AFDS - 50. Kebarbaran Senja

245K 27.7K 3.1K
                                    

Tepat satu minggu sudah Fajar tidak masuk sekolah. Sebenarnya, keadaannya sudah baik-baik saja di hari ke-5, tapi cowok pemalas itu masih tidak mau sekolah dan beralasan kalau tangannya masih sakit saat dipakai menulis. Senja tahu kalau itu hanya akal-akalannya saja karena Fajar memang tidak terlalu suka sekolah. Tidak ada yang bisa Senja lakukan selain membiarkan Fajar bolos satu hari dan mewajibkannya masuk di hari senin minggu depan.

Satu minggu menjadi perawat Fajar terasa sangat melelahkan dan mungkin saja sudah membuat darah Senja naik. Cowok itu kadang bersikap keras kepala yang berujung perdebatan, kadang bersikap manja yang membuat Senja seolah mempunyai seorang adik, dan kadang bersikap jahil sampai membuat Senja merajuk karena tingkahnya. Sungguh, hanya satu minggu, tapi mampu membuat Senja menyerah dan tidak ingin mencobanya lagi. Kalau Fajar sampai terluka lagi, Senja akan menjadi orang paling bodo amat akan hal itu. Dia sudah lelah harus diliputi rasa cemas setiap kali Fajar berulah, tapi cowok itu tidak pernah memikirkan perasaannya. Dia bertingkah semaunya tanpa peduli kalau ada orang yang mengkhawatirkan keadaannya.

Hari ini Fajar mulai sekolah setelah seminggu berdiam diri di basecamp karena wajahnya tidak berbentuk. Lukanya pun banyak yang sudah membaik meskipun masih meninggalkan bekas. Senja rutin mengoleskan salep pada lukanya agar bekasnya juga hilang. Seharusnya, Senja mendapat penghargaan terhadap apa yang telah dilakukannya karena seumur hidupnya, baru sekarang dia bisa bersikap sangat sabar dan mau mengurus orang sakit yang menyebalkan seperti Fajar. Senja yakin, banyak suster yang akan mengundurkan diri kalau mendapat pasien keras kepala seperti Fajar.

Fajar berjalan santai di koridor yang sudah lumayan ramai karena banyak anak yang mulai berdatangan. Bibirnya bersiul dengan langkah penuh percaya diri. Muka bonyoknya sama sekali tidak membuatnya insecure. Tingkat kepercayaan dirinya memang tidak perlu diragukan lagi. Bahkan dia masih bisa memasang tampang songong meskipun wajahnya tidak setampan biasanya. Fajar percaya, ketampanannya tidak akan luntur hanya karena pukulan Bara. Kalau sudah tampan sejak lahir, mau diapakan saja akan tetap tampan.

Langkah Fajar berhenti tepat di lorong menuju kelasnya. Ada seseorang yang berdiri di depannya dan menghalangi jalannya. Fajar tidak tahu, untuk apa orang itu masih menemuinya padahal Fajar merasa sudah tidak ada urusan dengannya lagi. Apalagi setelah apa yang kakaknya lakukan pada Fajar. Tentu saja Fajar masih kesal pada apa yang baru saja menimpanya. Karena lukanya ini, Fajar harus diledek Senja dan harus merasakan perihnya salep setiap harinya.

“Aku mau ngomong sebentar sama kamu, boleh?” tanya Immah dengan wajah menunduk. Fajar menjadi semakin kesal, apa wajahnya terlihat sangat jelek sekarang sampai Immah lebih memilih menatap lantai.

Fajar menggumam sebagai jawabannya. Meskipun dia masih kesal, tapi dia juga sadar kalau Immah tidak salah apa-apa. Yang salah disini adalah Bara, kakaknya Immah.

Immah berjalan duluan menuju lorong sepi dekat toilet. Dia tidak nyaman kalau harus berbicara di depan kelas Fajar karena banyak orang yang akan mencuri dengar pembicaraan mereka dan membuat gosip aneh-aneh tentang mereka.

“Maafin kakakku, ya,” ucap Immah lirih dengan nada bersalah. Dia masih menunduk. Tidak berani menatap mata Fajar yang tatapannya sekarang sudah setajam belati. Immah tahu, Fajar pasti marah karena kakaknya sudah memukulinya sampai membuatnya tidak masuk selama satu minggu.

“Kenapa harus lo yang minta maaf? Kenapa dia gak minta maaf sendiri?” Ucapan Fajar terdengar sinis.

Immah menggigit bibirnya menahan tangis. Dia ketakutan sekaligus sedih melihat keadaan Fajar sekarang. Banyak luka di tubuhnya dan itu semua karena kakaknya. Meskipun Immah tidak berbuat apa-apa, tapi dia ikut merasa bersalah. Dia tidak suka melihat kakaknya melukai Fajar seperti ini. Itu juga yang membuatnya mendiamkan kakaknya sampai sekarang.

