"Hanya ada dua teori, yaitu menjadi pria cinta pertama putrinya atau perusak kebahagiaan untuk putrinya."
"Kau ikut aku keluar, aku akan membayarmu di luar sana." Zesya menatap Luhan yang lebih tinggi darinya. Untung saja tadi Sehun memberikan topi kepada Zesya, sehingga wajah gadis itu tidak terlalu terlihat oleh pengunjung caffe yang menatapnya terang-terangan dengan perasaan dengki.
Baru saja Luhan akan mengangguk, suara ponsel yang berada di kantong celananya berdering. "Bentar ...."
"Luhan pulanglah cepat, Tao dan Clara bertengkar lagi. Kali ini jauh lebih parah dari yang biasanya."
Tanpa menunggu lagi, Luhan memutuskan panggilan dari kekasihnya. Ia menghembuskan nafas gusar. Baru saja ditinggalkan kedua manusia berbeda gender itu kembali berulah.
"Maafkan aku, aku tidak bisa ikut denganmu. Aku begitu terburu-buru. Ah ... Sebagai gantinya, ini kartu namaku. Kau bisa menghubungiku jika ingin menggantinya, tapi sebanarnya itu tidak diperlukan. Anggap saja aku sedang mentraktirmu!" Luhan menyodorkan sebuah kartu nama yang tertera nomor ponselnya serta alamatnya saat ini.
"Baiklah! Aku sungguh berterimakasih, aku akan segera menghubungimu. Rasanya tidak enak jika harus berhutang Budi pada orang yang belum kukenal," ujar Zesya tersenyum kecil ke arah Luhan. Setelah itu, pria berwajah tampan itu melenggang pergi dari hadapan Zesya.
Dengan kepala yang menunduk Zesya keluar dari kedai itu, baru saja kakinya menyentuh rumput, suara Sehun sudah lebih dahulu mengagetkannya.
"Kau ini lama sekali, aku pikir aku sudah membuatmu menunggu karena aku menghilang." Sehun menggerutu seraya mengambil babble tea yang Zesya bawa dengan tangan kanannya.
Mata Zesya menatap tangan kiri Sehun yang penuh belanjaan."Kau berbelanja dan meninggalkanku dengan uang Korea. Bagus! Jangan berbicara denganku," ucap Zesya ketus. Ia melangkah lebih dahulu melewati Sehun. Membuat pria itu panik seketika, tetapi ternyata bukannya melangkah lebih jauh. Zesya justru duduk di gazebo yang dipersiapkan oleh kedai itu.
"Kau marah?" tanya Sehun hati-hati. Jujur saja. Zesya jelas kesal dan marah. Ia sudah cukup kecewa dengan perlakuan D.o hari ini, keudian ditambah kesialannya di dalam kedai tadi. Itu sudah menjadi paket komplit untuk membuatnya kesal seketika.
"Duduk dan minumlah minumanmu. Di dalam agamku, seseorang yang makan dan minum di anjurkan untuk duduk. Dalam dunia kedokteran juga itu sangat berpengaruh untuk kesehatan." Zesya lebih memilih menyeruput minumannya dengan menatap jalanan yang dipenuhi oleh kendaraan. Mengabaikan Sehun yang menanyakan dia marah atau tidak. Persetan. Intinya Zesya ingin tenang sesaat.
Sehun lebih memilih untuk mengalah. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud memberimu uang Korea. Aku pikir itu uang dollar, ternyata aku belum menukarnya, aku juga baru sadar saat membeli makanan Vivi di toko sebrang jalan sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Paparazzi
FanfictionAmazing cover by @cumicumi_kokobop Seringnya dikucilkan dan dibandingkan membuat Zesya merasa dirinya makhluk paling menjijikan di dunia ini. Dulu ia berpikir pacaran bagi masa depannya tak akan menjadi masalah, tetapi semua itu enyah seketika saat...