AFDS - 26. Malam Minggu Pertama

267K 30.4K 6K
                                    

Motor Fajar melewati rumahnya begitu saja. Dia tidak berniat pulang ke rumah. Dia hanya ingin menepati janjinya pada Senja.

Malam minggu ini dia ke rumah Senja untuk bermain catur bersama papanya Senja. Apalagi dia sedang tidak ada kegiatan bersama teman-temannya. Anak Black Eagle yang jomblo mungkin sekarang sedang memetik gitar dan bernyanyi lagu-lagu galau, mabar, atau bermain billyard di basecamp.

Fajar mengetuk pintu rumah Senja dan mengucapkan salam berharap orang yang di dalam rumah bisa mendengarnya. Pintu pun terbuka menampilkan sosok perempuan yang sedang tersenyum manis.

“Gue mau nepatin janji,” jelas Fajar sebelum Senja sempat bertanya.

“Kirain mau ngapel,” gumam Senja dengan kerlingan jahil.

“Ayo, masuk! Papa lagi nonton tv.” Senja mempersilahkan Fajar masuk.

Fajar menunggu di ruang tamu sembari menunggu Senja yang sedang memanggilkan papanya.

“Apa kabar, Jar?” sapa Beni --papa Senja— saat memasuki ruang tamu. Dia duduk di sofa depan Fajar bersama sang istri, sedangkan anaknya duduk di samping Fajar.

Alhamdulillah sehat, Om.” Fajar tersenyum sopan dan menyalami kedua orang tua Senja.

“Tante kok gak pernah lihat kamu sih, Jar? Kamu juga gak pernah main ke rumah,” tanya Sarah, mama Senja.

“Saya tinggal di basecamp, Tan, sama teman-teman.”

“Mumpung masih muda emang baiknya gitu, Jar. Banyakin sama teman karena kamu udah gak sempat main sama mereka kalau udah kerja atau berumah tangga. Explore dunia luar biar bisa lebih mengenal dan bisa menghadapi kerasnya dunia, tidak hanya terkungkung dalam satu daerah saja,” nasihat Beni membuat Fajar teringat pada papanya. Andai pemikiran papanya sama dengan pemikiran papa Senja, pasti sekarang Fajar masih bisa berkumpul dengan mereka.

“Pasti Om dulu juga gitu, ya?” tebak Fajar sembari terkekeh.

“Papanya Senja malah parah, Jar. Tante hamil besar aja masih sempat-sempatnya ditinggal ndaki gunung sama teman-temannya.” Sarah melirik suaminya kesal. Beni hanya bisa terkekeh karena yang diucapkan istrinya memang benar.

“Serius, Pa?” Senja menatap papanya tidak percaya.

Beni mengangguk masih dengan terkekeh. “Mau gimana lagi, mumpung belum diribetin sama kelahiran kamu, jadi Papa mau refreshing dulu sama teman-teman.”

Senja geleng-geleng kepala masih tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan papanya. Di sampingnya, Fajar sedang terkekeh menyetujui ucapan Beni. Mungkin setelah menikah, Fajar juga akan seperti Beni.

Pembicaraan mereka terpotong saat ART menyajikan teh dan kue kering.

“Hidup emang harus dinikmatin selagi masih muda, sebelum nanti diribetin sama masalah rumah tangga,” ucap Beni setelah menyesap tehnya.

“Udah, Pa! Jangan buat Fajar berpikiran mau jadi kayak kamu!” Sarah melempar tatapan tajam pada suaminya.

“Dia emang udah sebelas-dua belas sama Papa, Ma. Kerjaannya main mulu,” sahut Senja.

Melihat para perempuan mulai mengungkit kesalahan mereka, Beni pun mengajak Fajar memulai permainannya. Dia berharap dengan cara itu bisa membuat para perempuan berhenti berbicara. Harapannya terkabul karena setelah itu, istrinya masuk ke dalam untuk lanjut menonton tv, sedangkan Senja sibuk dengan ponselnya. Tidak terdengar lagi suara cerewet dari dua perempuan kesayangannya itu.

Permainan dimenangkan oleh Beni. Fajar memang bisa mengalahkan Pak Irul, tapi dia tidak bisa mengalahkan papa Senja.

“Kamu harus banyak latihan biar bisa menang dari Om,” gurau Beni.

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang