Seleksi keprajuritan sudah selesai jumlah pasukan mereka bertambah 31.347 orang. Pelatihan para prajurit semakin digiatkan. Kepatriotisan mereka diuji.
Begitu juga dengan Istana prajurit, 30 pemuda didalam istana itu termasuk sepi, tetapi kalau ditambah 30 lagi, sesak.
Hari itu, terkumpul 24 pemuda yang sudah sampai ke Istana pada siang-sore hari. Sementara Andrass dan kawan-kawan berlatih, Sarah harus menjamu mereka segala sesuatunya.
Pemuda berusia 14 sampai 20 an itu berbeda sifat dengan para pemuda yang sudah tinggal lama di istana. Mereka bertanya-tanya mengapa ada seorang wanita mengurus asrama pria. Beberapa merasa canggung, tapi merasa bangga karena telah terpilih jadi calon-calon jenderal. Mereka sampai ke Istana setelah perjuangan keras, mereka pantas mendapatkannya.
Istana prajurit juga bukan main-main, bangunannya luas dan terpajang banyak perabotan dan karya seni mewah.
Para pemuda itu akhirnya berkumpul di ruangan ketika malam telah tiba, mendengar ada ocehan pelan dari sekumpulan manusia berkeringat pulang latihan.
Penghuni lama itu masih cekekehan, baru terdiam ketika menyadari ruang tengah mereka terlihat ramai, banyak orang tidak jelas. Hanya beberapa penghuni lama yang sekedar menyapa kilas. Yang lainnya tampak cuek melanjutkan percakapan mereka sembari menuju kamar masing-masing, membiarkan para pendatang baru yang berharap sambutan hangat persaudaraan itu melongo.
Saat makan malam pun, seolah terbagi dalam dua divisi. Penghuni lama yang makan dengan ramai dan penghuni amatiran yang hanya diam dengan suasana tidak nyaman. Tetapi di mata Sarah, dibagi jadi anak iseng sok-sok keren, dengan anak baru sok-sok kalem.
Sarah pergi ke ruang tengah, masih menunggu 3 anak yang belum juga sampai ke istana. Ketika tiga anak berlari masuk, iya hanya berdeham pelan. "Ikut aku" Sarah langsung membawa 3 pria itu masuk ke dapur untuk makan bersama yang lainnya. "Kau sekamar dengannya, nanti kau tunjukkan kamar mereka." Pemuda yang kena tuturan mengangguk tegas.
Gadis itu terbelalak melihat siapa yang baru saja masuk dan berjalan duduk. Ia berusaha untuk tetap kalem. Rey, Loi, Siam, tidak salah lagi itu mereka.
Tidak lama setelahnya, Eli juga turut bergabung, mengusir Roy dari kursinya hanya untuk makan dekat dengan Moca.
"Hai, aku Roy"
"Rey"
Roy berpindah tempat duduk ke depan anak baru itu. "Cih, orang tua kita tidak kreatif sekali."
Moca berjalan santai mengikuti Eli menuju ke kamarnya, agak bersembunyi di samping tubuh Eli. Untungnya Rey masih tidak menyadarinya.
.
.
.
Suasana pagi jadi tambah ramai. Mereka saling berkenalan satu sama lain. Yang penting ia jangan sampai mencuri perhatian pria itu.
"Kau cewek?" Seseorang pemuda menghadang jalannya,
"Cowok." Moca menatap mata pemuda itu malas. "Tubuhmu kecil, lagipula kenapa rambut panjang segala?"
"H."
"Kenapa diem? Namanya siapa? Umurnya berapa?" Moca menatap bingung lelaki di depannya.
"Mo. 13"
"Salam kenal, Barned Wolff, 16 Tahun" Moca mengangguk, cepat-cepat melangkah menjauh. "Apa kemaren telat?" Agak bingung ketika Barned malah mengikutinya.
"A_Andrass!" Moca langsung nyelimur membuat Andrass berjalan kearahnya. "Hm? P?" Andrass merespon seperti bagaimana biasanya Moca kepadanya.
Ia langsung mengernyit melihat ada anak asing yang mengikuti Moca. "Siapa?"
"Barned" Barned mengulurkan tangannya ramah. Andrass menyalami balik sambil berpikir.
"Ohh, dikira anak baru sama anak kepoan ini?" Andrass tersenyum miring. Menatap Barned dengan nakal, "Yang satu ini anaknya susah diajak bicara, pelit makanan, kaya cowok tapi cewek, pfft," Andrass puas sekali melihat ekspresi kesal Moca.
"Beneran cewek?"
"Mana ada, lah, ini asrama cowok semua, se-Madam Sarah juga, ga usah tanya yang ga perlu dong" Andrass melingkarkan tangannya ke bahu Moca. "Pergi aja sonoh" Andrass mengarah Moca pergi ke lapangan.
Semacam basa basi, Pascal tidak ragu memberi mereka waktu untuk saling berkenalan. Hal yang paling ditakutkan Moca datang. Pascal memang orang yang tidak terduga, Moca tidak berpikir kalau seseorang yang gila latihan itu tiba-tiba menyempatkan waktu untuk perkenalan.
"Hmm, sepertinya guru suasana hatinya sedang baik" mendengarnya, Moca mengepalkan tangan. Kenapa harus disaat-saat ini?
"Mulai dari barisan depan, kalian mendapat kesempatan berjalan ke depan dan memperkenalkan diri" Baik dari murid yang lama maupun murid yang baru.
"Andrass, ijinkan aku ke Pascal, aku kembali ke Istana" Moca berbalik santai. "Eits, Pak! Mo mau bolos nih!" Sialan memang yang namanya Andrass. "Dari pagi kau jelas baik-baik saja. Jangan sombong dong, memperkenalkan diri aja gak mau" Andrass berbisik di dekat telinga Moca.
Termasuk Moca hanya bisa terdiam ketika disudutkan teman sendiri. Ia harus menunggu gilirannya. "William Robane, 15 tahun" Perkenalan itu terus berlanjut.
"Roy Philip, 15 tahun"
"Andrass, plis, ijinin kebelet.."
"Ck, udah sana maju" Andrass malah mendorong punggung gadis itu berjalan maju ke depan. Tidak ada pilihan lain, "Mo, tiga-"
"Monica!" suara kas Rey itu terdengar jelas.
"ck, tiga belas tahun, MALE gender"
"Pfft," beberapa dari mereka terkekeh. Moca itu menatap kesal pada Rey, sementara yang lainnya senang sekali dengan fakta "tidak hanya mereka yang terbodohi."
Sementara Andrass malah terkagum. Gadis itu tampak tenang sekali, dan menyadari "oh, ada pemuda yang mengenal wajahnya dengan nama Monica, pantesan tadi kebelet segala".
Mengerti masalah yang tengah terjadi, Andrass ikut lebih waspada. Setiap kali Rey, Siam, dan Loi ingin mendekat, Andrass pasti menghalang mereka.
Butuh 6 tahun sekedar mengetahui nama sederhana itu.
Monica George.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Moca
Historical FictionTerlahir sebagai pembawa sial ? Tema : Kerajaan . . . Kritik dan saran sangat diperbolehkan :) Bukan plagiasi dan tidak boleh :v revisi berlangsung sangat pelan karena sibuk #1 princess 07-08-2021 tanggal ditulis: 30-3-2020 s/d 01-01-2021