AFDS - 15. Peduli

287K 31.5K 3.3K
                                    

Senja duduk di bangku pinggir lapangan sembari memperhatikan teman-temannya yang sedang bermain bola. Materi pelajaran penjaskes kali ini tentang sepak bola. Sayangnya, Senja tidak bisa bergabung dengan mereka karena nyeri haid yang sekarang sedang dia rasakan. Badannya pun terasa lemas. Dari pada Senja pingsan di tengah lapangan, dia lebih memilih izin sakit dan duduk di pinggir lapangan.

Baru sebagian anak kelas 11 IPA 3 yang sudah berkumpul di lapangan. Sebagiannya lagi masih berganti baju. Sembari menunggu semuanya berkumpul, anak laki-laki mengajari anak perempuan tentang teknik dasar sepak bola. Beberapa kali Vinka mengaduh saat menendang bola. Dia tidak menyangka bola sepak akan sekeras itu. Senja yang melihatnya pun terkekeh. Bola sepak memang terlalu keras untuk Vinka yang suka bermain squishy.

“Lo gak ikut olahraga?” tanya seseorang membuat Senja terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba.

“Enggak.”

“Kenapa?”

“Perut gue sakit.”

Orang itu langsung menoleh. Tatapannya menelisik memperhatikan wajah Senja yang terlihat pucat.

“Kalau sakit mending gak usah sekolah tadi,” saran orang itu dengan enteng. Memang baginya tidak masuk sekolah itu hal wajar.

“Emang gue lo, yang dikit-dikit bolos sekolah!” cibir Senja sembari melirik Fajar sinis. Ya, orang itu adalah Fajar. Setelah berganti seragam menjadi seragam olahraga, dia menghampiri Senja yang sedang duduk sendiri di pinggir lapangan.

Fajar berdecak sebal. “Kan, lo emang sakit, Ja! Gapapa-lah gak sekolah. Muka lo kelihatan pucet, gitu.”

“Gue gapapa, Jar.” Suara Senja terdengar lebih lembut dari biasanya.

“PEMANASAN, WOY! JANGAN PACARAN MULU!” teriak Vano yang ditujukan untuk Fajar. Suaranya yang seperti toa itu membuat semuanya menjadi menatap ke arah Fajar dan Senja.

Fajar mendengus. Matanya kembali menatap Senja untuk memastikan bahwa tetangganya yang cerewet itu tidak apa-apa.

“Kalau ada apa-apa, panggil gue! Gue tinggal dulu,” ucap Fajar dengan mengusap puncak kepala Senja. Setelah mendapat anggukan dari Senja, dia mulai bergabung dengan teman-temannya yang sedang melakukan gerakan pemanasan.

Perhatian Fajar itu membuat Senja meleleh. Cowok yang selalu bersikap bodo amat itu tiba-tiba saja perhatian padanya. Biasanya, kalau bukan karena Senja yang memintanya, Fajar tidak akan peduli padanya.

Beberapa kali Fajar menoleh ke tempat dimana Senja duduk untuk memastikan kalau cewek itu masih disana dalam keadaan sadar. Wajah Senja yang pucat membuat Fajar khawatir kalau tiba-tiba cewek itu jatuh pingsan.

Merasa diperhatikan, Senja pun memilih memainkan ponselnya untuk menghindari sikap salah tingkah yang bisa aja terjadi disaat seperti ini.

Meskipun Senja yakin kalau dirinya tidak punya perasaan pada Fajar, tapi tetap saja perhatian Fajar mampu membuatnya baper. Perhatian cowok itu terlihat cool dimata Senja, tidak bucin seperti cowok yang pernah dekat dengan Senja.

Akhir-akhir ini mereka memang lebih rukun dari sebelum-sebelumnya. Senja pun tidak mengira kalau Fajar akan menuruti setiap permintaannya meskipun sikap cowok itu masih saja cuek. Sikap cueknya itu yang membuat cewek-cewek tertarik padanya.

Setelah Pak Yunus menjelaskan materi dan sedikit memberi contoh teknik dasar sepak bola, murid-muridnya pun dipersilahkan untuk mempraktekkan materi yang baru saja diberikan. Pak Yunus mengelompokkan murid-muridnya menjadi dua tim lalu mempersilahkan mereka untuk bertanding.

Senja tertawa melihat kacaunya permainan para cewek. Cara mereka menendang pun lebih banyak yang salah dari pada yang benar. Ardian sampai berteriak-teriak kesal karena para cewek beberapa kali melanggar peraturan, tapi tidak mau disalahkan. Teriakannya pun membuat telinga para cowok menjadi sakit. Yang paling menyebalkan, para cewek itu suka sekali mendorong-dorong para cowok demi mendapatkan bola, tapi saat didorong balik, mereka merengek dan mengaduh pada Pak Yunus. Sungguh, itu bukan seperti permainan, tapi seperti hukuman untuk para cowok.

Fajar kembali duduk di samping Senja setelah izin pada Pak Yunus untuk mengobati lukanya. Dia baru saja terjatuh karena tertabrak Yudi yang berbadan gempal. Sikunya terluka cukup parah. Darahnya pun masih keluar, tapi wajahnya tetap terlihat santai.

“Tangan lo kenapa?” tanya Senja panik dengan memegang lengan Fajar yang terluka.

“Habis jatuh,” jawabnya singkat sembari mengipas wajahnya menggunakan tangan.

“Kayak anak kecil aja lo, dikit-dikit jatuh!” ledek Senja. Matanya masih memperhatikan luka Fajar.

Fajar berdecak tidak terima. Tatapan matanya tajam menatap mata Senja.

“Sekarang gue tanya, siapa yang bakal baik-baik aja setelah ditabrak Yudi?”

Senja terkekeh saat menyadari kalau Fajar terjatuh karena Yudi. Memang tidak akan ada yang selamat setelah bertabrakan dengan Yudi. Itulah kenapa, Yudi tidak pernah diajak bertanding saat class meeting. Keberadaannya bisa-bisa membuat orang lain dalam bahaya.

“Ke UKS, yuk! Biar diobatin luka lo,” ajak Senja yang sudah bangun dari duduknya.

“Gak usah! Nanti juga kering sendiri.”

Senja geleng-geleng kepala mendengarnya. Dia meraih tangan Fajar dan menariknya agar cowok itu bangun.

“Ayo! Sekalian gue mau minta vitamin penambah darah.”

Senja menarik tangan Fajar agar Fajar mengikutinya. Fajar pun pasrah. Dia membiarkan Senja menarik tangannya menuju UKS.

Senja mati-matian menahan tawanya saat melihat orang yang berjaga di UKS adalah mantan Fajar semasa kelas 10. Fajar pun tahu kalau Senja sedang menertawakannya.

“Gak usah ketawa!” gerutunya pelan.

Senja menetralkan kembali ekspresinya. Dia tidak mau Fajar pergi sebelum lukanya diobati.

“Lo aja yang ngobatin luka gue!” pinta Fajar dengan berbisik. Suasananya pasti semakin awkward kalau mantannya yang mengobati lukanya.

Senja mengangguk lalu menghampiri mantan Fajar untuk meminta vitamin penambah darah dan obat merah.

“Minta vitamin penambah darah dong, Tik!” pinta Senja pada Tika. Tika pun memberikannya. Matanya beberapa kali melirik Fajar yang sedang duduk menunggu Senja.

“Sama obat merah buat Fajar. Dia habis jatuh,” jelas Senja setelah beberapa kali mendapati Tika sedang melirik ke arah Fajar.

“Mau diobatin sekalian?” tawar Tika entah berbicara pada siapa. Fajar yang sedang meniup lukanya pun mendongak dengan wajah bingung—tidak tahu harus menanggapi seperti apa.

Senja berdehem untuk menghilangkan kecanggungan. “Gak usah! Biar gue aja yang obatin lukanya Fajar.”

Tika mengangguk dengan wajah datar. Dia menyerahkan kotak merah yang langsung diterima oleh Senja.

Senja mengajak Fajar masuk ke dalam ruang istirahat agar mantan Fajar tidak bisa memperhatikan mereka dengan tatapan sinisnya.

Senja mulai membersihkan luka Fajar. Beberapa kali Fajar mengaduh, tapi tidak dipedulikan oleh Senja.

“Aw! Lo pelan-pelan dong kalau ngobatin! Dendam banget kayaknya sama gue,” protes Fajar karena Senja menekan lukanya dengan tidak berperasaan.

Senja berdecak dengan menatap Fajar kesal. “Ini udah pelan! Lo-nya aja yang cengeng! Masa ketua Black Eagle lukanya disentuh dikit aja ngerengek.”

“Gak ada hubungannya ya jabatan gue sebagai ketua Black Eagle sama luka yang lo teken-teken itu. Siapapun orangnya juga bakal ngerasain sakit kalau lukanya diteken.”

“Iya-iya, sorry.”

Senja mengobati luka Fajar lebih lembut lagi. Dia meniup-niup luka itu untuk mengurangi rasa sakitnya.

“Makasih. Selain marah-marah, ternyata lo punya bakat yang berguna juga,” ucap Fajar setelah Senja selesai membalut lukanya dengan kasa.

Girlfriend-able banget gak, tuh?” ucap Senja menyombongkan diri.

Fajar mengangguk. “Sayangnya, lo jomblo!”

🍰🍰🍩🍰🍰

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang