AFDS - 63. Ketakutan

223K 26.5K 3.2K
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 23.45. Senja masih berguling-guling di atas tempat tidur. Belum juga bisa memejamkan matanya.

Ini juga kesalahannya sendiri karena dia tadi memesan kopi saat nongkrong dengan teman-temannya. Membuatnya masih terjaga sampai waktu hampir menunjukkan tengah malam.

Senja juga heran padahal biasanya dia kebal dengan minuman berkafein, tapi kali ini efeknya sangat kuat. Dia tadi minum jam 8 malam dan efeknya masih terasa sampai sekarang. Patut diacungi jempol kopi dari kafe itu. Lain kali Senja akan memesan kopi disana kalau sedang niat begadang.

Karena capek berguling-guling terus, Senja memilih memainkan ponselnya. Melihat-lihat social media untuk mencari hiburan. Saat melihat postingan instagram Black Eagle yang muncul di timeline-nya, Senja teringat sesuatu. Dia yakin Fajar jam segini belum tidur.

Senja segera menghubungi cowok itu dengan panggilan video. Tidak lama kemudian teleponnya diangkat. Senja tersenyum menatap wajah Fajar yang menunjukkan raut heran. Tentu saja dia heran karena Senja tiba-tiba saja meneleponnya padahal cewek itu sudah pamit tidur sejak jam 10 tadi.

“Kok belum tidur?”

“Gak bisa tidur,” rengek Senja. Karena orang tuanya tidak ada di rumah jadi dia beralih manja ke Fajar.

Fajar berdecak. “Buruan tidur! Udah tengah malem biasanya ada yang keliling.”

“Siapa? Orang ngeronda?” tebak Senja.

“Mbak Kunti.” Fajar tertawa terbahak-bahak setelah mengucapkan itu. Dia yakin Senja pasti ketakutan setelah ini.

“Fajar... Kok lo malah nakutin gue, sih?” teriak Senja kesal dengan mata berkaca-kaca. Senja sebenarnya lumayan berani, tapi saat mengingat dirinya sendirian di rumah ditambah dia juga sering melihat hantu yang muncul di tiktok mau tidak mau membuatnya merasa takut juga.

Tawa Fajar semakin keras melihat ekspresi ketakutan Senja. Hal itu membuat teman-temannya menjadi penasaran dan ikut mendekat ke kamera.

“Kenapa lo mewek gitu, Ja?” tanya Vano yang tiba-tiba muncul di depan Fajar.

“Temen lo, tuh, nakut-nakutin gue.” Senja cemberut kesal.

Vano menengok ke belakang. Dari tatapannya seolah dia ingin bertanya pada Fajar, apa yang sudah cowok itu lakukan sampai membuat Senja mewek malam-malam. Fajar pun membisikinya. Beberapa detik kemudian, tawa keras keluar dari mulut Vano. Senja semakin kesal melihat dua cowok itu yang sedang tertawa di atas ketakutannya.

“Jam segini emang waktunya Mbak Kunti jalan-jalan, Ja. Kadang nyangkut di pohon, kadang di genteng, jadi tenang aja lo gak bakal begadang sendirian. Nanti kalau denger suara cekikikan, lo buka aja pintunya terus ajak dia main salon-salonan biar rambutnya agak bagusan dikit. Catok rambutnya, kasih pita juga biar lucu. Lumayan lo dapat mainan bisa terbang. Siapa tahu lo diajak terbang juga.” Vano semakin menakut-nakuti Senja. Di belakangnya, Fajar malah terkekeh alih-alih merasa kasihan melihat pacarnya ditakut-takuti.

Mata Senja yang tadi berkaca-kaca sekarang sudah meneteskan air mata. Wajahnya pias membayangkan ucapan Vano akan benar terjadi. Andai dia tidak melihat video di tiktok yang beberapa kali memunculkan Mbak Kunti pasti dia tidak akan setakut ini. Senja sampai merinding saat melihat video Mbak Kunti yang nyangkut di atas genteng. Mentang-mentang bisa terbang, dia mendarat dimana saja.

“Fajar...” panggil Senja dengan merengek.

“Iya, Sayang?” jawab Fajar dengan tersenyum. Bukan senyuman tulus, melainkan senyuman geli yang terbit karena melihat Senja ketakutan sampai menangis.

“Kesini, temenin gue!” pinta Senja memelas.

“Sama gue juga, gak, Ja? Nanti gue ajak Mbak Kunti-nya les vokal biar suaranya merduan dikit,” tanya Vano menawarkan diri. Kalau Senja mengizinkannya kesana kan Vano jadi bisa mengambil makanan Senja. Tengah malam seperti ini waktunya perutnya minta diisi ulang.

“Enggak, gue maunya Fajar.”

“Gue ngantuk, Ja. Lo coba tidur aja, sana!” Fajar menyesal. Karena ulahnya sendiri sekarang dia jadi dipaksa Senja untuk menemani cewek itu.

“Gak bisa. Please, temenin gue! Janji gue gak akan ngapa-ngapain lo.”

Ucapannya itu membuat Fajar dan semua temannya yang ikut mendengarkan langsung menyemburkan tawa. Di saat ketakutan seperti itu, bisa-bisanya Senja masih sempat melawak.

“Kan, bego si Senja! Harusnya lo yang takut diapa-apain Fajar,” balas Vano disela tawanya. Dia sungguh tidak habis pikir dengan jalan pikiran Senja.

“Ya udah, pokoknya temenin!”

Lama-lama Fajar merasa kasihan melihat Senja. Dia melirik jam tangannya sekilas. Sekarang sudah menunjukkan pukul 00.10 menit. Fajar memutuskan untuk menemani cewek itu sebagai bentuk pertanggungjawabannya karena sudah membuat Senja ketakutan.

“Tunggu, 15 menit lagi gue sampai.”

Mata Senja langsung berbinar. “Thank you, Sayangku.”

“Geli, Ja!” sahut Vano yang sedari tadi masih di depan layar.

Setelah sambungan telepon terputus, Fajar memakai jaketnya lalu pergi dengan motor kesayangannya.

Di tempat yang berbeda, Senja masih merasa ketakutan. Dia menutup wajahnya sebagian dengan selimut. Matanya beberapa kali melirik jendela. Memastikan tidak ada bayangan seseorang yang muncul. Telinganya pun menjadi sensitif terhadap suara-suara yang muncul di tengah malam seperti ini.

Bayangan-bayangan horor mulai melayang-layang di otaknya. Karena ingat jika Mbak Kunti suka tempat yang gelap, Senja pun menghidupkan lampu kamar yang tadi dia matikan karena dia hanya memakai lampu tidur saja.

Suara motor berhenti di depan rumahnya terdengar di telinga Senja. Tidak lama, muncul panggilan dari Fajar. Senja langsung mengangkatnya. Dia menduga kalau cowok itu sudah sampai.

“Bukain pagarnya!” perintah Fajar di seberang sana.

“Gak berani ke bawah.”

Terdengar helaan nafas dari Fajar. Sungguh dia kapok menakut-nakuti Senja lagi karena itu membuatnya susah sendiri.

“Terus, gimana gue masuknya, Senja Arsyana? Lo nyuruh gue terbang kayak Mbak Kunti?”

“Jangan bahas itu lagi!” rengek Senja.

“Makanya, cepet bukain! Kalau lo gak mau bukain, gue pulang ke rumah aja.”

“Eh, jangan dong! Iya, ini gue jalan ke bawah. Tunggu bentar! Awas kalau lo pergi!”

Senja menghidupkan senter lalu berjalan menuju saklar rumahnya. Dia menghidupkan semua lampu rumahnya agar hantu-hantu yang berada di rumahnya merasa silau. Setelah itu, dia turun ke bawah. Matanya bergerak kesana-kemari untuk memastikan tidak ada makhluk lain dalam rumahnya.

Senja berlari menuju pagar. Membukanya cepat agar Fajar dan motornya bisa masuk.

Fajar memasukkan motornya setelah pagar terbuka. Dia memasukkan motornya ke garasi rumah Senja. Pelukan dari seseorang langsung dia rasakan saat dirinya turun dari motor. Fajar balas memeluk Senja dan menepuk-nepuk punggungnya untuk menenangkan cewek itu.

“Gapapa, ada gue disini. Ayo, masuk!”

Senja mengangguk. Tangannya menggandeng tangan Fajar erat. Dia sudah merasa aman sekarang.

“Lo belum ngantuk?” tanya Fajar yang dijawab gelengan oleh Senja.

“Mau nonton film dulu?”

Senja mengangguk. “Boleh.”

Mereka menonton film di ruang tengah. Mereka memilih menonton film komedi agar Senja bisa lupa dengan ketakutannya.

Sepanjang film berputar, Fajar tidak melepas rangkulannya di bahu Senja. Dia ingin membuat Senja merasa aman.

Belum habis setengah film, Senja sudah menguap beberapa kali. Matanya sudah terasa berat dan Fajar sadar akan hal itu.

“Ngantuk?”

Senja mengangguk dengan mata hampir terpejam.

“Pindah ke sana aja, yuk! Biar lo tidurnya enakan,” tunjuk Fajar pada sofa panjang yang biasanya dipakai tidur oleh Beni saat diusir istrinya dari kamar.

Senja mengangguk lagi. Yang dia inginkan sekarang hanyalah tidur. Dia tidak bisa berpikir selain itu.

🍰🍰🍩🍰🍰

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang