MOLI.22

290 39 1
                                    

"Andrass.." Sudah beberapa hari, gadis itu kembali merajuk melihat Andrass dan Eklis masih saja menggelar kasur dilantai kayu. 

Ia melihat Andrass sudah bertindak seperti biasa tapi tetap saja ia menolak untuk berbagi tempat tidur. Dari hal itu ia menyimpulkan sesuatu, bahwa ia adalah masalahnya. Akan tetapi, meskipun ia mencari-cari kesalahannya sendiri, ia tidak menemukan satupun. 

Andrass dan Eklis sudah tertidur, sementara ia sembari mengantuk menatap dua gestur tubuh itu di pinggir dipan. Ia ingin bertanya, tapi lebih memilih menunggu Andrass untuk mengatakannya sendiri. 

Terlebih lagi, Eli dan Pangeran juga sudah kembali ke istana. Hubungannya dengan Andrass juga tidak membaik, mereka jadi jarang berbicara satu sama lain. Sementara ia tidak begitu dekat dengan yang lain. Ini menjadi sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ia menyibukkan diri dengan latihan jadi ia tidak merasa sepi. 

Tapi berbeda rasanya ketika orang yang ia anggap teman itu menjauh tanpa sebab. 

Masih dalam posisi tidur, kakinya perlahan turun menyentuh lantai, kemudian tangannya menahan tubuhnya dilantai sebelum akhirnya ia berbaring tepat disamping Andrass. 

Benar, dinginnya lantai masih terasa meskipun sudah dilapisi selimut. 

Andrass memiliki postur tubuh yang tinggi, sehingga ia hanya berada di balik punggungnya saja. Setidaknya itu sedikit hangat. Tidak, tubuh mungilnya merasa kurang hangat. 

.

Cahaya matahari masuk melalui celah-celah. Ia mengusap matanya pelan sebelum memposisikan dirinya dalam posisi duduk, tetapi sepasang tangan itu mengejutkan dirinya. 

Ia melihat ke arah perutnya, tangan itu memeluknya erat. Pantas saja punggungnya terasa hangat. Ia melepas tangan itu pelan-pelan dan memosisikan dirinya duduk. Ia menghela napas. "I told you, it's cold.." 

Moca membuka matanya pelan, ikut memosisikan dirinya duduk. "Apa yang kau lakukan?" Andrass bertanya padanya, mendapati ia tidur dilantai. 

Moca melirik ke belakang melihat ke dipannya. "Aku terjatuh" Jawabnya singkat kemudian kembali melihat Andrass. Mata Andrass turut menatap matanya. "Okay." Ia berdiri tetapi tangan Moca mengait dengan tangannya. 

Andrass menatapnya balik seolah bertanya: "Apa?"

"I'll be your servant boy for a day." Mata Andrass melebar mendengarnya. Pertanyaan itu berarti bahwa Moca bersedia menjadi budaknya untuk sehari. "Tapi setelah itu jangan mengabaikan aku." Andrass sedikit terkejut mendengar perkataan itu. Ia melihat mata yang menatap matanya, meskipun gadis itu mengatakannya tanpa ekspresi itu karena dia takut untuk menunjukkan ekspresinya. 

Gadis itu terdiam sejenak. "Apa_ Moca_ Kau_" Gadis itu bingung sendiri meruntut kalimatnya. "Jangan begitu pada Moca." Ia ingin menanyakan banyak hal, mengapa Andrass menghindarinya, ataukah Andrass mengetahui siapa dia sebenarnya, atau ia melakukan kesalahan, tapi yang keluar hanyalah 4 kata. 

Melihat gadis itu tengah duduk di lantai sedangkan ia berdiri membuatnya benar-benar terlihat mungil. Ya, mungkin ia yang terlalu berlebihan. Yang ada dihadapannya bahkan tidak lebih dari gadis 11 tahun. Apa yang selama ini ia khawatirkan? 

Ia berpikir sebentar bagaimana mengatasinya, hingga akhirnya tangannya mengacak rambut pendek Moca. "Kau membuatku lebih baik. Terimakasih." Mereka berhadapan hingga akhirnya senyum mengembang pada wajah mungilnya. 

.

.

.

Kedua orang itu mengambil langkah panjang masuk ke ruang rapat istana. Wajah mereka tampak serius setelah apa yang dikatakan oleh perwakilan. 

Mereka mendorong pintu besar itu, masuk ke dalam ruangan berisi anggota kerajaan dan beberapa orang penting. "Salam, Ayah" Ji menaruh lengannya di dada dan sedikit membungkuk, sementara Eli harus menaruh salah satu lututnya ke lantai untuk memberi salam. 

"Ya, bergabunglah." Mendengar perintah dari raja, mereka segera menempatkan diri mereka bergabung dalam meja besar itu. 

"Kerajaan Barat Daya dan Timur Laut mulai membuat pergerakan untuk mengumpulkan pasukan besar-besaran." Perkataan itu membuat sebagian besar dari mereka langsung mengernyit dan memasang tampang serius. 

Habisnya itu baru 5 tahun yang lalu mereka berhasil memperluas kerajaan mereka dengan perang, dan sudah ada saja peperangan yang akan kembali. 

"Kau pikir untuk siapa lagi mereka menyiapkan pasukan, kalau bukan untuk menyerang kerajaan kita?!" Raja sedikit geram. "Apakah kita kurang seram dalam mendidik pasukan kita? Apakah kita kurang kuat? Apakah kita terlalu pengampun terhadap musuh kita, sehingga mereka berani meremehkan kita dan selalu mengangkat bendera merah pada kita? Hah?!" 

Suara itu membuat mereka mengernyit lebih jauh, sementara beberapa orang tetap kalem. "Kalian pikir kita akan menang melawan dua kerajaan sekaligus?" Sang Raja melirik matanya pada setiap orang dimeja itu. "Baiklah, kalian percaya diri kalian menang. Tapi tentunya tidak hanya satu dari negara kita yang akan gugur untuk melawan mereka!" 

"Lagipula bagaimana mereka bisa menyempatkan diri mereka berkomplot ketika negara mereka harus menyebrangi negara kita untuk saling berhubungan? Huh?!" 

"Yang Mulia, kami sudah memastikan perdagangan mereka dengan hati-hati. Bagaimanapun itu mereka jelas kesulitan untuk melakukan komunikasi." Seorang bangsawan itu mulai bersuara. 

"Pasukan yang berada pada saya semua dapat dipastikan kuat." Suara Bass dari keluarga George itu keluar, ayah dari Eli. 

"Yo Ji, kau! Periksalah negara Timur Laut! Apa yang mereka lakukan, rencana mereka, dan yang mereka lakukan di perbatasan." Sang Ratu akhirnya turut bicara. "Eli, kau yang akan bertanggung jawab atas informasi dari negara Barat Daya!" 

Eli mengangguk mengerti. "350.000 pasukan kita didik mereka dengan baik! Kita tidak tahu akan secepat apa mereka menyerang kita! Fasilitasi mereka dengan benar!" Semua orang disana menunduk mengerti. Merekalah yang bergerak dalam industri perdagangan, pengrajin besi terbesar, pertambangan terbesar, pelatih pasukan terbesar, yang mendonasikan jerih payah mereka kepada negara. 

Mereka keluar dari ruangan tersebut. Seorang, dan beberapa orang. 

"Aku percaya mereka belum banyak bekerja, mereka baru saja bergerak. Kita akan kumpulkan informasi pokok terlebih dahulu." Eli mengangguk mendengar Ji. 

"Malam ini istirahatlah, besok pagi kita berangkat." 

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang