AFDS - 6. Pengangkut Bulpen

318K 34.6K 6.2K
                                    

“Bu Aliyah hari ini gak masuk karena ada rapat-” Ucapan Senja belum selesai, tapi teman-temannya sudah bersorak bahagia.

“Tapi, kita dapat tugas nyatet materi bab baru dan harus dikumpulin hari ini di mejanya Bu Aliyah buat tambahan nilai.”

Sorakan yang tadi terdengar riuh tiba-tiba berhenti digantikan dengan desahan kecewa dari penghuni kelas.

“Gak usah lah, Ja! Kalau free mah free aja, gak usah nyatet-nyatet segala!” protes Vano tidak setuju.

Senja melotot dengan berkacak pinggang. “Kalau lo protes, protes aja ke Bu Aliyah! Gue disini cuma ditugasin buat nulis di papan, kalau lo gak mau nulis, itu urusan lo!”

Semuanya langsung diam melihat sang sekretaris sedang marah-marah. Mereka mulai menyiapkan buku dan alat tulis—bersiap mencatat.

Senja mulai mencatatkan materi sesuai dengan yang tertulis di buku agenda Bu Aliyah. Baru satu baris kalimat yang tertulis di papan tulis, teman-temannya mulai riuh kembali.

“Yang cowok gak mau nyatet, Ja!” teriak Vinka melaporkan kelakuan para cowok yang lebih memilih mengeluarkan ponsel dari pada mengeluarkan buku. Mereka bermain game tanpa peduli dengan tugas yang diberikan.

“Cepu banget, najis!” Vano melirik Vinka kesal. Vinka pun balas menatapnya dengan pelototan tajamnya. Alhasil mereka saling bertatap-tatapan dan mengejek satu sama lain.

Tangan Senja langsung berhenti menulis. Dia menoleh dan mengedarkan pandangan untuk membuktikan kebenaran ucapan Vinka. Ternyata benar, yang menulis hanya anak perempuan saja, sedangkan yang laki-laki malah asik bermain game.

Senja membenturkan spidol yang dia pegang ke papan tulis sampai menimbulkan bunyi nyaring.

“Yang cowok, nulis dong! Ini tugas buat tambahan nilai kalian yang gak seberapa. Kalau kalian gak mau nulis, nanti kita semua kena amukan Bu Aliyah,” teriak Senja kesal.

“Nanti aja gue nulisnya, Ja! Nanggung dikit lagi menang,” sahut Vano santai. Dia memang masuk ke dalam kategori orang paling menyebalkan seantero sekolah versi on the spot.

“Kepala sukunya suruh nyatet noh, Ja! Sapa tahu pengikutnya mau ikut nyatet juga,” saran Fifi.

Senja langsung mengalihkan pandangannya pada Fajar yang sedang duduk di bangkunya sembari memainkan ponselnya dengan posisi miring. Bisa dipastikan dia juga sedang nge-game. Memang apalagi yang bisa Fajar lakukan dengan ponsel miring seperti itu, kalau bukan nge-game. Tidak mungkin Fajar membuka youtube karena aplikasi youtube-nya saja sudah kadaluarsa karena tidak pernah diperbarui.

“Fajar! Lo juga nyatet! Jangan main game mulu!” Senja berdiri di depan bangku Fajar dengan berkacak pinggang seperti ibu tiri.

“Nanti, nunggu menang!” jawabnya santai tanpa berniat menatap Senja.

“Sobat gue, nih!” Vano memeluk bahu Fajar dengan bangga karena jawaban Fajar sama dengan jawabannya tadi.

Kelakuan dua makhluk menyebalkan itu membuat Senja semakin kesal. Berhadapan dengan Vano saja sudah membuatnya emosi, sekarang dia harus berhadapan dengan Vano dan Fajar sekaligus.

“Nyatet atau gue sita lagi HP lo?” ancam Senja.

Fajar meliriknya sekilas lalu kembali menatap layar ponselnya. Senja menghela nafas--menyerah. Dia akan menggunakan cara halus saja agar Fajar mau menulis. Semoga kali ini Fajar mau mencatat.

Senja memasang tampang semelas mungkin, meskipun Fajar sama sekali tidak menatapnya.

“Nyatetnya cuma dikit, Jar. Habis lo nyatet, lo bisa nge-game lagi. Kapan lagi lo bisa dapet nilai cuma dengan nulis tanpa mikir.” Senja mulai mengeluarkan kemampuannya di bidang marketing. Suaranya pun dia buat sehalus mungkin agar Fajar luluh.

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang