Fajar sebelumnya sudah menduga kalau Bara tidak akan diam saja setelah pertengkaran mereka waktu itu. Apalagi kalau dia mengetahui adiknya pingsan karena tidak sengaja terkena lemparan bola dari Fajar. Mungkin itu juga yang membuatnya sekarang berjajar di tengah jalan bersama teman-temannya hanya untuk menghalangi jalan Fajar.
Fajar melepas helmnya lalu turun dari motor. Dia berjalan dengan mantap tanpa keraguan sedikit pun meskipun dihadapannya sekarang sudah ada tujuh orang yang bersiap menghabisinya di tempat. Entah kenapa musuhnya selalu menyerangnya di saat dia sedang sendiri. Bukannya Fajar takut, hanya saja dia bukan superhero yang akan menang melawan banyak orang tanpa senjata. Bisa dipastikan setelah ini wajahnya akan bonyok yang membuatnya tidak tampan lagi. Meskipun luka seperti itu terlihat keren bagi sebagian orang, tapi Fajar tidak menyukainya. Kadar ketampanannya pasti akan berkurang kalau wajahnya terluka.
“Ada apa lagi, Bang?” tanya Fajar mencoba sabar padahal dalam hatinya dia muak melihat wajah Bara yang tidak kalah tampol-able dari wajah Garrel.
“Gue mau buat perhitungan karena lo udah bikin adik gue pingsan.”
Fajar menghela nafas berat. Sesuai dugaannya, Bara pasti akan mencari gara-gara lagi dengannya saat melihat peluang untuk menyerangnya.
“Gue minta maaf untuk itu, tapi gue beneran gak sengaja, Bang.” Fajar masih berusaha menempuh jalan damai dengan memberi pengertian pada Bara.
“Gue gak peduli. Mau sengaja ataupun gak, lo udah bikin adik gue pingsan. Dan, gue bakal bales apa yang udah lo lakuin ke adik gue.”
Satu pukulan keras menghantam wajah Fajar sampai membuat Fajar hampir tersungkur. Belum sempat dia menegakkan dirinya, Bara kembali memukulnya di pipi satunya. Fajar tidak bisa membalas karena Bara dan teman-temannya terus menyerangnya dengan pukulan-pukulan di seluruh tubuhnya sampai akhirnya tubuhnya limbung ke aspal.
Bara dan teman-temannya mundur. Mereka puas melihat Fajar tergeletak tak berdaya seperti ini. Sebelum ada yang mengetahuinya, mereka segera melarikan diri dan meninggalkan Fajar sendiri di tengah jalan.
Tubuh Fajar rasanya remuk semua. Untuk bangun dan berpindah ke tempat yang lebih aman pun dia tidak sanggup. Dia hanya bisa bernafas dan berkedip di ambang batas kesadarannya. Rasa sakit di seluruh tubuhnya membuat Fajar merasa tidak punya harapan lagi untuk melihat matahari esok. Dia pasrah, semoga tuhan masih berbaik hati memberinya kesembuhan. Dia tidak mau mati dengan cara seperti ini. Ini jauh dari rencananya. Meskipun Fajar sadar kalau dia bukan orang baik, tapi tetap saja tujuan utamanya setelah mati adalah surga. Biarkan saja dia dikata tidak tahu diri. Memang siapa yang mau merasakan panasnya neraka? Terkena cipratan minyak panas saat menggoreng telur saja sudah mengaduh.
Fajar menyesal tadi memilih jalanan sepi yang membuatnya kesulitan mendapat pertolongan, tapi dia juga bersyukur setidaknya tidak ada truk yang melindasnya di jalanan sepi seperti ini karena posisi Fajar belum berubah. Dia masih tergeletak di tengah jalan dengan posisi seperti model spring bed yang sedang tidur di atas spring bed empuk. Bedanya, Fajar tidur di atas aspal yang keras dan kasar.
Dalam hati, Fajar terus menyebut nama Allah. Kalaupun dia diambil saat ini juga, setidaknya kata terakhir yang keluar dari mulutnya adalah nama Tuhannya. Kalau Tuhannya masih memberi kesempatan untuknya hidup, semoga segera mengirim seseorang untuk menolongnya karena Fajar semakin tidak kuat merasakan sakit di tubuhnya.
Doa Fajar seolah didengar oleh Tuhan karena tidak lama setelah itu terdengar suara mobil berhenti. Langkah seseorang yang mendekatinya membuat harapan Fajar semakin besar. Dia masih berusaha untuk sadar meskipun pandangannya sudah mengabur.
“Lo ngapain rebahan disini?” tanya seseorang yang sudah berjongkok di depan Fajar.
Secercah harapan yang tadi muncul langsung padam saat melihat siapa yang datang untuknya. Bukan malaikat penolong, melainkan iblis yang bertopeng manusia.
Fajar rasanya ingin merengek di depan Tuhan. Kenapa Tuhan harus mengirimkan Garrel disaat seperti ini? Padahal masih banyak orang baik di dunia ini.
Yang sedang jongkok di depan Fajar sekarang memang Garrel. Dia baru saja nongkrong dengan teman-temannya dan berniat pulang andai tidak melihat motor yang sangat dia kenali berada di tengah jalan. Garrel mengira sang pemilik motor sedang kencing, tapi saat dirinya sudah turun dari mobil, dia baru bisa melihat dengan jelas kalau sang pemilik motor ternyata sedang rebahan di tengah jalan. Garrel mendengus. Dia berniat memarahi Fajar karena telah mengganggu perjalanannya, tapi niatnya itu dia urungkan saat melihat kondisi Fajar yang tergeletak dengan banyak luka di tubuhnya. Garrel menduga kalau Fajar baru saja dibegal.
“Lo kalau mau rebahan agak minggiran dikit, dong! Mobil gue mau lewat, nih.”
Fajar mengumpat dalam hati mendengar ucapan Garrel. Kalau dia bisa bangun, sudah dari tadi dia pergi dari sini.
Melihat Fajar hanya kedip-kedip saja tanpa berniat menjawab ucapannya, Garrel tahu kalau keadaan Fajar tidak begitu baik untuk diajak berdebat saat ini.
“Lo beneran gak bisa bangun?”
Fajar bergumam. Bibirnya terluka jadi dia tidak bisa membuka mulutnya.
“Tolongin gak, ya?” Garrel mengelus dagunya dengan mata melirik ke atas seperti sedang berpikir.
“Kalau lo gak ada, Senja bisa jadi milik gue. Tapi, kalau lo gak ada, gue juga jadi gak punya musuh.”
Garrel terlihat bimbang dengan keputusan yang akan dia pilih. Hal itu membuat Fajar memutar bola matanya jengah. Keburu Fajar tewas kalau menunggu Garrel berpikir.
“Gue tolongin, deh. Itung-itung sebagai balasan karena lo udah mau jadi musuh gue.”
Oke, sekarang Fajar sangat yakin kalau virus otak konyol Senja sudah menular pada Garrel. Baru beberapa minggu dekat dengan Senja saja pikirannya sudah seperti itu. Untung kekebalan otak Fajar sangat tinggi, jadi dia tidak ikut terpengaruh.
Meskipun masih heran dengan sikap Garrel, tapi Fajar tetap menurut saja saat Garrel berusaha membangunkan tubuhnya. Garrel memapahnya menuju mobilnya lalu menidurkannya di kursi belakang.
Garrel menghubungi temannya untuk mengambil motor Fajar dan membawanya ke basecamp Black Eagle. Dia juga meminta temannya agar memberitahu anak Black Eagle kalau dia akan membawa Fajar ke rumah sakit terdekat jadi mereka bisa menjemput Fajar disana.
Sampai di rumah sakit, Fajar langsung dibawa ke UGD untuk diperiksa. Tidak lama setelah itu, anak Black Eagle datang dengan terburu-buru. Awalnya mereka menyalahkan Garrel atas kondisi Fajar, tapi setelah Garrel menjelaskannya, mereka beralih meminta maaf dan berterima kasih pada Garrel.
Garrel segera pergi setelah anak Black Eagle datang. Awalnya, Gerald memintanya untuk ngopi bersama, tapi Garrel menolaknya. Dia merasa asing diantara para musuhnya.
Mereka menunggu laporan hasil pemeriksaan Fajar dengan cemas. Tidak ada yang berani mengabari keluarga Fajar karena itu akan membuat masalah menjadi semakin besar. Papa Fajar pasti akan marah besar saat tahu anaknya berkelahi sampai keadaannya seperti itu. Mereka tidak mau membuat Fajar berada dalam masalah.
Vano dan teman-temannya bisa bernafas lega saat melihat hasil pemeriksaan Fajar yang menyatakan kalau tidak ada luka dalam yang terjadi. Meskipun begitu, Fajar harus dijahit di beberapa bagian. Untuk luka ringan, dia hanya membutuhkan salep saja untuk pengobatannya.
Dokter meminta Fajar untuk menginap beberapa hari sampai keadaannya membaik, tapi teman-temannya memaksa untuk membawanya pulang malam itu juga. Mereka hanya takut keluarga Fajar tahu kalau Fajar tetap dirawat di rumah sakit karena papanya Fajar termasuk orang yang mempunyai banyak koneksi jadi tidak sulit untuknya mendapatkan informasi tentang keadaan anaknya dengan cepat. Hal itulah yang menjadi pertimbangan mereka untuk membawa pulang Fajar. Mereka akan merawat Fajar di basecamp meskipun mereka juga tidak yakin kalau mereka bisa merawat Fajar dengan baik.
🍰🍰🍩🍰🍰
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]
Teen Fiction(TERSEDIA DI GRAMEDIA) PART TIDAK LENGKAP ⚠️ Fajar Arvandi, murid yang hobi bolos dan selalu membuat sekretaris pusing dengan alasannya. Jabatannya sebagai ketua gang Black Eagle tidak cukup membuat Senja segan dengannya. Hanya Senja yang berani men...