MOLI.9

531 66 1
                                    

"Ma'am! Di mana Mocha?" Eli yang baru saja kembali ke kamarnya langsung berlari keluar menanyakan keberadaan Mocha pada Sarah. 

"Aku memberinya kamar baru." 

"Ah.." Eli sedikit kecewa.  

"Kamarnya berada di ujung sebelah kanan." Perkataan itu membuatnya lebih cemberut lagi. "Kenapa kau memberinya kamar yang jauh dariku?" 

"Tidak ada kamar yang kosong di deretanmu, Eli." 

"Kalau begitu kau bisa memindahkan kamarku agar dekat dengan kamarnya.." Eli berjalan menaiki tangga hendak menemui adiknya. "Dia sudah tidur, sebaiknya kau tidak mengganggunya." Eli terdiam, matanya kembali memandang kepada Sarah kesal, sementara Sarah tidak mengerti kenapa eli begitu sentimental tentang kondisi adiknya. "Kalau kau memang mau memindah kamarmu akan kulakukan, tidak ada alasan bagiku untuk menolaknya." 

Eli mengangguk mantap, kemarahannya sedikit berkurang. "Apa saja yang Mocha lakukan hari ini?" 

"Hm? Apa lagi? Aku hanya mengajarinya apa yang harus ia lakukan seperti biasa. Sikapnya begitu aneh jadi aku mengajarinya berbagai hal." Eli kembali merasa tenang. "Jangan rewel, kembali ke kamarmu." 

"Ah, baik, terimakasih, Madam Sarah." Ia tersenyum dan kembali ke kamarnya setelah mencuri pandang ke arah atas tangga. 

"Hah-" Ia hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku Eli. 



"Moca! Good Morning!" Ia menerabas masuk kamar gadis itu. Mendengar suara yang sangat dikenalnya itu ia langsung membuka matanya. "Uwah" Punggungnya terasa sakit, perutnya terasa ditarik dan kakinya pegal bukan main ketika ia berusaha mendudukkan badannya. 

"Ada apa Moca? kau tidak apa?" Gadis itu hanya mengangguk pelan dengan matanya yang terbuka lebar. "Moca mari kita lihat matahari terbit!" Eli sudah menggandeng tangan Moca erat. 

Gadis itu melihat ke arah luar jendela. Gelap. Badannya terasa aneh ketika di gerakkan, sehingga ia merentangkan tangannya ke arah Eli. 

Ia sama sekali tidak menolak dan langsung menggendong Moca dengan tangannya. "Kita akan naik ke loteng, pemandangan disana sangat bagus pada musim panas, aku yakin tidak cuma kita seorang yang berada di sana." Moca hanya mengangguk pelan. 

Ia masih mengantuk, ia memejamkan matanya sembari menyandarkan bahunya kepada bahu Eli. Lagipula ini juga kesempatan langka baginya karena Sarah tidak pernah menggendongnya. 

"Moca, buka matamu." Ia membuka malas matanya yang langsung membuka lebar. Ia mengaguminya dalam diam. 

Pemandangan akan matahari terbit dari antara dua istana dengan pelataran yang resik dan bunga yang bermekaran. Begitu rindang. Semilir angin dingin turut menyapa paginya. Semua orang yang sedang bersama-sama memandang dari atas loteng itu hanya terpaku, beberapa duduk di pinggiran atap turut memandangi pemandangan pagi. 

Tidak ada yang bersuara. 

Yang terdengar hanyalah kicauan burung yang mulai bangun dan keluar dari pohon untuk mencari makan.

Mereka juga bisa melihat pelayan istana yang mulai bekerja. 

Suasananya sangat damai. Matanya kembali melihat indahnya pemandangan alam, itu semua berkat Liel. "Thanks, Liel." Eli membelai wajah Moca dan tanpa sadar mengecup dahinya. 

"Oh, shit!" 

Ia sesaat lupa kalau ia tidak hanya berdua saja dengan Moca. Karena terlalu hening. 

Semua orang bisa mendengar bagaimana Moca mengucapkan terimakasih kepada Eli sehingga pandangan mereka tertuju padanya. ".. Eli.. Aku gak pernah ngira kau begitu menyayangi saudaramu." 

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang