48. Kisah Kelam.

101 30 60
                                    

"Beberapa orangtua berharap memiliki anak yang pintar di segala bidang dan sukses di masa mudanya. Dan terkadang yang menyakitkan, mereka selalu membandingkan anaknya dengan si A, B atau C lah. Please mah, pah. Kesuksesan setiap orang berbeda, tergantung usaha mereka"

"Aku pikir kau akan makan siang bersama kami!" ujar Miley saat Clara pamit untuk balik ke kamar hotelnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku pikir kau akan makan siang bersama kami!" ujar Miley saat Clara pamit untuk balik ke kamar hotelnya. Tao yang lebih dahulu masuk dalam kamar hotel segera menyediakan suaranya dengan keras.

"TIDAK USAH AJAK DIA, TELINGAKU HAMPIR BERDARAH TADI. DASAR GADIS GILA!" Clara memutar bola mata jengah, bilangnya aja gadis gila, giliran tadi ia akan memukul salah satu paparazzi karena hampir membuatnya terjatuh, tetapi Tao sudah lebih dahulu melemparkan makian pada paparazzi itu.

"Aku hanya akan berganti baju, kau tahu aku benar-benar merindukan makanan yang lezat. Jadi tunggu saja lima menit, aku akan segera kembali." Tanpa menunggu waktu lagi, Clara berbalik melangkah ke arah kamar hotelnya.

Saat gadis itu membuka pintu kamar hotel, ia terdiam bingung, hotel yang terakhir ia tinggalkan itu gelap karena semua lampu ia matikan. Namun, mengapa saat ini, seluruh lampu di kamar hotelnya menyala.

Saat Clara melangkah lebih jauh, kedua lututnya terasa lemas, jantungnya berpacu dengan cepat. Terhitung hampir dua tahun ia tidak bertemu dengan kedua paruh baya itu. Terakhir kali saat kelulusan SMA-nya, awal dari pemberontakan yang Zesya kobarkan untuk Clara pada orangtuanya.

"I think you forget if you have a child, " sindir Clara menatap kedua orangtuanya dengan tenang. Bibirnya ia jilat perlahan, entah mengapa rasanya sesak itu menggerogoti seluruh tubuhnya. Membelitnya secara tak kasat mata.

Jack Anderson, pria asli keturunan Amerika Serikat itu menatap Clara dengan murka. Namanya hampir tercemar karena perbuatan Clara yang bisa saja menghancurkan nama baiknya selama ini.

"Putri sialan! Mengapa kau tak memiliki sedikit saja rasa balas Budi pada orangtuamu," bentak Pavita melangkah maju. Clara tetap tidak gentar, berdiri kokoh sebagai bentuk pertahanan terkuatnya.

Dulu seorang pernah mengatakan padanya bahwa untuk melindungi diri sendiri dari badai apapun hal pertama yang ia lakukan adalah menguatkan hati dan berdiri kokoh agar musuh tidak bisa menjatuhkanmu lebih jauh. Zesya.

"Kalian sendiri yang tidak pernah mengakui ku sebagai putri, kalian sendiri yang pergi meninggalkanku sendiri saat aku membutuhkan pertolongan." Clara tertawa miris, lebih tepatnya menertawai nasib malangnya.

"Karena kau sungguh memalukan untuk kami akui sebagai putri. Kau bodoh, banyak tingkah, dan tidak tahu diri. Kau mempunyai sahabat seperti Zesya, dia cerdas, tidak perlu cantik karena kepintaran bisa mengubah kecantikannya nanti. Tapi kau, kau sungguh tidak berguna! Pernahkah kau membanggakan ku dengan apa yang kuinginkan, aku hanya memintamu menjadi yang terbaik. Tapi kau selalu memberi sebaliknya." Jack mengucapkannya dengan penuh amarah. Apa yang bisa membuat anak jauh lebih terluka? Hanya satu, yaitu dibanding-bandingkan.

I'm Not PaparazziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang