"Ah.. benar.. mereka pasti sudah tahu.." Moca menyadari apa yang membuat Eli terlihat berat mengatakan. Tangannya mengerat menggandeng kakaknya, tapi tidak lama setelah itu ia endorkan. "Hah.. Monica, Moca, Mo.. A_"
"Jangan khawatir, mereka pasti mengerti" Eli berharap itu benar-benar terjadi, tapi untuk sekarang, ia ingin menghapus wajah putus asa gadis itu. Gadis itu hanya tersenyum tipis ketika tangan Eli kembali membelai lembut kepalanya.
Bulan tertutup awan gelap. Mereka mempersiapkan hati mereka untuk kemungkinan terburuk.
.
.
"Hah! Kau berani kembali kemari?" Baru sampai di depan pintu, ruangan yang tadinya hening tiba-tiba digaungkan oleh suara seorang pemuda. "Aku kira kau akan kemari menggunakan gaun sambil berkata, 'aku adalah seorang gadis, maafkan aku' sambil menangis" Moca hanya terdiam mendengarnya, ia harus siap mendengar hal yang lebih.
Eli melangkah cepat mendekati pemuda itu dan menarik kerahnya. Ia mendekatkan wajahnya, menatap sengit pemuda berambut coklat pirang itu. "O-oh. Jadi begini, jati diri keluarga patih?" Pemuda itu tersenyum miring, "Pemimpin tercela yang membuang anaknya sendiri, anggota keluarga yang tidak peduli, dan.. seorang pengawal kerajaan yang tidak mengakui kesalahannya sendiri?" Pukulan Eli langsung meluncur keras, mengakibatkan pemuda itu terbaring dilantai. Ia memegang rahangnya yang terasa geser, "Cih, jadi memang benar?" sudut bibirnya yang sobek berdarah.
Suara hunusan pedang itu mengagetkan semua orang. Pedang itu terarah pada pemuda yang kini merangkak mundur.
"Eli! Hentikan!" Sarah segera mendekat, menarik tangan Eli mundur.
"Hoi! Male gender?" Pemuda lain mulai berani mengganggu Moca dengan adanya tindakan pemuda yang kena tinju. "Kalau begitu buktikan, apakah kau male atau fe_" Ia tidak berani meneruskan kalimatnya ketika pedang sudah melintang siap menebas lehernya.
"Teruskan, aku juga tidak ragu untuk meneruskan.." Eli berkata dingin begitu juga dengan tatapannya, begitu juga dengan angin yang menerabas masuk.
"Liel!" Gadis itu tidak sengaja berteriak, namun ia tidak sanggup membentuk kalimat baru. Ia takut, ia berdiri dengan kaki yang bergetar hebat.
"Eli, taruh pedangmu." Eli terdiam sebentar menatap mata para pemuda disana dingin sebelum melepas pedangnya setelah menggores leher pemuda didepannya. Pemuda itu langsung memeriksa lehernya, tangannya jadi terlumur darah.
"Peraturan tetap peraturan, meskipun Madam Sarah telah gagal menegakkannya.. tapi perempuan tetap tidak boleh menjadi kesatria."
Angin mulai bergejolak diluar, tampaknya hujan badai akan segera datang.
Gadis itu melihat kebawah, tidak berani bersuara, air matanya menetes.
"Pergi."
"Kau!" Andrass tidak menahan diri lagi, tangan kirinya memegan kemeja, sementara tangan kanannya melintang di bawah lehernya mendorongnya kebelakang. "Kau belum setahun berada disini, jangan berlagak!" Pemuda itu berusaha melepas tangan Andrass, tapi tidak kuat. Andrass mendorong pemuda itu kebelakang.
"Kau juga kenapa diam saja?!" Andrass justru marah kepada Moca, membuat gadis itu tersentak. "Kau lebih senior daripada mereka!" Andrass kembali menatap para pemuda yang berlagak. "His!" Ia mengangkat kepalan tangannya.
"Hahah, udah tau perempuan, malah dibikin nangis sekalian." Roy menyilangkan tangannya di dada. "Laki bukan sih?"
"D_Dia menyalahi aturan!"
"Trus?" Roy berjalan mendekat, ia mengangkat dagunya tinggi.
"Masih baik dia bisa pergi dari sini damai-damai!" Eun, pemuda itu mengangguk keras, lagipula Eli bisa membelikan rumah untuknya.
Rey mendekat pada Moca, menggandengnya dan membawanya ke kamar.
"Tentu, kalau kemampuanmu lebih baik daripada bocah itu." Pasalnya pemuda di depannya saja tidak bisa mengalahkan Roy apalagi Moca.
"Apa perlu aku temani?" Rey yang berada di ambang pintu bertanya, tapi dijawab dengan pintu yang dikunci. Dari balik pintu, Rey bisa mendengar gadis itu terduduk di lantai sebelum tangisnya meluap.
.
.
"O-oh. Jadi begini, jati diri keluarga patih?"
"Pemimpin tercela yang membuang anaknya sendiri, anggota keluarga yang tidak peduli, dan.. seorang pengawal kerajaan yang tidak mengakui kesalahannya sendiri?""Aku lupa namanya""..Mira lebih cantik.. lebih anggun.. dan lebih pintar.. Mira lebih berharga daripada gadis tidak dikenal itu""Tsk, jangan jadi buta hanya karena dia adik kandungmu, apa yang ingin kau buktikan dengan melakukan hal itu?"
"Dalam sehari kau membuat hubungan Eli dengan keluarganya rusak, dasar pembawa sial!""Kau bukan anakku dan aku tidak tahu siapa kau!"
Gadis itu tersungkur di lantai, tangannya memukul-mukul lantai marah, kecewa.
Kenapa? Kenapa dirinya harus dilahirkan sebagai Moca? Kenapa ia tidak mati saja di ruangan gelap itu? Kenapa tidak kembarannya saja yang hidup dan dia yang mati? Kenapa ia justru menjadi beban bagi Liel? Kenapa.. kenapa semakin lama ia hanya semakin percaya, bahwa ia pembawa nasib buruk?
"Aah!" Ia memukul lantai lebih keras. Begitu keras hatinya menyalahkan dirinya sendiri hingga ia mengabaikan suara Liel yang memanggil di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca
Ficción históricaTerlahir sebagai pembawa sial ? Tema : Kerajaan . . . Kritik dan saran sangat diperbolehkan :) Bukan plagiasi dan tidak boleh :v revisi berlangsung sangat pelan karena sibuk #1 princess 07-08-2021 tanggal ditulis: 30-3-2020 s/d 01-01-2021