“Kakakku masih belum mau minta maaf sama kamu,” jawab Immah pelan. Tangannya meremas roknya berusaha menghilangkan ketakutan karena aura intimidasi Fajar.

Fajar menghela nafas. Dia tahu, cewek di depannya ini sedang ketakutan. Terlihat dari dahi Immah yang mulai mengeluarkan keringat padahal Fajar belum melakukan apapun. Dia hanya berbicara untuk membalas ucapan cewek itu saja.

“Lo gak perlu minta maaf karena bukan lo yang salah.”

Immah langsung mendongak setelah mendengar ucapan Fajar. Dia mengangguk. Tatapannya beralih pada luka yang berada di tangan Fajar. Tanpa sadar, tangan Immah terulur untuk menyentuhnya.

“Aw!” Fajar reflek memegang tangan Immah untuk menahan agar tangan cewek itu tidak menyentuh lukanya lagi.

Senja yang baru saja keluar dari toilet setelah merapikan rambutnya pun melihat pemandangan itu. Pemandangan yang menyesakkan hatinya. Dalam hati, dia mengumpati kelakuan Fajar. Baru saja sembuh, tapi cowok itu sudah mencari gara-gara lagi. Mungkin kemarin Senja merawatnya, tapi sepertinya setelah ini berbeda cerita. Senja akan menambah luka di tubuh cowok itu.

Dengan tatapan tajam menatap lurus pada target, tangan Senja meraih kaleng minuman yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dia dulu pernah mengikuti pertandingan sepak bola perempuan saat masih SD dan sekarang dia akan menguji kemampuannya kembali.

Kaleng minuman itu diletakkannya di depannya. Senja mengambil ancang-ancang agar tendangannya tepat mengenai sasaran. Setelah dirasa sudah pas, Senja menendang kaleng minuman itu sampai melambung tinggi dan tepat mengenai kepala target.

“Aduh!” Fajar meringis sembari memegangi pelipisnya yang terkena korban tendang lari. Kepalanya celingukan mencari sang pelaku. Baru juga sembuh, sekarang kesialan terjadi lagi padanya. Sepertinya, Fajar harus mengadakan selamatan setelah ini agar Tuhan menjaganya dari para manusia titisan setan yang berusaha mencelakainya.

Senja bersorak senang karena tendangannya tepat sasaran. Dia bergoyang-goyang sembari mengepalkan tangan ke udara merayakan keberhasilannya.

Kelakuannya itu berhasil tertangkap mata elang Fajar. Dilihat dari bagaimana senangnya Senja, Fajar tahu kalau apa yang baru saja menimpanya adalah ulah cewek itu.

Fajar geleng-geleng kepala. Dia berjalan meninggalkan Immah begitu saja dan menghampiri cewek yang masih bergoyang-goyang di depan toilet merayakan keberhasilannya karena telah membuat pelipis Fajar terluka.

Fajar menangkap pinggang Senja membuat pinggang yang sedari tadi bergoyang-goyang itu langsung terdiam. Tubuh Senja menegang. Dia kira, Fajar tidak mengetahui posisinya saat ini, tapi ternyata dia salah. Bahkan Fajar sekarang menarik pinggangnya mendekat sampai tubuh Senja menempel padanya.

“Seneng banget, sih, sampai goyang-goyang gitu,” ucap Fajar dengan tatapan menggoda.

Senja menelan air liurnya susah payah. Tamat sudah riwayatnya.

“Ada apa? Coba cerita sama gue!”

“Gak ada apa-apa.” Senja berusaha melepaskan tubuhnya dari rengkuhan Fajar.

Dengan gemas, Fajar menjitak kening Senja.

“Aduh, sakit tau!” Senja merengut kesal.

“Gue tau kenapa lo goyang-goyang disini. Pasti lo seneng kan karena berhasil nendang kaleng sampai kena kepala gue?”

“Dih! Apaan, sih! Kaleng apa? Gue gak tahu.” Senja memasang tampang polosnya seolah bukan dia pelakunya.

“Gak usah ngeles! Gue tau ini kelakuan lo. Gak ada lagi manusia bar-bar di sekitar sini selain lo.”

“Sialan!” umpat Senja pelan yang langsung mendapat sentilan di bibirnya dari Fajar.

Fajar langsung melepaskan rengkuhannya saat ada beberapa cewek yang hendak menuju ke toilet. Sebagai gantinya, dia menarik tangan Senja pergi. Mereka melewati Immah yang masih terdiam kaku di tempatnya.

“Lo mau bawa gue kemana, sih?”

“Ikut aja! Urusan kita belum selesai.”

“Astaga! Ikhlasin aja, sih! Kepala lo masih utuh, juga.”

🍰🍰🍩🍰🍰

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang