"Hei, terus jalan!"
Seorang pria menodongkan senjata laras panjang ke arah Raden Panca dan Bajra. Ditemani seorang pembawa lentera, pria itu menggiring Raden Panca dan Bajra menyusuri gua yang gelap.
Di atap gua, kelelawar kembali berdecit melihat kehadiran 4 sosok manusia. Mereka siapa? Diantara mereka ada yang tidak dikenal.
Mereka berjalan cukup lama, semakin dalam menyusuri maka udara pun mulai menipis. Pengap. Tempat apa ini? Kok ada manusia yang mau datang ke sini. Raden Panca dan Bajra bertanya-tanya dalam hati.
DRREEGGG ...
Dari arah depan terdengar sesuatu, seperti suara benda digeser. Cahaya pun nampak dari arah suara itu. Ada ruangan dibalik dinding gua?
Seorang pria bertubuh tinggi menyambut kedatangan Raden Panca dan Bajra. Dia tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. Wajahnya menyiratkan kesenangan seperti hewan buas yang mendapatkan hasil buruan.
Tempat apa ini?
Raden Panca dan Bajra kaget bercampur kagum pada apa yang disaksikan. Kini mereka masuk ke dalam ruangan yang lebih luas. Di dalam gua, ada gua yang lebih besar.
"Selamat datang di rumah kami, Nak," Si Pria Besar seperti menyambut tamu kehormatan. Sopan, tapi penuh ancaman.
"Kau kagum pada rumah kami?" pria yang membawa lentera bertanya sambil meletakan lentera di dinding batu yang kokoh. Kini terlihat wajahnya yang lonjong dengan hidung mancung. Dia terlihat tampan, tidak seperti penjahat yang menyeramkan, hanya saja rambutnya panjang terurai, jabrik.
"Duduk di sana!" si pembawa senjata mengarahkan Raden Panca dan Bajra pada tiang yang terpancang diantara atap dan lantai gua. Sepertinya berfungsi sebagai penyangga. Karena begitu banyak tiang yang semisal dengannya.
"Paman, tempat apa ini?" Bajra bertanya polos.
"Kau ingin tahu nampaknya?" Si Jabrik menghampiri Raden Panca dan Bajra sambil membawa tali. Mereka berdua diikat menyatu dengan tiang itu. Tak berdaya.
"Kau pikir ini tempat apa?" si pria pembawa senjata kembali bertanya sambil tertawa. Suaranya menggema. Giginya yang kekuningan terlihat jelas karena penerangan yang cukup di ruangan itu. Karena plontos, cahaya memantul di atas kepalanya.
"Ini bukan gua alami ...," Raden Panca bergumam.
"Kamu anak pintar ...," Si Jabrik tersenyum, terpukau pada perkiraan remaja itu.
"Ini pertambangan?" Bajra bertanya sekaligus memberikan pernyataan.
Ketiga pria itu tersenyum sambil mengangkat alis.

KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Misteri Gua Kelelawar
Adventure"Ki Lurah, anak saya hilang!", teriak seorang lelaki di beranda rumah. "Bukannya tadi main dengan anak-anak yang lain?" "Tidak ada. Coba perhatikan." "Ya, Ayah. Pranata tidak ada ....", Raden Darma pun berlari ke arah rumahnya sembari menunjukan waj...