AFDS - 49. Rindu Masakan Mama

243K 27.7K 2.1K
                                    

Sudah 3 hari Fajar tidak masuk sekolah. Selama itu pula Senja selalu mengunjunginya di basecamp sepulang sekolah.

Seperti hari ini, setelah pulang untuk mandi dan berganti baju, Senja mengendarai mobilnya menuju basecamp Black Eagle. Kali ini dia membawakan makanan untuk Fajar. Fajar kemarin bilang kalau dia merindukan masakan mamanya dan sekarang Senja membawakannya untuk Fajar.

Awalnya, Senja merasa canggung saat harus datang ke basecamp Black Eagle sendirian, tapi sekarang dia sudah mulai terbiasa. Anak Black Eagle pun menyambutnya dengan hangat. Mereka mengajak Senja ngobrol seperti biasa. Tidak ada kecanggungan yang tercipta karena obrolan yang mereka buat selalu seru dengan diselingi candaan juga.

Senja membuka pintu kamar Fajar perlahan. Mengantisipasi kalau saja Fajar sedang tidur.

Suara petikan gitar langsung terdengar saat pintu sudah terbuka sedikit. Terlihat Fajar sedang duduk di sofa samping jendela sembari bermain gitar. Kalau dilihat dari caranya memegang gitar, sudah bisa dipastikan kalau tangannya sudah tidak sakit lagi.

Cowok itu masih belum menyadari kedatangan Senja. Dia masih fokus memetik gitar dengan wajah menunduk.

“Tangannya udah gak sakit lagi?” tanya Senja membuat Fajar langsung mendongak.

Senja tersenyum lalu duduk di samping Fajar. Kotak bekal yang tadi dia bawa, dia letakkan di atas meja depannya.

“Udah lumayan mendingan.”

Senja manggut-manggut. Tangannya terulur memegang lengan Fajar untuk melihat lukanya yang sudah lumayan kering.

“Udah minum obat?”

Fajar mengangguk. “Udah.”

“Salepnya?” Senja menatap Fajar bertanya.

“Belum. Gak kuat gue sama perihnya,” keluh Fajar.

Senja berdecak kesal. “Habis ini gue pakaiin.”

“Gak usah lah, Ja. Udah kering, juga.” Fajar memasang tampang memelas berharap Senja merasa iba dan tidak memaksanya memakai salep yang membuat lukanya terasa perih.

“Gak ada bantahan. Gue disini suster lo, jadi lo harus nurut sama gue.”

Fajar mendengus. “Suster gadungan,” gumamnya pelan, tapi Senja masih bisa mendengarnya.

Senja melotot kesal mendengar gumaman Fajar. Sudah 4 hari dirawat Senja, bisa-bisanya Fajar berkata seperti itu. Kalau tidak ada Senja, mungkin lukanya sekarang semakin parah di tangan suster Vano.

“Taruh dulu gitarnya!” perintah Senja.

Fajar menggumam. Dia meletakkan gitarnya di sisi lain tubuhnya.

Sedetik kemudian, Senja sudah mendekat dengan membawa serta senjatanya yang berupa salep—musuh Fajar beberapa hari belakangan ini. Entah kenapa teman-temannya membelikannya salep itu padahal ada salep yang rasanya dingin.

Senja meraih lengan kanan Fajar lalu mengoleskan salep pada bagian lukanya. Begitupun di lengan satunya.

Fajar hanya bisa pasrah. Disini, dia hanya seorang pasien dan Senja sebagai perawatnya.

“Lain kali, bilang sama musuh lo biar gak dipukul di bagian wajah! Wajah lo jadi makin jelek kan jadinya.” Senja berbohong tentang itu. Nyatanya Fajar tetap terlihat tampan sekalipun wajahnya terdapat banyak bekas luka.

“Meskipun jelek juga lo masih mau sama gue,” sahut Fajar dengan tampang songong.

Senja berdecih. “Kata siapa? Orang gue mau pindah haluan ke Garrel,” goda Senja ingin membuat Fajar cemburu.

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang