Suasana kelas mendadak hening saat Bu Rina memasuki kelas. Dia bukan guru killer, tapi bukan guru sabar juga. Dia akan marah jika murid-muridnya sudah bertingkah keterlaluan seperti sering bolos di jam pelajarannya, keluar kelas di jam pelajarannya, dan tidak mengerjakan tugas. Murkanya Bu Rina cukup mampu membuat anak kelas 11 IPA 3 ketakutan. Selain takut dihukum menyalin tugas sebanyak seratus kali, mereka juga takut dicoret dari daftar absen yang bisa membuat mereka tidak naik kelas.
Raut tegang terpancar di wajah setiap anak kelas 11 IPA 3. Vano yang biasanya santai pun ikut tegang menunggu hasil ulangan minggu lalu yang akan dibagikan sebentar lagi. Dia takut mendapat nilai jelek dan mendapat hukuman menyalin soal ulangan beserta jawabannya sebanyak 10 kali sesuai dengan kesepakatan sebelum ujian kemarin. Bisa dipastikan dia nanti akan begadang kalau dia benar-benar mendapat nilai di bawah rata-rata.
Meskipun Vano sudah biasa begadang, tapi tetap saja akan terasa membosankan kalau begadangnya dengan mengerjakan remidi. Entah kenapa matanya langsung mengantuk saat dipakai begadang untuk mengerjakan tugas. Berbeda dengan saat dia begadang untuk bermain dengan teman-temannya, sampai pagi pun Vano tidak akan mengantuk. Tentu saja harus ada kopi hitam. Tanpa kopi, Vano tidak lebih dari dedek bayi yang sudah mengantuk di jam 9 malam.
Sebelum membagikan hasil ulangan murid-muridnya, Bu Rina terlebih dulu memasukkan nilainya ke buku nilai. Kemarin dia tidak sempat memasukkannya langsung karena dia juga harus mengoreksi hasil ulangan murid-muridnya di kelas lain.
Dari dulu, Bu Rina lebih suka mengoreksi hasil ulangan ataupun ujiannya sendiri meskipun membutuhkan waktu lama karena sebagian besar murid-muridnya tidak bisa mengoreksi. Apalagi ini matematika, banyak cara yang bisa dipakai untuk mendapatkan jawabannya. Kalau si pengoreksi hanya mencocokkan jawabannya saja, meskipun jawabannya sama, tapi belum tentu caranya benar. Ada sebagian murid yang curang dengan menulis cara asal-asalan yang penting hasil akhirnya benar.
Di sela kegiatannya memasukkan nilai, Bu Rina menggeleng-gelengkan kepalanya seolah tidak habis pikir melihat nilai murid-muridnya. Hal itu membuat murid-muridnya yang sedari tadi menatapnya dengan perasaan gelisah menjadi semakin takut. Mereka menduga, hasil ulangan mereka jelek-jelek sampai membuat Bu Rina geleng-geleng kepala.
Di bangkunya, Senja meremas tangannya. Berharap bisa sedikit tenang dan siap menerima berapapun hasil ulangannya meskipun Senja lumayan yakin kalau dirinya mendapat nilai bagus karena dia cukup menguasai bab ini. Apalagi soal-soalnya juga terbilang lumayan mudah untuk Senja.
"Kalau gue remidi, mampus dah! Bisa-bisa gagal kencan gue sama Bang Sat nanti malam," gumam Vinka membuat Senja langsung menoleh.
"Lo masih sempet-sempetnya mikir kencan."
"Kan, mending gue ngelihatin muka gantengnya Bang Sat dari pada ngelihatin angka-angka yang bikin pusing." Vinka cengengesan memperlihatkan giginya yang seputih iklan pasta gigi.
Senja manggut-manggut setuju. "Iya, sih. Mending ngelihatin muka tengilnya Fajar dari pada ngelihatin angka-angka yang akarnya udah kayak prosotan kolam renang."
Obrolan mereka berhenti saat melihat Bu Rina berdiri dengan membawa lembar kertas hasil ulangan. Matanya menatap seisi kelas dengan tajam. Kalau auranya sudah seperti ini, bisa dipastikan kalau banyak yang mendapat nilai di bawah rata-rata dari pada yang mendapat nilai di atas rata-rata.
Dalam hati murid-muridnya, mereka berdoa semoga mereka mendapat nilai di atas rata-rata agar tidak harus begadang mengerjakan remidi. Masalahnya ulangan kemarin berisi 10 soal dengan jawaban yang lumayan panjang. Kalau mereka disuruh menyalin soal beserta jawabannya sebanyak 10 kali, itu sama artinya dengan mereka menyalin 100 kali. Selain tidak bisa tidur, tangan mereka juga akan keriting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]
Teen Fiction(TERSEDIA DI GRAMEDIA) PART TIDAK LENGKAP ⚠️ Fajar Arvandi, murid yang hobi bolos dan selalu membuat sekretaris pusing dengan alasannya. Jabatannya sebagai ketua gang Black Eagle tidak cukup membuat Senja segan dengannya. Hanya Senja yang berani men...