AFDS - 29. Karisma Seorang Fajar Arvandi

249K 28.4K 1.5K
                                    

Anak kelas 11 IPA 3 baru saja selesai menjadi petugas upacara. Mereka diberi waktu untuk berganti seragam karena mereka tadi memakai seragam khusus saat menjadi petugas upacara. Waktu istirahat yang terbilang sebentar itu digunakan untuk berganti seragam dan juga sarapan. Mereka tadi berangkat sangat pagi untuk bersiap-siap jadi mereka tidak sempat sarapan.

Fajar menepati ucapannya. Dia tidak bolos hari ini. Dia juga datang pagi karena dari semalam sudah diteror banyak pesan oleh Senja yang berisi perintah untuk makan malam, tidur lebih awal, minum susu, dan cuci kaki sebelum tidur agar besok tubuhnya segar dan bisa bangun pagi. Fajar jadi merasa punya ibu baru sekarang. Bukannya senang atau bahkan terharu mendapat perhatian dari Senja, dia malah merasa geli. Bayangkan saja, siapa yang tidak geli kalau orang yang biasanya galak tiba-tiba memberi perhatian lebih. Demi apapun, Fajar lebih suka melihat Senja judes dari pada melihat Senja perhatian seperti itu.

Kebersediaan Fajar menjadi pemimpin upacara mampu membuat gempar sekolah. Mulai dari kelas 10 sampai kelas 12 membicarakannya. Mereka tidak menyangka, Fajar yang terkenal suka melanggar aturan itu mau bertugas menjadi pemimpin upacara yang diharuskan tegas dan berwibawa. Sebagian dari mereka meragukan Fajar, tapi nyatanya Fajar mampu melampaui bayangan mereka. Dia tampil dengan sangat baik. Bahkan dia tidak terlihat gugup sama sekali. Andai dia bukan pentolan sekolah yang sukanya melanggar aturan, pasti pelatih paskibra sudah merekrutnya menjadi anggota paskibra.

Senja sampai tercengang melihat Fajar yang tampil beda dari biasanya. Dia seperti melihat sisi Fajar yang lain. Cowok itu menjadi tegas dan tidak pecicilan seperti biasanya. Karisma seorang pemimpin yang memang sudah ada pada dirinya pun sangat terlihat jelas. Senja menjadi semakin kagum pada cowok itu. Bukan hanya Senja, tapi hampir semua siswi SMA Raden Wijaya merasa terpukau melihat performa Fajar saat menjadi pemimpin upacara. Hal itu juga yang membuat Senja bete karena semakin banyak cewek-cewek yang mengejar Fajar. Senja jadi curiga, jangan-jangan Fajar ingin menjadi pemimpin upacara juga karena itu. Dia ingin semakin banyak cewek yang mengaguminya. Membayangkannya saja sudah membuat Senja kesal.

“Dasar fuckboy!” gumam Senja tanpa sadar dengan pandangan yang mengarah pada Fajar. Cowok itu sedang bermain ponsel seperti biasanya. Mungkin sedang membalas pesan dari para penggemarnya.

“Bayar kas, Ja! Minggu lalu kan lo nunggak,” tagih Nina, sang bendahara.

“Iya-iya, Na. Gak usah diperjelas juga, kali!” dumel Senja. Dia lupa bayar kas satu kali, tapi sudah seperti nunggak selama setahun.

Senja memberikan beberapa lembar uang yang langsung diterima oleh Nina. Nina langsung mencatatnya di buku kas.

“Ja, temenin gue ke bangku cowok dong! Gue mau nagih Fajar, tapi takut,” ucap Nina pelan. Biasanya yang menagih uang kas adalah Via, sang bendahara satu, tapi karena Via tidak masuk, jadi Nina yang notabenenya bendahara dua yang harus turun tangan. Nina memang terkenal pendiam dan pemalu. Dia biasanya bertugas mencatat saja, sedangkan yang memalak uang teman-temannya adalah tugas Via.

“Kenapa takut? Tagih aja! Dia uangnya banyak kok.”

“Dia nunggak banyak, Ja. Takutnya dia gak mau bayar.” Nina memasang wajah memelas.

Senja akhirnya mengangguk. Dia menemani Via ke bangku Fajar.

“Cowok! Bayar kas, dong!” tagih Senja saat sudah duduk manis di bangku Vano. Si pemilik bangku sedang keluyuran, jadi bangkunya kosong.

Fajar menoleh lalu mengangguk. “Berapa?”

Senja beralih menatap Nina seolah bertanya, berapa uang yang harus dibayar Fajar.

“Ehm... Karena lo nunggak 5 kali, jadi 50 ribu,” jawab Nina dengan sedikit tergagap-gagap.

Fajar merogoh sakunya lalu menyerahkan uang 50 ribu ke Nina. Nina langsung mencatatnya. Dia tidak mengira, ternyata menagih uang ke Fajar sangatlah mudah. Dia kira akan sulit.

“Lo mau dibayarin sekalian?” tanya Fajar pada Senja yang masih duduk diam di bangku Vano.

Senja menggeleng. “Gue udah bayar, kok.”

Fajar manggut-manggut. Dia kembali fokus pada ponselnya.

Selepas Nina pergi, Senja mulai memandangi wajah Fajar dari samping. Rambut cowok itu sudah tidak bergaya boyband lagi. Kali ini lebih keren dan semakin memperjelas image bad boy yang melekat pada dirinya. Jujur saja, Senja lebih menyukai gaya rambut Fajar yang sekarang. Terlihat lebih tampan dan macho.

“Kenapa lo lihatin gue kayak gitu?” tanya Fajar sedikit ngeri karena Senja menatapnya lekat.

“Agak kesini dikit, deh!” perintah Senja.

Fajar menaikkan satu alisnya. “Mau apa?”

“Udah, sini aja!” Senja menarik lengan Fajar agar mendekat padanya. Fajar pun menurut.

Senja tiba-tiba mendekat, membuat tubuh Fajar terdiam kaku. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Senja pada dirinya. Tapi, tidak lama kemudian, Fajar bisa sedikit rileks saat tau tujuan Senja mendekat padanya. Cewek itu sedang membuat simpul di dasi yang sedari tadi Fajar kalungkan asal di lehernya.

“Udah,” ucapnya sembari mengusap pelan kemeja Fajar di bagian dada.

Senja menatap puas pekerjaannya. Dasi Fajar sudah terpasang rapi sekarang. Tanpa dia ketahui, jantung Fajar sekarang berdetak cepat menerima perlakuan seperti itu dari Senja.

“Gue suka rambut lo yang sekarang,” gumam Senja memuji dengan tersenyum manis.

“Sukur, deh!” sahut Fajar pelan.

Senyum Senja semakin lebar saat mendengar sahutan Fajar. Meskipun cowok itu bicaranya sangat pelan, tapi telinga Senja masih bisa mendengarnya.

“Lo tadi keren banget! Gue gak nyangka, lo bisa tegas juga,” puji Senja tanpa malu sedikitpun. Senja ingin Fajar tahu kalau dia sangat menghargai usahanya untuk menjadi pemimpin upacara yang baik meskipun sebelumnya Senja meragukannya.

“Makasih. Lo juga keren tadi,” balas Fajar memuji.

Senja tadi menjadi pembaca UUD saat upacara. Menurut Fajar, suara Senja keras sesuai porsi dan intonasinya juga pas.

Senja tersenyum angkuh. “Tau. Gue kan emang selalu keren.”

Fajar menjitak keningnya gemas. “Ini nih, yang gak gue suka kalau muji lo, jadinya malah besar kepala.”

Senja terkekeh. Jitakan Fajar di keningnya tidak terasa sakit karena Fajar menjitaknya pelan. Kalau sampai rasanya sakit, pasti Senja akan marah-marah seperti biasanya.

“Lo berdua deket mulu, jadian kagak! Kesel gue lihatnya,” gumam Vano yang sekarang sudah berdiri di samping bangkunya sendiri. Ingin duduk, tapi bangkunya sedang ditempati Senja.

“Gue lebih kesel sama orang yang tetep ngirim pesan padahal gak ditanggapin sama adik gue,” sahut Keyla yang sedang duduk di bangku Wahyu—depan bangku Fajar, agak menyamping.

Senja terkekeh, sedangkan Vano terkejut karena dia tidak menyadari keberadaan Keyla tadi.

“Mampus! Omongan lo jadi boomerang,” ledek Fajar.

“Kakak ipar jangan gitu dong! Ini yang dinamakan perjuangan. Dedek Vano tidak akan menyerah hanya karena pesannya diacuhkan. Lo harusnya dukung gue dong! Nanti gue beliin batagor depan sekolah 5 ribu,” cerocos Vano.

“Dih! Gue gak sejahat itu sampai numbalin adik gue demi batagor, cuma 5 ribu, lagi.”

“Ya udah, kalau gue gak boleh sama adik lo, gimana kalau sama lo aja?” Vano menaikturunkan alisnya yang langsung mendapat lemparan tipe-x milik Wahyu dari Keyla.

“Amit-amit, gue sama lo!”

🍰🍰🍩🍰🍰

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang