"Hidup itu bagai labirin, terkadang saat ingin keluar kau harus mencari jalan yang rumit dulu."
Sudah belasan tahun lamanya waktu berlalu, kadang sesuatu yang kita pikir baik belum tentu baik, dan juga sebaliknya. Menjadi seorang pemimpin bukanlah suatu hal yang mudah, disaat sisi kiri hancur sisi kanan tidak bisa melengkapinya. Hanya satu cara untuk menutupi yaitu mengorbankan sang pemimpin.
Suho kadang ingin menyerah. Di balik senyum semanis madunya itu terdapat luka basah yang tak pernah orang lain ketahui, ia begitu pandai menutupi semuanya dengan senyuman. Kesakitan dan kesedihan yang menjadi satu ia sembunyikan begitu baik.
Zesya tidak mengerti satu hal dari begitu banyaknya pertanyaan yang menggangu hari-harinya. Terkadang saat ia terbangun di tengah malam, Zesya melihat Suho yang menangis sendirian, dan kemudian paginya tertawa tanpa beban. Seolah tangisan dan raungannya semalam itu bukan hal yang besar. Mengapa manusia memakai banyak topeng?
"Suho ...." Zesya berjongkok tepat di samping Suho yang sedang menunduk seraya menutup mata dengan erat. Lalu lalang orang-orang mereka abaikan. Disaat rasa sakit lebih mendominasi semua akan terlupakan dengan mudah.
"Seharusnya aku tidak terlambat. Setelah sekian lama kita bisa berjalan, berkumpul, saat hari ini berkahir. Seharusnya aku mengantar keduanya," lirih Suho dengan tangan yang terkepal erat. Bahunya yang biasa terlihat kokoh kini luruh seketika.
Lidah Zesya keluh, ia sebisa mungkin menahan semua pertanyaannya. "Hari ini, esok atau nanti. Berjuta memori yang terpatri dalam hati akan selalu dikenang. Jika kau tidak bisa mengantar mereka, mungkin besok atau nanti kau bisa mengantar mereka. Meski kau ingin, tapi ini sudah takdir tuhan."
Dalam hati Zesya meminta maaf kepada orang yang bernama 'Takdir' karena ia tidak tahu apa-apa, tetapi selalu disalahkan.
"Tapi, aku ingin sekarang. Sekarang! Bukan besok."
Kata orang waktu adalah uang, tapi bagi Suho waktu adalah kelemahan. Jika saja waktu bisa berhenti atau diputar ia ingin kembali ke masa kecilnya. Tidak mengerti apapun tentang dunia yang kejam ini.
"Jika kau percaya keajaiban, maka angkatlah kepalamu." Seperti sebuah sihir. Suho mengangkat kepalanya sesuai arahan Zesya. Saat itu juga matanya terpaku, di ujung sana member lain menertawainya.
Biarkan saja! Seperti virus, ia juga ikut tertawa meski di balik kaca mata hitamnya terdapat sebuah sungai kecil yang mengalir. Tanpa aba-aba, Suho bangkit berlari dan menabrak orang-orang yang menghalangi jalannya. Sakit di bagian kakinya sudah tidak ia perdulikan.
Mereka bersembilan berpelukan. Saling menyatukan kepala, serta menepuk punggung satu sama lain. Suara tawa yang diselingi oleh Isak tangis membuat Zesya dan Kim-Hyana terdiam. Persahabatan mereka melebihi batas ikatan sesungguhnya. Sayang sekali mereka terlampau menyakitkan untuk dirusak.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Paparazzi
FanfictionAmazing cover by @cumicumi_kokobop Seringnya dikucilkan dan dibandingkan membuat Zesya merasa dirinya makhluk paling menjijikan di dunia ini. Dulu ia berpikir pacaran bagi masa depannya tak akan menjadi masalah, tetapi semua itu enyah seketika saat...