya pada Sarah. "How's he doing?" Sarah memrosesnya perkataannya sebentar sebelum menjawab, "Berkatmu dia mungkin bisa tertidur lelap." Ia tersenyum miring ditanggapi anggukan oleh Andrass yang berjalan keluar dan menutup pintu. 

"Aku tidak mengira ia akan menanyakan kondisinya. Apa ia memang selalu begitu?" 

.

.

.

Gadis dengan surai pendek itu sudah terbaring di ranjang selama 3 hari, mengumpulkan kembali energi yang tak bersisa. 

Ia teringat bagaimana hari-hari yang telah ia lalui didalam ruangan gelap itu selama 2 tahun. Ia hanya memeluk boneka di perutnya untuk menjaganya hangat, berlindung dibawah kain-kain lama. Ia membiarkan dirinya yang tinggal kulit dan tulang merasakan dinginnya musim dingin dan panasnya musim panas. Matanya hanya memandang ke arah celah cahaya. 

Ia ingin menyerah, ingin menutup matanya rapat dan pergi saja, tetapi sebuah cahaya meruak masuk dari celah pintu yang semakin terbuka lebar. Ia mendapati hangatnya cahaya matahari, hangatnya pelukan erat itu. 

"Euf.. Liel.." Erangan itu membuat Eli langsung terbangun dari tidurnya, mendapati Moca yang tengah memandangnya lembut. "Kau sudah bangun? Apa sudah lebih baik?" Eli segera memeriksa suhu tubuhnya. "Masih sedikit demam." 

Moca hanya tersenyum pelan. Eli mengerti bahwa Moca diam bukan berarti ia luang, pikirannya selalu dipenuhi berbagai macam hal. "Tidur lagi." Gadis itu menutup matanya perlahan

Rasanya luar biasa ketika Moca beranjak bangkit dari tempat tidurnya. 

Pantulan punggungnya di cermin bisa menerangkan, garis biru keunguan horizontal berada di punggungnya. Gadis itu hanya tersenyum miring, as expected as Andrass' power. Ia mencuci mukanya, menggosok gigi dan berganti pakaian. 

Itu masih pagi, ia menuju ke dapur untuk mencari makanan. Ia langsung menoleh ke arah pintu dapur ketika seseorang membukanya. Pandangan mereka saling bertemu membuat canggung suasana, "Ah, hem, bagaimana kondisi mu?" Andrass bertanya sambil mengalihkan matanya ikut mencari makanan. 

Mo yang melihat Andrass hanya tersenyum geli. Andrass kembali melihat bocah kecil yang menertawakannya. "Apa yang lucu?" 

"Kau kuat juga." Mo mengangkat tangannya untuk meraih kotak biskuit tapi kembali menurunkannya karena rasa nyeri pada bahunya. "Apa maksudmu?" Andrass mengambil botol susu dan meminumnya. "Pertama kalinya aku terluka seperti ini." Moca mendengus. 

"Ck, aku masih menggunakan pedang kayu bukan sungguhan aku yakin kau melebih-lebihkannya?" Andrass mengamati kelakukan lelaki itu. 

"Hn. Tolong ambilkan aku kotak biskuit itu, aku tidak sampai." Andrass gantian mendengus, berjalan mendekat. Tangan kanannya mengambil kotak tetapi tangan kirinya iseng membuka punggung baju Moca. 

"What are_ it's cold!"  Moca langsung berbalik dan mundur, sehingga ia lepas. Melihat Andrass yang tengah mematung. "Gimme that!" Ia menyambar kotak kue itu.

Warna ungu sepanjang punggungnya membuatnya beku. "I didn't know, sorry." 

"Hn." Tangannya sibuk membuka kotak kue. "Kalau begitu aku pergi." 

"Ah." Moca menarik lengan baju Andrass. "Ambil beberapa, it's tasty." Andrass berbalik, tergiur dengan kotak penuh kue. Ia tinggal disana memakan beberapa. 

Andrass mengamati lelaki di depannya yang terlihat santai saja meskipun ia adalah orang yang melukainya. "Melihatnya dari dekat seperti ini kecantikannya jadi bertambah." 

"Apa kau benar laki-laki?" Ia langsung menanyakannya tanpa ragu hanya untuk becanda. 

Moca : "... Apa yang kau ragukan?" Moca tetap santai memakan kue-kue itu. 

Andrass mengernyit sebentar kemudian tertawa, "Wajahmu, suaramu, hingga tubuhmu yang kecil, semua bagian tubuhmu meragukan tau bwahahah, mungkin satu-satunya yang bisa membuktikanmu hanya yang dibawah situ." 

Melihat Andrass tertawa membuatnya kesal. "Hmm.. dari apa yang aku dengar aku lebih terkenal dikalangan para pelayan wanita daripada kau.." Moca tersenyum sinis. 

"Ck, ah" Perkataan itu mengena dirinya, ia meminum kembali susunya. "Keluar sekarang kalau tidak mau ramai dikerumuni anak-anak yang penasaran dengan kondisimu." Andrass melihat ke arah pintu yang masih tertutup rapat. "En" Moca mengangguk, menutup kota biskuit itu, "bantu aku mengembalikannya" Melihat Andrass mengangguk ia lalu berjalan menuju pintu. 

"Hatsyim!" Moca menutup mulut dan hidung dengan kedua mulutnya. "U-uh hehe" "Kau tidak apa?" Andrass paham rasa sakit bersin ketika punggung dan perutmu tengah pegal dan linu. "Hasil karyamu sedikit mengerikan, Andrass." Ia kemudian berjalan membuka pintu pelan dan berjalan keluar. 

"... He's cute." 

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang