Monice06

187 28 3
                                    

Anya tidak mengerti kenapa ia mendapat pandangan manis dari pemuda yang lebih pendek darinya itu. "Ada apa?" Ia mengernyit. 

"Aku hanya ingin menyapa." Lagi-lagi ia mendapati jawaban yang sama. Anya juga mengetahui kalau selama di medan perang, sesekali ia mendapat perhatiannya. 

"Kenapa kau sering sekali memperhatikanku?" 

"Keren, menurutku kau keren." 

Mendengar pernyataan yang blak-blakan seperti itu Anya hanya bingung harus bagaimana.

"Apa yang menurutmu keren dariku?"

"Di Kerajaan Emeria hampir sama sekali tidak ada prajurit perempuan. Melihatmu memimpin di tengah peperangan dengan identitas wanita, kelihatannya tidak ada diskriminasi terhadap pejuang wanita di Kerajaan Anaran." Anya mendengus menanggapinya. 

"Aku tidak didiskriminasi karena aku adalah pengecualian. Siapa juga yang berani macam-macam dengan anak Komandan, meskipun statusku hanyalah anak angkat." Moca mengangguk mengerti. "Omong-omong, apa kau tidak merasa keberatan dengan pandangan orang-orang?" Anya bisa melihat para pasukan lainnya yang memandang tidak suka ke arah Moca. 

"Hahah, benar juga, urusanku disini sudah selesai, sebaiknya aku cepat-cepat kembali." Moca berjalan hendak mencari kudanya. Tapi Anya tidak melewati detail kecil yang ada di depan matanya. 

"Kau.. perempuan ya?" Pinggang yang kecil, suara yang halus, dan wajah yang feminim, Anya jadi yakin. Moca hanya tersenyum kearahnya, kembali mencari kudanya kalau saja Anya tidak menarik tangannya masuk ke dalam camp lebih dalam lagi. Tentu saja, untuk menghindari pengawasan Raja Anaran. 

Moca hanya mengikuti kenalan barunya itu. "Jadi, kau barusan menghina pasukan Anaran dengan menyetujui kalau kau adalah perempuan?" 

Antar alis Moca jadi berkirut. 

"Apa yang kau katakan? Lebih baik biarkan aku kembali ke tempat asal." Ia melepas pegangan tangan Anya setelah merasa bukan hal baik yang akan terjadi. Tetapi Anya langsung mencengkeram tangan Moca kembali. 

"Lady.." Melihat satu titik hitam yang ada dibawah matanya ia jadi yakin. "Leo.. kau gadis yang dibicarakan oleh Leo, kan?"

Moca mengernyit, ia tidak kenal siapa Leo yang dibicarakan lawan bicaranya, yang ia ingat Liel hanya bercerita kalau ada satu pejuang perempuan di Kerajaan Anaran yang sangat menonjol. Lagipula itu adalah kejadian lama dan Liel hanya lewat sebentar, jadi Anya mungkin sudah lupa. "Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan" Ia segera menarik tangannya dan beranjak keluar dari situ. 

"Oi.." Anya berbincang pada para pasukan laki-laki yang sebagian luka-luka itu. "Gadis ini adalah upeti perdamaian kerajaan Emeria dengan kerajaan kita.. secara khusus kepada pasukan." Moca sama sekali tidak mengerti maksud perkataan Anya. 

"Aku sudah membawanya kesini, jadi selamat bersenang-senang.." Anya berjalan keluar dari situ dengan seringai kecil. Moca tetap berjalan mencari cara agar sampai ke kudanya, tetapi perkemahan disitu terlalu padat dan jalannya tidak pasti, sehingga ia cukup bingung harus melawati jalan yang mana. 

"Oh.. nona?" Moca langsung berbalik merasa orang mengikutinya dari belakang. "Hahah, tidak perlu takut, kami tidak akan melukai harga dirimu, nona kecil.." 

"Aku harus mencari kuda yang aku taruh didepan perkemahan. Apa anda tahu jalan tercepat menuju ke sana?" Moca tersenyum hambar, ia tidak tahu ia dalam situasi apa saat ini selain tersesat. 

"Hm? Aku juga tidak tahu, tapi aku memiliki peta perkemahan di dalam tenda, apa kau mau melihatnya?" Moca agak curiga mendengarnya. Pasukan menyimpan peta perkemahan? Tapi ia mengikut saja ketika tangannya ditarik masuk ke dalam tenda. 

Moca menunggu pemuda itu mencari peta diantara barang-barangnya. Tetapi peta itu tidak pernah ada. Pemuda bertubuh kekar itu menyeringai kecil ke arahnya. Seolah diberi alarm waspada, Moca segera berlari keluar, tetapi belum juga ia membuka kain tenda, ianya sudah terseret kebelakang. 

Ia hendak menghunuskan pedangnya andai saja tangannya tidak dikunci. Kaki, Ia mendorong tubuh kekar itu dengan kakinya. "Lady Anya!" Ia pikir sebagai sesama perempuan di medan perang, mereka mengalami nasib yang sama dan bisa mengenal lebih baik, ternyata ini jauh dari yang bisa ia bayangkan. 

"Ck, kau masih tidak tau juga kalau Komandan Anya yang membawamu kemari kedalam situasi ini?" 

"Apa yang mau kau lakukan? Lepas!" Semuanya terkunci, ia tidak bisa lepas dan tidak tahu harus bagaimana. Tepat ketika salah satu tangan kekar itu mengarah ke kerah bajunya, tangannya yang bebas segera menghunuskan pedang dan menyayat paha pria itu. 

"Argh! Sial! HEI!" Moca terjatuh terkena tamparan kuat itu. "Hey, bantu aku bunuh jalang ini!" Ia meminta tolong pada teman-temannya yang berada di luar tenda. Sehingga mereka segera masuk untuk melihat apa yang terjadi. 

Tapi tangan Moca sudah memegang pedangnya erat. "Aku adalah perwakilan perdamaian yang dikirim dari Kerajaan Emeria! Jangan mendekat!" 

"Tidak, Komandan Anya jelas-jelas bilang ia bukan perwakilan melainkan upeti."

"U-upeti? Upeti apaan yang bawa-bawa pedang? Aku hanya berbincang dengan Lady Anya sebentar karena Liel maksudku Leo pernah menceritakannya padaku, aku tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba terlihat marah." Ia sedikit panik menjelaskannya. 

"Apa yang kau bicarakan? Leo?" Ketiga pemuda itu mengernyit, "Kau kenalan Leo? Leo yang pernah komandan cari kemana-mana tetapi tidak pernah ketemu?" Sebenarnya Moca tidak mengerti, ia asal mengangguk saja. 

"Ck, kau siapanya Leo?" 

RUN! Bodo amat dengan siapanya siapa. Ia harus kabur dari orang-orang itu.

Begitu ia sampai ke kudanya, "Alma, lari." Ia memacu kudanya yang bernama Alma untuk berlari sekencang mungkin. 

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang