MOLI32

234 32 0
                                    

Ji kembali ke gedung seni keesokan harinya hanya untuk mendapati berita gadis itu menghilang tanpa jejak. Ia hendak kembali ke Istana setelah mendengar kejadian itu, tidak menyangka bocah 13 tahun itu akan menghadangnya bersama dengan teman-temannya. 

"Apa yang hari itu kau katakan padanya? Huh?" Dengan tinggi 162, ia masih bisa meraih kerah kemeja Ji. "Ia tidak tampil ke kelas dan menghilang begitu saja setelah bertemu denganmu" 

Arka dan temannya hanya bisa diam. Mereka juga khawatir, teman mereka menghilang begitu saja. "Aku hanya mengatakan padanya alasan ia tidak bisa lulus dalam waktu cepat, apa itu menjadi kesalahanku membuatnya kabur? Guru-guru itu yang tidak meluluskannya."

"Rey, hentikan." Hannah langsung gerak cepat dari kejauhan untuk berlari, dan medorong dada Rey pelan. Membisikkan ke telinganya, "Dia Pangeran Kerajaan Emeria, melukainya sedikit saja kau bisa dipenjara." Rey langsung melepas cengkeramannya lemas. Pantas saja pemuda itu terlihat begitu percaya diri dengan tindakannya. 

"Ck, Hannah aku akan kemari lagi." Ia merapikan kerahnya sebelum melenggang keluar. Hannah membungkuk sampai sosok itu tidak ada lagi di pandangannya. 

Arka dan teman-temannya langsung menghampiri, penasaran apa yang terjadi. "Arka, kau tidak cukup" Rey mengarah pada emblem keluarga Alphard, seorang Marquess Kerajaan. Dari perkataannya, hanya dua orang pemuda yang lebih tinggi dari pada keluarganya Duke Eli George dan Pangeran Yo. 



Ah benar. Gadis itu tiba-tiba teringat teman barunya. "Apa mereka khawatir aku pergi begitu saja?" gadis itu bergumam sementara Sarah tengah memotong rambutnya. "Hnn, kau memikirkan temanmu?" Sarah menyahut. Gadis itu mengangguk. 

Sarah menghela napas mendengar gadis itu menyebutkan nama-nama pria. "Apa gunanya aku menyekolahkanmu disana kalau ujung-ujungnya cuma bisa berkomunikasi dengan pria" Gadis itu terkekeh. "Sarah, apa kau memang berpikir bahwa aku bisa lulus dari sana?" Moca menanyakan hal itu secara langsung. 

"Eun, awalnya aku pikir akan membiarkanmu disana.. Kalau nantinya Eli tidak terima kau berada disana, aku yakin ia bisa mengeluarkanmu dari sana dengan mudah.. Meskipun aku yakin Eli akan lebih memilih kau untuk sekolah disana selama yang kau bisa." 

"Jadi aku pulang terlalu cepat? Padahal aku pikir aku harus pulang sebelum Eli.." Moca kemudian mengernyit, "Sarah.. maksudmu kau akan membiarkanku berada di sana jika memang begitu keadaannya?" Moca bisa melihat dari pantulan cermin, wanita itu mengangguk. 

"... kenapa?" Ia agak tidak percaya diri menanyakannya. "Aku ingin kau keluar dari militer" 

Moca langsung memutar tubuhnya menyamping, menatap Sarah. Ia meminta penjelasan. "Akan ada perang" Sarah menaruh untai rambut Moca kebelakang telinganya. 

Moca memiringkan kepalanya, ia bisa mengerti, tapi tidak ingin mengerti. "Aku tau aku yang mengirimmu kepada Pascal.." Kedua tangannya memegang pundak gadis itu. "Aku hanya tidak ingin kau terluka" Tangan Moca menggantung pada lengan Sarah. 

"Aku baru tau, Madam terkadang tidak masuk akal.." Moca tersenyum tipis. "Keputusan Sarah untuk mengirimku ke sana.. tidak perlu diragukan lagi aku sangat senang.." 

"Moca kau tidak tau betapa mengerikan_" Ia berhenti ketika Moca memotong ucapannya.

"Liel.. tujuan Moca. Dari awal hanya untuk bersama dengan Liel" Ia tersenyum lembut. "Omong-omong.." Ia kembali menatap ke arah cermin, "Kenapa rambutku masih panjang?" Tidak ada bedanya ketika ia melihat rambut sepanjang bahu itu. 

"Bukankah itu normal bagi seorang gadis untuk memanjangkan rambutnya?" Sarah pura-pura tidak mengerti. "Hmm, tapi kak Louis juga punya rambut yang jauh lebih panjang. Apa aku biarkan seperti ini saja?" Moca bodo amat akan gaya rambutnya. 

"Aku akan membersihkan kamar Liel" Gadis itu segera beranjak keluar dari kamar mandi menuju kamar kakaknya. Perasaannya mengatakan sebentar lagi mereka akan segera bertemu. 


"Bagaimana?" Mereka langsung berdiskusi segera setelah bertemu. "Mata-mata" Pernyataan itu membuat Ji mengangguk. "Mereka bekerja sama, tapi tetap akan sulit untuk menangkap mereka, terlebih lagi sepertinya mereka merencanakan dengan matang." 

"Tapi bukankah ini terlihat aneh? Mereka tidak melaporkan jumlah tentara kita yang sesungguhnya kepada negara mereka masing-masing dan sembarangan mengambil langkah" Eli setuju. 

"Perang akan menghabiskan tentara mereka dan juga mengurangi tentara kita.." 

"Apa kau setuju jika sebaiknya kita mengusulkan untuk perundingan damai? Peperangan ini tetap bukan sesuatu yang baik." 


Kalau peperangan tidak diadakan sekarang, hanya menunggu waktu hingga warga kehabisan bahan panganan dan kami bahkan tidak bisa memiliki harapan untuk memiliki wilayah kerajaan subur Emeria. Anya menatap langit yang penuh dengan bintang. 


"Kita bisa memberi bantuan makanan kepada mereka.." Ji mengangguk setuju. 

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang