AFDS - 72. Pengambilan Rapot

216K 25.7K 3.7K
                                    

Hari-hari sudah terlewati dengan tangis dan tawa. Banyak kisah yang telah terjadi. Tidak banyak yang berubah. Fajar tetap pacar Senja dan Senja tetap pacar Fajar.

Dua minggu belakangan ini mereka jarang menghabiskan waktu bersama karena sedang disibukkan dengan ujian kenaikan kelas. Sebenarnya hanya Senja saja yang sibuk, sedangkan Fajar? Dia tetap bermain bersama teman-temannya seperti biasa. Menurutnya, tidak ada bedanya hari biasa dengan hari saat ujian karena Fajar sama sama tidak belajar di hari itu. Dia tetap nongkrong sampai malam, balapan, dan melakukan hal tidak berguna lainnya. Senja sudah menasihatinya, tapi Fajar si kepala batu tidak pernah mau mendengarkannya. Percuma saja Senja mengajari Fajar matematika sampai berminggu-minggu kalau sehari sebelum ujian dia tidak mau mengulang materinya. Senja sudah menyerah menghadapi cowok yang satu itu. Terserah Fajar mau melakukan apa asal masih berada dalam batas wajar.

Hari ini adalah hari dimana rapot akan dibagikan. Di grup kelas, sedari subuh sudah banyak rakyat Ardian yang curhat mengenai nasib mereka setelah ini. Apalagi rapotnya harus diambil orang tua, membuat hati mereka berdebar-debar menunggu hasilnya.

Kepanikan itu hanya terjadi pada para cewek saja, sedangkan para cowok tetap santai meskipun mereka yakin nilai mereka juga tidak bagus-bagus amat. Banyak yang sudah memikirkan destinasi untuk kabur saat emak mereka marah karena rapot mereka jelek. Seperti Vinka contohnya, dia sudah bersiap kabur ke Bali sekaligus liburan jikalau mamanya memarahinya karena nilai rapotnya tidak sesuai harapan. Vano pun tidak mau kalah. Dia sudah berencana kabur ke rumah neneknya kalau orang tuanya memarahinya. Yang menyebalkannya adalah rumah nenek Vano ternyata hanya berjarak lima langkah dari rumah Vano. Ya, rumah mereka bersebelahan. Entah apa yang dipikirkan Vano sampai dia bisa punya rencana seperti itu.

Sebagai sekretaris kelas, Senja dan Deana sekarang harus masuk sekolah disaat semua teman-temannya libur. Mereka diperintahkan Bu Feni untuk membantunya mencatat tamu undangan dan menyiapkan rapot yang akan dibagikan pada orang tua murid.

Para orang tua murid sudah datang. Mereka berkumpul di aula terlebih dahulu sebelum ke kelas anaknya masing-masing untuk mendapatkan rapot.

“Senja, Deana, Ibu tinggal ke aula dulu, ya?” pamit Bu Feni.

“Iya, Bu,” jawab Senja dan Deana bersamaan dengan tersenyum.

Selepas Bu Feni pergi, mereka kembali menyiapkan rapot dan mengurutkannya dari absen pertama sampai absen terakhir. Meskipun mereka bisa melihat nilai mereka saat ini juga, tapi mereka tidak akan melakukan itu karena mereka sudah berjanji pada Bu Feni untuk tidak membuka rapotnya. Senja dan Deana pun menjalankan amanahnya dengan baik meskipun dalam diri mereka ada keinginan untuk membuka rapot itu dan melihat nilai rapot mereka yang sedari tadi membuat hati mereka berdebar-debar.

“Eh, Ja, lo udah denger belum kalau murid kelas kita bakal ada yang gak naik kelas?” tanya Deana sembari tangannya mengambil rapot dari almari lalu menumpuknya sesuai absen.

Deg.

Entah kenapa perasaan Senja mulai tidak enak saat mendengar ucapan Deana. Tiba-tiba saja ada rasa khawatir yang menguasai dirinya. Senja tidak mengerti tentang perasaan yang tiba-tiba dia rasakan ini. Seolah akan ada sesuatu yang buruk yang berhubungan dengan perkataan Deana.

“Siapa?” tanya Senja dengan suara bergetar.

“Gue juga gak tau, tapi katanya ada satu anak yang bakal gak naik kelas. Sebenarnya banyak anak kelas 11 yang terancam gak naik kelas, tapi dari hasil rapat kemarin cuma beberapa yang tinggal kelas dan salah satunya anak dari kelas kita. Semoga aja itu gak bener.”

Senja merenung. Ada kekhawatiran dalam dirinya akan nasib Fajar. Apalagi kalau mengingat bukan nilai yang berpengaruh besar pada kenaikan kelas, tapi absensi. Murid yang tidak pintar bisa tetap naik kelas asal selalu mengerjakan tugas, tapi murid yang suka bolos tidak akan mendapatkan kesempatan itu. Kalau tidak naik kelas ya dikeluarkan dari sekolah. Itu balasan yang selalu diberikan pihak sekolah pada murid-muridnya dengan absensi yang sudah melewati batas.

Senja melakukan tugasnya tidak se-semangat tadi. Beberapa kali dia salah mengurutkan rapot. Deana pun menyadari perubahan wajah Senja.

“Lo kenapa, Ja? Sakit?”

Senja menggeleng dengan tersenyum tipis. “Gapapa.”

Deana manggut-manggut, mencoba percaya kalau Senja memang baik-baik saja.

Setelah rapot tersusun rapi sesuai nomor absen, mereka membawanya menuju kelas yang akan menjadi tempat pembagian rapot.

Senja dan Deana duduk di depan kelas. Menyambut para wali murid yang mulai memadati kelas karena rapat antara kepala sekolah dan para wali murid sudah selesai. Mereka mempersilahkan para wali murid untuk tanda tangan di buku tamu sebelum memasuki kelas.

Senja tersenyum saat bertemu dengan mamanya dan juga mama Fajar yang datang bersama-sama. Dia menyalami keduanya dengan sopan.

“Kalau nilai aku naik, aku minta hadiah,” ucap Senja sebelum mamanya masuk kelas.

“Siap!” Sarah tersenyum melihat tingkah anaknya yang tidak pernah berubah. Gita pun ikut terkekeh.

Mereka berdua masuk setelah tanda tangan di buku tamu.

Bu Feni memasuki kelas. Pembagian rapot pun dimulai. Selama pembagian rapot, Senja dan Deana beralih ke perpustakaan untuk mengurus buku paket yang dipinjam teman-temannya dari perpustakaan. Beginilah nasib sekretaris, mereka akan sibuk di hari-hari terakhir sekolah sebelum libur panjang.

Senja masih tidak tenang. Berkali-kali dia mengecek ponselnya untuk melihat percakapan grup, siapa tahu salah satu dari teman-temannya sudah tahu tentang siapa dari kelas mereka yang tidak naik kelas.

Senja berusaha fokus mengecek buku-buku paket sebelum mengumpulkannya di perpustakaan. Denting ponselnya membuyarkan konsentrasinya, tapi Senja tidak membukanya karena mengira itu pesan dari grup yang berisi curhatan teman-temannya karena orang tua mereka baru saja pulang dengan membawa rapot. Senja menduga, banyak yang kena omel karena nilai rapot mereka yang tidak memuaskan. Berbeda dengan Senja, Deana malah membuka pesan itu. Wajah antusiasnya berubah redup. Dia menatap Senja dengan pandangan tidak terbaca.

“Ja...” panggil Deana pelan. Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.

“Kenapa?” Perasaan Senja semakin tidak enak saat melihat raut wajah Deana.

“Ternyata Fajar yang gak naik kelas.”

Deg.

Jantung Senja serasa berhenti. Tubuhnya menegang. Tidak mampu berkata sepatah katapun. Matanya terpancar kesedihan yang sangat kentara.

Pikirannya mulai menjalar kemana-mana. Memikirkan bagaimana nasib Fajar setelah ini. Apakah cowok itu baik-baik saja setelah papanya tau kalau dia tidak naik kelas. Ingin sekali Senja pergi menemui Fajar sekarang, tapi dia tidak bisa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai sekretaris dan membebankannya pada Deana.

Senja berusaha tetap fokus agar tugasnya cepat selesai dan dia bisa menemui Fajar secepat mungkin. Senja hanya bisa berharap agar tidak ada yang berubah setelah ini, tapi rasanya itu tidak mungkin mengingat bagaimana kerasnya papanya Fajar pada Fajar. Apalagi jika Andi tahu kalau Fajar tidak naik kelas karena hobi bolosnya pasti Andi akan marah besar karena sebelumnya dia sudah memberi Fajar peringatan agar Fajar tidak bolos lagi.

🍰🍰🍩🍰🍰

~ Siap-siap mulai masuk konflik nih 😄

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang