MOLI.23

263 32 2
                                    

Acara yang dijanjikan Ratu akhirnya datang. Setelah mereka semua kembali dari utara, sedangkan Eli kembali dari selatan. 

Tidak hanya daging dan minuman beralkohol tetapi juga banyak makanan penutup lainnya seperti roti. Pesta makan itu dilakukan ketika mereka selesai berlatih. Mata mereka membesar mencium aroma daging dari lapangan istana belakang. 

Mereka langsung berlari ke lapangan belakang, melihat makanan yang tertata di beberapa meja bersamaan dengan para koki yang tengah memasak. Hanya sedikit dari mereka yang langsung mengambil makanan, kebanyakan dari mereka mematung menatap sosok Sarah yang tengah duduk di taman. "Madam, apa yang terjadi?" 

Sarah tersenyum melihat mereka hanya terdiam tidak berani memakan makanan itu bahkan ketika saliva mereka sudah mempersiapkannya. "Makanlah, ambil yang kalian semua suka, Ratu Emeria sudah menyiapkan semuanya untuk kalian." Ia mengangkat tangannya menyilakan. "Tapi, acara apa?" Rey berbicara, "Secara cuma-cuma?" 

Sarah mengangguk kecil, "Eum, anggap saja begitu." 

Mereka semua langsung tersenyum lebar. Mereka mulai berjalan mengelilingi meja-meja itu dan mengambil sesuatu yang menarik mata mereka. Bagi Moca, itu kali pertamanya melihat begitu banyak makanan di depannya. Matanya berbinar, segera mengambil kue-kue yang ada di meja, memasukkannya ke dalam mulutnya. 

Sementara beberapa pemuda lain langsung menyerbu botol-botol anggur. Bir, wine, whiskey, sparkling wine, brandy, rum, tequila, dan gin. Mereka tanpa ragu mencampur cairan itu dalam satu gelas kemudian mulai bermain sembari menikmati barbekyu. 

Moca mengumpulkan kue-kue itu di tangannya kemudian berjalan mendekat ke arah Sarah. "Sarah, kenapa kau hanya duduk saja? Kau juga harus menikmatinya." Sarah hanya mengangguk, mengambil satu kue dari beberapa yang Moca sodorkan. "Aku akan menunggu kalian semua selesai." 

Moca memiringkan kepalanya, "Kenapa?" 

Mata Sarah memandang ke arah para pria yang sudah meneguk gelas-gelas alkohol itu. "Minuman itu akan membuat orang menggila, dan aku yang harus mengurusnya." Moca mengikuti arah pandang Sarah. 

"Apa itu racun?" 

"Ya." Sarah menjawabnya dengan kesal. Moca mengamati pemuda yang terlihat senang itu kemudian kembali fokus pada kuenya, tidak peduli. Kue-kue itu habis dengan cepat sehingga ia memutuskan untuk kembali kesana mencari makanan lain. 

Ia duduk di kursi dekat meja penuh makanan itu, memakan daging dengan lahap. 

Seseorang berjalan mendekatinya, menekan kepalanya pelan. "Liel, ini enak sekali, kau harus mencobanya." Moca langsung menengok ke arah Liel dan menyodorkan garpunya. 

Eli mengambil garpu itu dan memasukkan daging yang tersangkut disana. Tetapi, mata Eli yang menangkap sesuatu lebih menarik berjalan kesana meninggalkan Moca. Gadis itu menatap kearah mana Eli berjalan. Racun. 

Bagaimanapun juga Moca kembali fokus kepada daging di piringnya. Ia percaya Sarah hanya bercanda ketika bilang itu racun, atau setidaknya ia percaya Sarah tidak akan membiarkan mereka mati meskipun itu benar racun. 

Hingga akhirnya semua orang disana menggila, Moca dapat mencium bau minuman itu dari mana-mana. Ia melihat wajah mereka yang memerah dan beberapa dari mereka sudah tertidur di meja, bahkan seseorang rela rebahan di atas salju. 

"Liel.." Nah, orang itu sudah menghabiskan dua gelas oplosan alkohol-alkohol itu. "Sarah!" Gadis itu segera berlari mendekat pada Sarah ketika mencium bau yang kuat dari Liel. 

Sarah menghela napas, ia berdiri, membiarkan gadis itu menempel pada dressnya. "Eli, kau sudah mabuk pergilah ke kamarmu." Sementara Eli tersenyum pelan, "Aku tidak mabuk.." 

Eli mendekat pada gadis itu, "Moca.." Tapi Sarah kembali menutupi tubuhnya. "Kalau kau tidak mabuk bantu aku mengurus para pemuda itu." Sarah mulai berjalan mendekat, mengatakan pada para pemuda itu untuk berhenti minum-minum dan kembali ke ruangannya. 

"Aish, Madam.. kami jarang minum-minum.." Pemuda itu kembali mencocop mulut botol itu. 

Oh, wow, racun itu benar-benar bekerja. Moca sedikit khawatir. "Moca kembali ke kamarmu." Moca sedikit tersentak mendengarnya, "Pergilah ke kamarmu!" Moca segera mengangguk dan berjalan masuk. "Mo_" Moca kembali terkejut ketika tangan Andrass menyentuh bahunya. 

"Hish" Buag! Liel segera menjotos wajah itu tanpa ragu. "Pergi ke kamarmu, mereka bau alkohol." Moca tersenyum miris mendengarnya, tapi tanpa melawan kakinya bergerak lebih cepat untuk menaiki tangga dan masuk ke kamarnya. 

"Eli.. bukankah tampaknya kau terlalu memerdulikannya?" seorang Pemuda lain mengatakannya melihat tingkah lakunya. "Kau selalu melakukan ini itu untuknya, seolah ia adik.. perempuanmu." 

Eli terdiam, "Jangan-jangan kau menyembunyikan sesuatu dari kami?" Pemuda itu berjalan mendekat. Mata Eli menatapnya tidak suka, "Apa yang kau katakan?" 

"Maksudku.. kau bisa saja menyembunyikan fakta bahwa adikmu itu seorang perempuan." 

"Tch, kau berani mengatakannya?" Tinju itu kembali melayang ke wajah pemuda itu keras. Membuat pemuda itu terjatuh, mengelus dagunya memeriksa apakah itu baik-baik saja. "Salahkah?" 

"Hentikan." Sarah menahan dada Eli. "Bawa dia ke kamarnya, berjalanlah sendiri ke kamar kalian sebelum keributan terjadi lebih besar!" Mereka mengehela napas berat, berjalan pelan, berjalan oleng menuju kamar mereka masing-masing. 

Andrass hanya menatap Eli pelan sembari terkekeh. "Begitu mereka tau kebenarannya, tamatlah riwayatnya." Eli yang mendengarnya hanya berdiri diam. 

"Kau juga kembalilah ke kamarmu, Andrass." Sarah mengalihkan pandangannya ke Eli, "kau juga." 

Eli tanpa berkata lebih lanjut memilih untuk naik ke kamarnya, meskipun ujungnya ia membuka pintu yang salah. 

Gadis yang tengah duduk di ranjangnya itu menoleh melihat Eli membuka pintu kamarnya. Tanpa suara, ia hanya mengamati kakaknya yang mabuk itu mendekat. "Moca.." Eli terduduk di hadapan gadis itu. "Hn?" Moca yang menatapnya menjawab singkat. "Panas sekali.." 

Moca sendiri masih merasakan dingin di ujung-ujung jemarinya. "..tidak ini dingin." Moca menatap heran. Melihat pakaiannya yang tebal, jemarinya mulai mendedah kancing kemejanya. "Feel better?" Tangan Eli membelai lembut dahi Moca hingga ke pipinya. "Thank you" 

Kini giliran Sarah, untuk menikmati minuman itu setelah memastikan semua pemuda itu masuk ke dalam kamarnya. "Ah.." Ia merasa begitu rileks, mengurus orang lain itu benar-benar tidak mudah. Ia membantu mereka membersihkan lapangan dan segera masuk berjalan ke kamarnya. 

My MocaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang