Keluarga George memasuki aula istana dengan suasana megah, mencuri perhatian para hadirin.
Kepala keluarga George dengan istrinya yang masuk dengan tegap dan rapi dari atas rambut hingga ke ujung kaki. Sementara Eli George berjalan berdampingan dengan Mira yang melingkarkan tangannya pada lengan Eli.
Setidaknya mereka menundukkan kepalanya sekali didepan keluarga kerajaan, pikir sang Ratu yang malas dengan bagaimana semua perhatian tertuju pada patih itu.
"Tidak terasa, kami sudah hidup makmur begitu lama berkat kepemimpinan Raja dan Ratu Emeria." Kepala keluarga mengucapkannya dengan penuh karisma dan senyum tulus. "Selamat ulang tahun ke 50, Ratu Edelweiss, semoga berkat melimpah menyertai Anda dan seluruh kerajaan."
"Terima kasih, Tuan dan Nyonya George, kami juga berharap kedepannya Anda terus membantu berkembangnya Kerajaan Emeria" Formalitas. Sang Ratu mengalihkan pandangannya pada Eli dan Mira. "Ah.. tampaknya rumor yang mengatakan hubungan kalian sangat baik itu nyata.. Aku senang melihatnya" Yah, Ji dan Ai tidak pernah lagi saling bergandeng tangan, sudah lama sekali.
Eli dan Mira tersenyum senang.
"Silahkan nikmati pestanya"
Moca hanya tersenyum miring mengamati betapa indahnya interaksi mereka. Ia tidak pernah bilang tidak iri, tapi baru kali ini ia merasa sangat ingin berada di posisi Mira. Andai.. Tidak tahan dengan pikiran tidak masuk akalnya ia memilih untuk keluar dari aula tersebut, tanpa sadar memasang wajah yang masam.
Gadis bersurai merah itu tampil anggun dengan gaun merah gelapnya. Begitu berbaur dengan para hadirin yang lain, ia langsung mendapat sapaan hangat dari teman-temannya, tetapi ia tidak melepaskan lengan kakaknya. Dari pagi gadis itu sudah lengket dengannya, Eli melayangkan pandangannya ke sekitar untuk mencari sosok gadis yang sekilas ia rasakan keberadaannya ketika masuk ke ruangan.
"Eli.. tidak bisakah kau fokus padaku saja? Kita jarang sekali bertemu.." Mira menyadari Eli yang sibuk mencari hal lain, "Apa ada orang yang kau cari?"
"Entahlah, sepertinya ia tidak ada disini" Gadis itu mengangguk tenang. "Eli.. sekalian saja mengapa nanti kau tidak pulang bersama dengan ku ke rumah?"
"Huh?"
"Kita pulang ke rumah sore nanti bersama ayah dan ibu.."
"Aku tidak yakin dengan itu, aku memiliki sesuatu untuk dilakukan" Eli mengambil minuman dari nampan pelayan dan menyerahkannya pada Mira sebelum mengambil untuknya. "Ey, masa pangeran tidak meliburkanmu?"
"Aku ada acara dengan temanku" Mira mengernyit, "Temanmu??"
"Sahabat" Eli membenahi.
"Apa Mira masih kalah jauh dibandingkan sahabatmu itu? Lagipula kau juga pasti tidak akan lama-lama dirumah.." Mira memajukan bibir bawahnya.
"Jangan berpikiran begitu.."
"Kalau begitu biar aku bertemu dengan sahabatmu itu"
"Aku sudah bilang ia tidak ada disini"
"Jangan bilang kau mempunyai pacar kali ini- Oh, Madam Sarah!" Mira tersenyum senang melihat Sarah menghampirinya, tapi entah kenapa ia juga merasa ada sesuatu yang ia tidak sukai. "Maaf mengganggu, jangan lupa bunga epiphyllum layu bersamaan dengan mekarnya teratai, Eli."
Lelaki itu langsung menangkap ucapan Sarah. "Dimana?" Eli mengikuti arah lirikan Sarah dan melepaskan tangan Mira dari lengannya, berjalan menjauh.
"Eli_ kau mau pergi kemana_" Tubuhnya dihalangi tubuh Sarah, "Mira, kakakmu sedang menjalankan tugas lainnya.. mengapa kau tidak berbincang denganku saja?" Mendengar kata tugas disebutkan, Mira hanya bisa pasrah. "Yah.. Madam Sarah adalah pendengar yang lebih baik daripada Eli"
Gadis itu terpaksa tersenyum.
"Ji, berdirilah" Sang Ratu memberi kode yang tidak dimengerti. "Ada apa, mother?" Ji berhadapan dengannya.
"Kau seharusnya tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Mira sedang tidak bersama dengan Eli, mengapa kau tidak mengajaknya berbincang?" Ji melihat kearah dimana mata sang Ratu terfokus. Ai yang lelah dengan bagaimana cara Ibunya memaksa perjodohan memutar matanya malas.
"Tapi_"
"Ji!"
Ji tersenyum hambar, ia juga melihat senyum miris yang kakaknya tujukan padanya. Ia berjalan turun dari mimbar, menyapa beberapa teman pemuda lainnya sebelum menuju sosok gadis itu.
"Lady Mira." Jantungnya sudah berdegup kencang mendengar namanya dipanggil. "Siang, Pangeran Yo" Justru Sarah yang menjawab.
"Madam Sarah, kalau Anda tidak keberatan.. Saya ingin berkomunikasi pribadi dengan Lady Mira.." Sarah tersenyum mendengarnya, Ia tahu betul Mira menyukai Pangeran Yo.
"Tentunya kalau Lady Mira juga tidak keberatan"
"Hmm, kurasa aku tidak bisa menolak ajakan dari seorang Pangeran di tempat seramai ini, bukan begitu?" Tampaknya Mira juga tau seberapa pentingnya menjadi hard-to-get woman.
"Anda baik sekali, Lady" Ia mengulurkan tangannya, menunggu Mira untuk meraihnya. Mira meraihnya dalam diam, ia takut detak jantungnya terasa saat ia menyentuh tangannya.
Ji melirik ke arah kakaknya dan tersenyum puas. Ai hanya tersenyum balik, "Bodoh, ia malah menunjukkan karismanya" Ai tahu betul gadis itu sudah menyukai adiknya sejak ia sering pergi ke Istana.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca
Historical FictionTerlahir sebagai pembawa sial ? Tema : Kerajaan . . . Kritik dan saran sangat diperbolehkan :) Bukan plagiasi dan tidak boleh :v revisi berlangsung sangat pelan karena sibuk #1 princess 07-08-2021 tanggal ditulis: 30-3-2020 s/d 01-01-2021