MOLI.16

436 44 2
                                    

Gadis itu langsung kembali menengadah melihat tatapan tajam Sarah dengan wajah kaget. Kemudian ia melihat ke arah gadis remaja dengan ponytail, ia memiliki wajah yang memikat, hanya saja ekspresinya tengah terlihat marah.

Wajahnya langsung memerah, ia kesal, tersinggung, menyesal, dan sedikit merasa bersalah.

Sekejap air mata itu langsung menetes pada celananya. "Dia adalah Princess Yo Ai." Sarah menekan pengucapannya. "Hidupmu berada di bawah tangannya tapi kau baru saja melakukan tindakan tercela itu. Maaf Princess Yo, aku telah salah dalam mendidiknya, kau boleh menghukum kami." Sarah juga turut menundukkan kepalanya kepada Princess Yo.

Ai sendiri terkejut melihat Sarah memarahi anak kecil itu padahal ia sendiri tau kalau wanita itu cukup tidak menyukainya. Andrass yang melihat bocah itu menangis ingin bergerak membantunya tapi tangan Eli menutupi jalannya.

"Apa yang kau lakukan? Kau masih tidak meminta maaf?" tangan Moca langsung mengerat.

Ia perlahan berlutut, "Sorry.." suara itu sama sekali tidak terdengar karena ia tengah menahan tangisnya agar tidak meledak.

"Cukup Sarah, ia masih kecil.. kau mungkin menakutinya." Ai tersenyum miring melihat kejadian di depan matanya.

Eli yang melihatnya hanya menarik tangan Andrass, membawanya keluar.

"Hoo.. kau takut dengan putri itu rupanya.." Andrass menggoda Eli yang menggandengnya keluar. "Hanya bercanda." Ia langsung menjawab cepat ketika mendapat tatapan ganas Eli. "Tidak ada baiknya kalau ia tahu kita membela Mo." Andrass yang mengerti hanya turut diam.

"Kau bocah yang menarik.. Jangan sampai karena salah kira kau akan menjadi makanan para pria di medan nanti." Ai mengamati bocah yang sudah cukup tenang itu. Ia menurunkan satu lututnya, dan tangannya menarik dagu gadis itu

"Tidak, aku curiga." Ia berjalan ke samping gadis itu dan menendang pahanya keras tanpa ragu.

"A-akh!" Tangannya langsung menuju antar paha. "Uuh!" Ia tidak bisa tidak jatuh ke lantai untuk menahan rasa sakit yang sampai ubun-ubun itu. Eli dan Andrass juga langsung kembali takut hal-hal tidak mengenakkan terjadi. Princess Yo Ai.

"Oops, itu karena aku menduga kau perempuan." Ai sedikit terkekeh. "Sudahlah, kuanggap kita impas." Ia menatap ke arah Sarah sebentar kemudian berpaling dan pandangannya jatuh pada Eli dan Andrass yang tengah tercengang, ia kembali terkekeh. "Hahah, tenanglah aku tidak akan mencobanya pada kalian juga." Ia mengatakannya sambil berjalan keluar.

.

.

"Little boy, are you okay down there?" Andrass langsung mendekat pada Moca yang matanya berair menahan lara. "An_drass.. I'll make you pay for it!"

Sarah sendiri masih terkejut seberapa natural Moca bertingkah, bahkan urat di dahinya terlihat jelas. Eli langsung mendekat, ikutan tidak mengerti. "Moca, kau tidak apa?"

Sarah mengira Moca masih bertingkah selayaknya pria karena Andrass berada di sana. "Andrass, kenapa kau berada disini? Kembali berlatih di lapangan!" Yang terlihat di mata Andrass adalah Sarah masih marah karena kejadian barusan. "A_ah, aku hanya mampir hehe. Aku kembali.. Bye.." Ia menatap Moca dan Eli kemudian kabur pergi.

Melihat Andrass pergi, "Moca, sudah tidak ap_" Ketika ia melihat ke bawah, Moca masih merangkak kesakitan. "It really hurts.." Eli masih kebingungan, tapi tidak tahan melihat Moca berada di lantai, ia mengangkatnya dan membawanya ke kamar.

Merasa ada yang tidak benar, Sarah langsung menarik celana panjang Moca. "Benar, ia juga memiliki memar di bagian pahanya.." Sarah bergumam.

"Jangan sentuh, itu sakit" Sarah langsung menjauhkan tangannya. Mengingat seberapa keras Princess Yo menendangnya. "Istirahatlah." Merupakan satu-satunya solusi yang bisa ia beri.

Andrass hanya merasa ngeri dan ngilu selama pelatihan.

.

.

.

Hari hari terus berlalu..

Pemandangan sudah berubah menjadi gelap. Beberapa lentera bersama dengan kunang-kunang menerangi setitik kecil bagian gunung yang menjuru ke luar. Seorang lelaki berusia dua belas tahun itu lagi-lagi mendapati burung elangnya terbang dari arah istana menuju barat dengan surat yang terikat di kakinya.

"Rey! Apa yang kau lakukan, ayo makan!" Rey hanya mengangguk kemudian kembali fokus pada burung elang itu.

Rey bersiul dan burung elang itu segera datang ke tangannya. Ia menarik gulungan surat yang terpaut pada logam di kakinya. "Another code?" Ia kemudian menggulungnya dan menyangkutnya lagi. "Kembali mengirimkannya." Ia mengibaskan tangannya dan elang itu langsung terbang.

"Bagus, Rey, makanlah_" Rey mengangkat tangannya tanda menolak dan langsung berjalan masuk ke tenda. "Oi, selagi masih hangat!"

Sepasang mata yang hampir sama sekali tidak terlihat, milik kakek tua itu selalu mengamati Rey, ia mengikutinya masuk ke dalam tenda.

Rey menulis simbol yang ia lihat ke dalam kertas dengan penanya. Setelah itu ia kembali mengambil 2 lipatan lainnya dan menyandingkannya dengan yang baru. Ia berpikir apa yang sebenarnya ditulis dalam sandi itu.

"Itu mungkin surat dari mata-mata kerajaan barat." Suara parau itu membuat Rey mengalihkan fokusnya. "Kakek, kau mengerti apa isinya?" Kakek itu mendekat dan mengamati ketiga surat itu. "Itu bukan kode yang sederhana, aku sudah sering melihat kode-kode tapi"

"Tampaknya ia membuat alpabetnya sendiri." Rey semakin yakin, "Kalau begitu isinya pasti penting, aku ingin mengetahuinya."

"Hentikan itu, tidak ada baiknya kau terlibat dalam masalah kerajaan." Kakek itu sudah bungkuk jalannya dan berjalan dengan tongkat, tapi pancaran matanya bisa terlihat jelas kalau ia tengah melarang Rey.

Rey : "..."

"Makanlah bersama temanmu, tidak perlu memikirkannya." Kakek itu kemudian keluar dari tenda yang tidak lama kemudian Rey juga menyusul untuk menikmati kelinci bakar.

Mereka beranjak untuk tidur setelah membereskan makan mereka.

Pagi datang dan mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka. Suara air terjun sudah terdengar dari kejauhan, mereka melangkahkan kaki mereka kedalam hutan. Semakin kedalam mereka berjalan semakin terlihat keindahan yang tampil dengan warna pink ke unguan.

"Hutan Emeria.."

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang