24. Di kejar.

174 52 25
                                    


"Aku akan memelukmu, saat dunia kembali menyakitimu."

^^^^^^^

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

^^^^^^^

Angin yang berhembus kencang itu membuat senyum manis Zesya terbit. Entah semua ini mimpi atau khayalan, Zesya berada di kota impiannya, semua ini terasa begitu asing. Namun, begitu Zesya dambakan.

Jalanan kota Los Angels yang Zesya lihat dari pinggir kota membuat hatinya berdesir tenang. Tapi, rasanya selalu ada yang kurang, Zesya merindukan keluarganya di indonesia. Negara kelahirannya.

Tch!

Suara jentikan Sehun, membuat Zesya tersadar akan lamunannya. Sehun berucap pelan. "Apa yang kau pikirkan?"

"Tidak ada. Hanya hal kecil," ujar Zesya seraya menggeleng pelan. Gadis dengan rambut yang terikat menjadi satu itu menatap Sehun tegas, tetapi begitu rapuh.

"Mungkin kau dan aku baru kenal beberapa hari ini, tetapi percayalah, aku juga menginginkan kebaikan untukmu. Melihat kau tidak seceria biasanya, itu sungguh aneh."

Dada Zesya bergemuruh, merasakan sesak luar biasa. Suara canda tawa keluarganya memenuhi otak Zesya. Memaksa gadis itu mengingat kembali, beberapa hari ini ia berhasil sedikit melupakannya. Tetapi jika ia kembali sendiri dalam kubangan kesepian, satu persatu ingatan mulai menggerogoti perasaannya.

"A-aku tidak harus bagaimana, aku ingin memeluk ayahku. Sekali saja, aku membutuhkan seseorang untuk aku peluk." Zesya Kanaya meluruhkan badannya yang terasa begitu lemas ke tanah. Sehun membulatkan matanya, Zesya hancur seketika, tanpa ada aba-aba.

Memang seseorang butuh aba-aba untuk hancur? Zesya rasa tidak. Terkadang, semua itu datang akibat tidak kuatnya lagi perasaan menopang beban semuanya lagi.

Angin semakin menerpa mereka begitu kencang, Zesya dan Sehun lupa, bahwa pemberitahuan angin badai akan terjadi sore ini. Seluruh warga kota sudah pasti berbondong-bondong berdiam di dalam rumah, pantas saja tadi wahana permainan cepat sekali ditutup.

Sehun menekuk kedua kakinya, berjongkok sejajar dengan tubuh Zesya. Tangan berkulit pucat itu mulai menyeka pelan air mata Zesya yang mengalir. "Maafkan aku!" Suara bersalah Sehun membuat isakan Zesya terhenti.

"For what?"

"Aku... Menyentuhmu, beberapa saat lalu. Tapi, sungguh, aku tidak bisa melihat seseorang menangis." Sehun mulai melepaskan jaket kesayangannya, kemudian menyampirkannya di kepala Zesya.

"Badai sebentar lagi, kita cari tempat berteduh saja." Tangan Sehun yabg terulur Zesya raih. Mata mereka saling menumbuk satu sama lain. "Aku tidak bisa memelukmu, jadi apa menggenggam tanganmu itu sudah cukup? Seperti ini."

I'm Not PaparazziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang