Garrel membantu Senja keluar dari mobil karena tangan cewek itu masih terikat. Sebenarnya, kedua teman Garrel yang harusnya bertugas membantu Senja, tapi Senja-nya yang tidak mau. Dia lebih suka dibantu Garrel karena Garrel lebih wangi dan lebih ganteng. Biarkan saja Senja modus. Salah sendiri mereka menculik Senja.
Mereka memasuki sebuah rumah yang ternyata adalah basecamp mereka. Basecamp itu sangat sepi, berbeda dengan basecamp anak Black Eagle yang selalu ramai. Senja mengikuti saja kemanapun mereka akan membawanya. Bukannya Senja menyerah, hanya saja dia ingin mengikuti permainan mereka terlebih dahulu untuk mengetahui maksud mereka menculiknya. Lagi pula, ada Garrel yang membuatnya betah diculik seperti ini.
Senja duduk di sofa bersama ketiga cowok itu. Tangannya mulai terasa sakit karena bergesekan terus dengan tali. Senja yakin, pasti tangannya sekarang sudah lecet.
“Gak ada makanan apa, disini? Gue laper, nih! Biasanya gue makan sepulang sekolah, tapi gara-gara lo pada nyulik gue, gue jadi belum makan sampai sore. Kalau gue mati, siap-siap gue cekik lo semua!” Senja menatap tajam pada ketiga cowok itu bergantian. Dia tidak bohong. Perutnya memang sudah lapar bahkan sudah beberapa kali berbunyi. Harusnya mereka sadar kalau mau menculik Senja harus menyiapkan makanannya juga.
Ketiga cowok itu saling menatap satu sama lain sampai akhirnya Garrel bersuara, “Lo berdua, beliin dia makanan!” perintahnya pada kedua temannya. Kalau dilihat-lihat, Garrel lebih seperti pemimpin mereka layaknya Fajar yang menjadi pemimpin Black Eagle.
Kedua teman Garrel pun pergi. Sekarang hanya ada Senja dan Garrel dalam ruangan itu. Senja tetap duduk santai sembari menunggu makanannya datang meskipun Garrel memperhatikannya lekat.
“Apa alasan lo nyulik gue?” tanya Senja ingin tahu. Matanya menatap tepat pada bola mata Garrel.
Garrel takjub melihat itu. Jarang sekali ada perempuan yang berani menatap matanya. Seringkali mereka salah tingkah saat ditatap oleh Garrel.
“Karena lo pacarnya Fajar. Gue mau Fajar kesini nyelametin lo biar gue bisa nyerang dia saat itu juga,” jujur Garrel.
Senja tertawa. Tawa yang terdengar menyebalkan di telinga Garrel.
“Lo denger gosip dari mana sampai ngira gue pacarnya Fajar? Gue itu cuma temen sekelasnya. Mau lo culik gue sebulan juga Fajar gak bakal peduli. Dia malah seneng karena gak ada yang gagalin rencananya bolos lagi.” Senja tertawa lagi. Perutnya geli mendengar alasan Garrel menculiknya.
Dahi Garrel berkerut bingung. Sebenarnya, dia kesal karena ditertawakan oleh cewek di depannya ini, tapi rasa bingungnya lebih mendominasi. Seingatnya, dia tidak salah menculik cewek. Cewek yang sedang tertawa di depannya ini sama dengan cewek yang menyelamatkan Fajar dari serangan Dicky. Garrel sangat yakin itu. Bayangan saat Senja menginjak telapak tangan Dicky dan menduduki perutnya masih sering terlintas di pikirannya.
“Tapi, bukannya lo yang nyelametin Fajar dari serangan Dicky waktu itu? Gue lihat sendiri, lo buat temen gue jatuh terus lo dudukin perut dia sampai dia gak bisa bangun.”
Tawa Senja langsung berhenti. Dia mengingat sesuatu. Pantas saja dia merasa familiar dengan ketiga cowok yang menculiknya, ternyata Senja pernah bertemu mereka saat tawuran tempo hari. Dan cowok yang tadi membekap mulut sekaligus hidungnya itu adalah cowok yang dia duduki perutnya waktu itu. Senja yakin, cowok itu tadi memang sengaja membekap hidung Senja juga sebagai pembalasan dendam. Senja juga ingat kalau Garrel-lah yang melawan Fajar dan menyebut Fajar banci saat Fajar lebih memilih mundur dari tawuran untuk mengantarkan Senja pulang. Rasa kagumnya pada Garrel mendadak hilang sekarang.
“Gue nyelametin Fajar karena dia tetangga sekaligus temen gue. Gue ditugasin Mamanya buat ngawasin dia, jadi wajar kalau gue nyelametin dia. Dan untuk Fajar yang mundur dari tawuran itu bukan karena dia banci, tapi karena gue maksa dia buat nganterin gue pulang,” jelas Senja.
Garrel sekarang menyadari sesuatu. Ternyata cewek di depannya itu memang sangat suka memerintah dan menyusahkan orang lain.
“Jadi, lo bukan pacarnya Fajar?” tanya Garrel sekali lagi untuk memastikan.
“Ya, bukanlah! Dia itu cuek, nyebelin, tukang bolos, lagi. Bukan tipe gue banget, deh,” jawab Senja sedikit berbohong karena sebenarnya dia mulai mengagumi cowok ngeselin itu.
Garrel manggut-manggut. Mungkin dia mulai percaya dengan ucapan Senja.
“Sorry kalau gitu. Gue tadi ngiranya lo pacarnya Fajar, ternyata bukan. Gue bakal nganterin lo pulang sebagai bentuk pertanggungjawaban gue,” ucap Garrel.
Senja mengangguk lalu menggeleng setelah mengingat sesuatu. “Nanti aja deh, pulangnya! Makanannya kan belum sampai. Gue mau makan dulu sebelum pulang.”
Garrel terkekeh mendengarnya. Sungguh, ini baru pertama kalinya Garrel bertemu dengan cewek yang modelannya kayak Senja.
“Lo lucu!” seru Garrel.
“Lo orang nomor sekian yang bilang gue lucu,” sahut Senja. Apa yang dikatakannya memang benar. Setiap orang yang kenal dengannya pasti bilang kalau Senja lucu, termasuk Fajar.
“By the way, lo gak mau ngelepasin ikatannya, nih? Kan, lo salah nyulik orang! Masa gue diiket terus?” ucap Senja mengingatkan Garrel kalau tangannya masih terikat.
“Oh, iya! Sorry, gue lupa. Sini, gue bukain!”
Senja mendekat pada Garrel lalu menyodorkan tangannya agar ikatannya dilepas oleh Garrel.
“Udah,” ucap Garrel setelah ikatannya terlepas.
Senja langsung memperhatikan tangannya untuk melihat seberapa lecet karena Senja merasakan perih di pergelangan tangannya. Benar saja, pergelangan tangannya terlihat merah dan lecet membentuk guratan tali.
“Sakit, ya?” tanya Garrel khawatir setelah melihat tangan Senja yang memerah.
Senja mengangguk. “Lumayan perih.”
“Sorry banget, ya? Gue beliin salep nanti sebelum pulang,” ucap Garrel merasa bersalah. Sudah salah menculik orang, sekarang dia membuat anak orang terluka juga.
“Gak usah! Gue obatin di rumah aja,” tolak Senja karena dia sudah mempunyai salepnya di rumah.
Tanpa Senja duga, Garrel meraih tangannya yang terluka. Dia memperhatikan tangan Senja dan meniupnya.
Senja menggigit bibirnya untuk menahan mulutnya agar tidak menjerit. Hatinya memang lemah. Diperlakukan seperti ini oleh Garrel saja dia meleleh padahal dia tadi yakin kalau dia sudah tidak mengagumi Garrel. Hanya karena tiupan Garrel di tangannya membuat Senja kembali mengagumi cowok itu. Selama Senja masih jomblo, dia merasa bebas mengagumi cowok manapun.
“Nih, makanannya!” cowok kurus bernama Dicky itu menyodorkan plastik yang di dalamnya terdapat kotak makanan dengan merk terkenal.
Senja langsung menarik tangannya dari genggaman Garrel lalu membuka kotak makan itu. Dia sudah lupa dengan rasa bapernya karena yang ada sekarang hanyalah rasa laper.
Senja makan dengan lahap tanpa peduli kalau ketiga cowok itu sedang memperhatikannya. Meskipun Senja belum mandi dari pagi, tapi dia masih merasa cantik, jadi dia pede saja diperhatikan seperti itu oleh para cowok yang baru dia kenal.
Bibir Garrel membentuk senyuman. Lagi-lagi, dia menemukan sifat Senja yang jarang dimiliki cewek-cewek pada umumnya. Cewek itu bersikap apa adanya dan tidak berusaha menjaga image-nya di depan Garrel. Padahal cewek-cewek kenalan Garrel sebelumnya selalu bersikap sempurna saat di depan Garrel.
Setelah makanan Senja habis, Garrel mengantarkannya pulang sesuai dengan janjinya tadi. Senja juga sempat meminta maaf pada teman Garrel yang sudah dia aniaya tempo hari.
“Gue boleh minta nomor lo?” tanya Garrel meminta izin.
Senja mengangguk lalu menyebutkan nomor teleponnya. Bukan bermaksud apa-apa, hanya saja Senja yakin kalau suatu saat kontak Garrel akan dia butuhkan. Siapa tahu, Senja bisa jadian sama Garrel kalau Fajar masih suka cuek padanya.
🍰🍰🍩🍰🍰
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]
Jugendliteratur(TERSEDIA DI GRAMEDIA) PART TIDAK LENGKAP ⚠️ Fajar Arvandi, murid yang hobi bolos dan selalu membuat sekretaris pusing dengan alasannya. Jabatannya sebagai ketua gang Black Eagle tidak cukup membuat Senja segan dengannya. Hanya Senja yang berani men...