“Maaf, Bang. Gue gak bisa.” Fajar menunduk. Merasa tidak enak, tapi itulah jawaban yang muncul setelah dia berpikir beberapa detik. Dia yakin, banyak yang akan terluka kalau seumpama dia menerima permintaan Bara.
“Oh, jadi ini balasan lo atas apa yang udah gue lakuin? Kalau aja gak ada gue, mungkin lo udah habis di tangan anak Tiger. Bahkan gue udah anggap lo saudara sampai gue mau gabungin gang lo sama gang gue, tapi gue minta bantuan gini aja lo gak bisa.” Barra menatap Fajar kecewa.
“Gue berterima kasih banget atas semua bantuan lo, Bang. Tapi, gue bener-bener gak bisa. Gue udah suka sama cewek lain. Gue gak mau nyakitin perasaan dia,” jelas Fajar berharap Bara mengerti.
“Lo cuma mentingin perasaan cewek yang lo suka aja. Lo gak pernah peduli sama perasaan adik gue. Dia udah lama suka sama lo. Apa lo gak bisa buka hati lo buat adik gue? Kasih dia kesempatan buat ngerasain indahnya jatuh cinta!” suara Bara semakin meninggi. Hal itu menarik perhatian anak Black Eagle yang lain. Mereka sampai mengintip dari ruangan sebelah hanya untuk bisa melihat apa yang sedang terjadi.
“Sorry banget, Bang. Gue bener-bener gak bisa jalin hubungan tanpa perasaan. Bukan cuma cewek yang gue suka, tapi Immah juga bakal sakit hati kalau tau gue pura-pura punya perasaan sama dia,” kekeuh Fajar.
“Dia udah sakit hati. Gue tadi lihat matanya sembab pas pulang sekolah. Apa itu juga karena lo?” Nafas Bara mulai memburu setelah teringat sesuatu. Tatapannya menajam dan suaranya terdengar berat penuh tekanan.
“Kalau soal itu gue gak tau, Bang. Setelah bawa dia ke UKS, gue belum pernah ketemu dia lagi.”
Bara beranjak dari duduknya. Dia mendekat dan mencengkeram kaos Fajar. Tatapannya menghunus seakan ingin menghabisi Fajar saat itu juga.
“Kalau sampai gue tau dia nangis gara-gara lo. Siap-siap aja lo berhadapan sama gue!” ucap Bara pelan namun penuh penekanan.
“Jangan harap hubungan kita bakal baik-baik aja setelah ini!” Bara mendorong tubuh Fajar lalu pergi dengan tangan yang masih mengepal. Dia melewati anak Black Eagle begitu saja tanpa berniat menyapa ataupun pamit. Anak Black Eagle yang berniat menyapa pun mengurungkan niatnya saat melihat aura kemarahan dari tubuh Bara.
Fajar menggeram kesal. Tangannya menjambak rambutnya sendiri. Kepalanya terasa pusing sekarang.
Hubungan pertemanannya dan Bara sekarang hancur. Begitupun hubungan Black Eagle dan Jerk Devils. Mereka tidak bisa berkumpul bersama lagi layaknya saudara.
“Kenapa, Bro?” tanya Vano setelah memberanikan diri untuk menemui Fajar. Sebenarnya, ini bukan atas keinginannya sendiri, tapi karena dirinya ditumbalkan oleh teman-temannya agar bertanya tentang apa yang terjadi pada Fajar. Mereka tidak berani menghampiri Fajar di saat seperti ini karena takut Fajar melampiaskan kemarahannya pada mereka. Jangankan Vano, Gerald yang notabenenya kakak kelas Fajar saja hanya berani mengintip dari sela jendela.
“Bara minta gue buat pacaran sama Immah,” jawab Fajar dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit.
“Terus?” Vano mulai kepo. Dia mengambil duduk di samping Fajar agar bisa mendengarkan cerita Fajar dengan jelas padahal dia tadi tidak berani mendekat. Bicara dengan Fajar saja dari jarak 5 meter.
“Ya, gue tolak. Gue gak suka sama Immah. Gue juga gak mau mainin perasaan dia.”
“Terus?” Vano masih belum puas dengan penjelasan Fajar.
Fajar yang sedari tadi menunduk dengan memegangi kepalanya langsung mendongak saat mendengar pertanyaan menuntut dari Vano. Matanya langsung melotot tajam.
Vano yang merasa dalam bahaya pun melirik teman-temannya yang masih mengintip di balik jendela dengan tampang memelas. Dukungan dari teman-temannya membuat Vano berani menatap Fajar kembali. Dia menelan air liurnya susah payah saat melihat Fajar masih memelototinya seperti ingin mengurbankannya.
Vano berdehem untuk membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Dia tersenyum cengengesan. Mencoba menyembunyikan ketakutannya di balik senyumnya.
“Maksud gue, Bara tadi marah-marah karena itu?”
Fajar menggumam lalu meneguk minuman soda yang tersaji di depannya.
“Menurut gue sih, jawaban yang lo ambil itu bener. Lo gak bisa ngorbanin perasaan lo cuma karena mau balas budi atau ngerasa gak enak sama Bang Bara. Seharusnya, Bang Bara juga gak nyampurin urusan pertemanan sama urusan gituan,” ucap Vano berpendapat. Pendapatnya kali ini sangat luar biasa sampai membuat teman-temannya tercengang termasuk Fajar. Mereka tidak mengira kata-kata itu bisa keluar dari mulut Vano yang biasanya hanya bisa mengumpat saja.
“Kita dukung semua keputusan lo. Kita juga gak butuh bantuan Jerk Devils buat menang. Sebelum kenal sama Jerk Devils, kita juga udah menang kan kalau ngelawan gang-nya si Garrel. Bara nolong lo sekali aja udah kayak nolong lo ratusan kali. Padahal kalau dihitung-hitung, lebih banyak balas budi lo dari pada pertolongan dia. Lo udah mau jadi supir adiknya yang pendiem itu, lo juga udah nolongin adiknya beberapa kali. Jadi, jangan ngerasa bersalah karena udah nolak permintaan Bara! Pilihan lo udah bener, Bro.” Vano mencoba membuat Fajar tidak menyesal dengan keputusan yang telah dia ambil. Kata-katanya yang super itu membuat mulut teman-temannya semakin terbuka lebar. Mereka jadi bertanya-tanya, apa sehari saja kepala Vano tidak digeplak bisa membuatnya sebijak itu? Kalau itu benar terjadi, mereka akan menggeplak kepala Vano setiap hari. Lebih baik Vano bertingkah konyol dari pada bijak seperti ini karena itu membuat mereka merasa aneh.
“Lo yakin nebus otak lo sendiri? Lo gak nuker otak lo sama punya orang, kan?” Fajar memicingkan mata. Menatap Vano curiga.
Wajah Vano langsung berubah datar dengan menunjukkan tatapan jengahnya.
“Kenapa sih, gak ada yang bisa hargain perubahan Dedek Vano? Padahal Dedek Vano udah berusaha berubah biar diterima di keluarganya Keysha,” rengek Vano kesal. Sifatnya mulai kembali ke semula.
“Nah, ini baru temen gue,” teriak Ardian tanpa sadar. Dia merasa lega karena Vano masih bodoh. Itu artinya dia tidak akan bodoh sendirian.
Apa yang dilakukan Ardian itu membuat Fajar mengetahui keberadaan mereka. Mata Fajar langsung menajam melihat manusia-manusia kampret bersembunyi di balik pintu.
“Keluar lo semua!” perintah Fajar.
Geplakan dan jitakan mereka hadiahkan untuk Ardian yang telah membuat mereka tertangkap basah sedang mengintip. Satu persatu dari mereka mulai keluar dari tempat persembunyian. Adegan dorong mendorong pun tak terelakkan.
“Ngapain lo semua disitu?” tanya Fajar sembari menatap satu persatu temannya.
“Nunggu Vano dieksekusi,” jawab Rico membuat Vano melotot kesal.
“Kita cuma pengen tau aja, masalah apa yang buat lo sama Bara sampai berantem,” sahut Gerald menjelaskan.
“Tanpa gue ceritain juga gue yakin lo semua udah tau,” ucap Fajar sarkasme.
Gerald dan teman-temannya nyengir lebar. Malu sekaligus salah tingkah karena ketahuan menguping. Tentu saja mereka tau, karena mereka sedari tadi mencuri dengar pembicaraan Fajar dan Vano. Tidak ada ruginya mereka menumbalkan Vano karena Vano cukup bisa menenangkan Fajar yang tadi sempat gelisah setelah Bara memutuskan hubungan pertemanan mereka.
“Tenang, Jar. Kita gak butuh teman musiman kayak Bara. Gak ada ruginya buat kita kalau gang Bara udah gak mau gabung lagi sama kita karena kita juga bisa menang tanpa mereka.” Gerald menepuk bahu Fajar pelan. Dukungan dari teman-temannya membuat Fajar sedikit tenang.
Fajar mengangguk lalu tersenyum tipis. Dia tidak menyesali keputusannya. Lebih baik dia kehilangan teman seperti Bara dari pada harus membuat Senja menangis lagi.
🍰🍰🍩🍰🍰
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]
Teen Fiction(TERSEDIA DI GRAMEDIA) PART TIDAK LENGKAP ⚠️ Fajar Arvandi, murid yang hobi bolos dan selalu membuat sekretaris pusing dengan alasannya. Jabatannya sebagai ketua gang Black Eagle tidak cukup membuat Senja segan dengannya. Hanya Senja yang berani men...