AFDS - 43. Salah Sasaran

243K 25.8K 4.9K
                                    

Anak kelas 11 IPA 3 baru saja selesai praktek badminton. Pak Yunus memberikan kebebasan waktu satu jam untuk melakukan olahraga sesuai keinginan murid-muridnya, sedangkan dia memilih ngopi dan berbincang di basecamp bersama para guru yang sedang tidak ada jadwal mengajar.

Ardian mulai mengeluarkan peralatan olahraga dibantu anak-anak yang lain. Para cewek memilih bermain hulahoop, kucing-kucingan, dan lompat tali. Sedangkan, para cowok memilih bermain basket dan ada beberapa yang masih bermain badminton.

Senja berjalan ke pinggir lapangan bersama ketiga temannya. Mereka baru saja bermain lompat tali dan sekarang mereka kelelahan.

Senja meneguk habis airnya yang tinggal setengah botol karena setengah botolnya sudah diminum Vano sebelum olahraga tadi. Di sampingnya, Vinka sedang mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal. Sedangkan, Keyla dan Fifi sedang mengipasi wajah mereka yang terasa gerah dengan daun yang baru saja jatuh di samping mereka.

"Sampai mana hubungan lo sama Fajar?" tanya Keyla memecah keheningan.

Senja mengangkat bahunya. "Jalan di tempat aja. Si Kupret masih gantungin gue."

Vinka terkekeh mendengar nada pasrah dari ucapan Senja. "Makanya, sama Bang Sat, aja! Lo pasti langsung dikasih kepastian dari pada sama si Pajar digantung mulu."

Senja mendengus. "Selain Kak Satria, emang gak ada lagi yang bisa lo promosiin ke gue? Bosen gue denger lo promosiin Kak Satria mulu."

"Banyak, sih. Lo mau yang mana? Ada Asep, Ucup, Udin, Saipul, Jupri, sama Wahyudi." Vinka menyebutkan semua nama kandidat pacar Senja.

"Buset! Siapa aja, tuh? Kok namanya baru gue denger semua?" tanya Fifi ikut penasaran.

"Tetangga-tetangga gue yang duda," jawab Vinka tanpa merasa bersalah sama sekali.

Senja langsung menggeplak kepalanya dengan botol air minumnya yang untungnya sudah kosong.

"Tega banget lo mau jodohin gue sama tetangga lo yang udah duda! Gini-gini masih banyak perjaka yang mau sama gue," balas Senja sewot.

"Iya, tapi lo digantung mulu sama mereka."

"Gapapa. Mending gue nunggu kepastian dari si Kupret dari pada gue sama duda."

"Duda udah berpengalaman loh, Ja. Yakin gak mau?" goda Vinka dengan terkikik geli.

"Bodo amat! Gue lebih suka yang amatir."

Senja mengabaikan Vinka yang masih terus menggodanya dengan mempromosikan tetangga-tetangganya yang sudah duda, tapi hartanya melimpah. Dia lebih memilih memperhatikan Fajar yang sedang berlarian di tengah lapangan. Cowok itu sedang bermain basket dengan teman-temannya. Keahliannya dalam mengoperasikan bola selalu membuat Senja terkagum-kagum. Dia terlihat jauh lebih keren saat sedang olahraga seperti ini.

Keringat yang terus keluar membuat kulit Fajar terlihat mengkilap di bawah sinar matahari. Bajunya pun sudah basah. Sesekali dia terlihat menghapus keringat yang jatuh di pelipisnya. Semuanya tidak lepas dari jangkauan mata Senja.

Merasa diperhatikan, Fajar pun menoleh. Dia tersenyum tipis saat mengetahui Senja sedang memperhatikannya. Kali ini Senja tidak salah tingkah saat ketahuan sedang memperhatikan Fajar. Dia malah tersenyum manis membalas senyum Fajar.

Fajar kembali bermain setelah melihat senyum Senja yang tanpa sadar menjadi penyemangat untuknya. Dia menangkap bola hasil lemparan dari Ardian lalu memantulkannya dan memasukkannya ke dalam ring.

Senja tersenyum bangga saat melihat Fajar berhasil memasukkan bola ke dalam ring dengan sangat bagus. Teman-temannya pun ikut bersorak karena mereka juga mendukung tim Fajar.

Lemparan bola yang sebenarnya Fajar tujukan untuk Rafli meleset jauh karena lemparannya terlalu keras. Bola itu melewati Rafli begitu saja dan mengenai kepala seseorang yang sedang berjalan di samping lapangan. Pekikan dari orang itu membuat Fajar dan yang lainnya langsung menghampirinya. Mereka bergerumbul untuk melihat keadaan sang korban bola basket. Fajar semakin panik saat korban bola basketnya adalah Immah dan cewek itu sekarang sudah tergeletak pingsan setelah sebelumnya mengaduh sembari memegangi kepalanya. Dengan sigap, Fajar langsung menggendongnya dan membawanya ke UKS.

Wajah Senja langsung merengut. Dia bertanya-tanya dalam hatinya, dari sekian banyak murid SMA Raden Wijaya, kenapa harus Immah yang terkena lemparan bola Fajar. Seakan dunia ikut mendukung kedekatan mereka.

"Emang kena bola kayak gitu bisa bikin pingsan, ya?" gumam Senja sedikit keras sampai Vano yang sedang duduk tidak jauh darinya ikut menoleh.

Bukannya Senja menuduh Immah hanya pura-pura pingsan, tapi dia memang penasaran, apa efek lemparan bola basket bisa membuat seseorang sampai pingsan karena nyatanya dirinya masih bisa berdiri dengan tegak setelah terkena lemparan bola basket sewaktu kelas 10. Dia hanya menangis karena bola itu menghantam matanya dan sedikit merasa pusing saja.

"Beda orang, beda reaksi, Ja. Immah kan emang gampang pingsan, jadi wajar kalau dia langsung pingsan pas kena lemparan bola," sahut Keyla memberikan pengertian pada temannya yang sudah diliputi rasa cemburu.

"Iya, jangan samain kepala lo sama kepala dia! Kepala lo kan anti bentur. Terbuat dari semen pilihan. Kalau kena bola, bolanya yang sakit, bukan kepala lo," timpal Vano meledek lalu tertawa saat melihat Senja sudah melotot tajam di tempatnya.

"Fajar cuma tanggung jawab aja, Ja. Gak usah jealous!" Fifi ikut menenangkan Senja padahal Senja tidak secemburu itu.

Tanpa berucap sepatah katapun, Senja bangun dari duduknya lalu pergi meninggalkan teman-temannya yang masih duduk di pinggir lapangan. Hal itu membuat teman-temannya menjadi panik. Mereka mengira Senja akan menyusul Fajar dan Immah. Mereka tidak yakin Senja akan diam saja tanpa membuat keributan kalau sudah dikuasai rasa cemburu seperti ini.

"Ja, lo mau kemana?" tanya Vinka panik. Dia berdiri dan berlari menyusul Senja.

"Mau nyusulin Fajar sama Immah ke UKS, ya?" sahut Fifi menebak.

"Dih! Ngapain? Orang gue mau ke kantin beli minum. Haus kerongkongan gue gara-gara si Vano habisin air gue sampai setengah botol," jawabnya sembari melirik Vano sinis.

Ketiga temannya bernafas lega. Setidaknya, Senja tidak akan bertindak bar-bar seperti yang dilakukan Shelia waktu itu.

Senja membeli strawberry milkshake untuk mendinginkan kerongkongannya. Dia menyeruputnya sembari memperhatikan anak kelas 10 yang sedang belajar di taman.

Vinka, Fifi, dan Keyla masih sibuk memesan makanan. Mereka berpencar karena makanan yang ingin mereka beli berbeda-beda.

Satria yang tiba-tiba duduk disamping Senja membuat Senja terperanjat kaget. Entah dari mana cowok itu datang sampai bisa tiba-tiba duduk di samping Senja.

"Habis olahraga, ya?" tanya Satria dengan senyuman manisnya.

Senja ikut tersenyum. "Iya, Kak."

Satria manggut-manggut.

Mereka kembali diam. Senja sibuk menyeruput strawberry milkshake-nya, sedangkan Satria memilih memperhatikan orang yang berlalu lalang.

"Kak Satria gak pelajaran?" tanya Senja saat merasa situasi menjadi awkward karena mereka hanya diam saja.

"Pelajaran, tapi aku lagi izin ke toilet."

"Kok malah ke kantin?" Senja menatap Satria heran, sedangkan yang ditatap malah terkekeh.

"Kayak kamu gak pernah aja. Aku lagi bosen di kelas."

Senja terkekeh karena dia juga pernah di posisi Satria. Meskipun dia tergolong murid rajin, tapi dia juga pernah merasa bosan yang membuatnya memilih keluar di tengah jam pelajaran untuk sekedar ke toilet atau ke kantin menjernihkan pikiran.

"Aku masuk dulu, ya. Ada Pak Kadir keliling," pamit Satria sembari mengusap puncak kepala Senja.

"Kenapa cowok-cowok hobi banget, sih, ngacak-ngacak rambut," gerutu Senja saat Satria sudah menjauh.

🍰🍰🍩🍰🍰

Antara Fajar Dan Senja [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang