"Papa!" gadis itu berteriak kencang. Dia hendak berlari menghampiri rumahnya yang terbakar, tapi Kapten Frederik memeluknya.
"Jangan, bahaya! Nona," Kapten Frederik mencoba menenangkan. "Kamu tetap di sini, biar saya yang memeriksa keadaan".
Langit malam yang gelap, kali ini mulai diterangi oleh semburan api yang semakin membesar. Kapten Frederik kebingungan harus masuk lewat pintu mana. Rumah 2 lantai itu dipenuhi api, di berbagai sisi.
"Tolong! Kebakaran!" Kapten Frederik berteriak meminta tolong.
TONG TONG TONG !!
Suara kentongan ditalu dengan cepat, tanpa jeda. Warga mulai tahu ada kebakaran karena mereka melihat dengan jelas api yang berkobar begitu besar.
Api cepat sekali membesar, padahal ini rumah tembok bukan rumah panggung. Kapten Frederik merasa heran dengan pemandangan di hadapannya. Setiap ruangan terlihat bercahaya. Api melahap semua isi rumah.
"Mama!!" gadis itu kembali berteriak sambil menangis kencang.
Tidak butuh waktu lama untuk membuat para tetangga berkumpul. Para pria membawa ember berisi air untuk memadamkan api. Para wanita, dengan pakaian tidur, berkumpul untuk menenangkan gadis anak pemilik rumah.
Bagaimana nasib Wali Kota dan istrinya? Hal itulah yang dipikirkan Kapten Frederik. Kebakaran ini benar-benar besar. Aku tak mungkin masuk ke sana.
"Mereka tiba-tiba masuk rumah lewat jendela. Mereka mencari Papa ... mereka mengobrak-abrik seisi rumah ...," sang anak Wali Kota mencoba memberi penjelasan pada warga yang sedang berkerumun.
"Sepertinya mereka sengaja membakar rumah ini ...," Kapten Frederik memberi perkiraan.
"Ya, Tuan. Tadi ... ketika aku mau bertemu Tuan ... mereka terlihat memecahkan lentera ... dan menyalakan api di tengah meja ...."
"Mereka mengumpulkan barang-barang rumah yang mudah terbakar?"
Gadis itu mengangguk membenarkan perkataan Kapten Frederik.
"Bagaimana kau bisa keluar, Nak?" seorang wanita bergaun putih bertanya dengan rasa penasaran.
"Ya, seperti yang diajarkan Papa, saya keluar lewat jendela kamar. Saya turun menggunakan tirai yang diikatkan lewat terali besi."
"Syukurlah, kau tidak berpapasan dengan mereka?"
"Tidak, tapi saya lihat penjaga sudah tergeletak di halaman."
Kapten Frederik mendapatkan jawaban, kemana saja para penjaga. Mereka tergeletak di halaman, mayatnya sudah dibopong warga untuk menjauhi jilatan api.
"Nyonya, aku titip anak ini. Aku akan mengejar mereka," Kapten Frederik berlalu menuju kudanya yang masih setia menunggu.
Baru beberapa langkah dia berjalan, badannya berbalik dan bertanya pada gadis itu, "Kau tahu, ciri-ciri pengacau itu?"
"Mereka berpakaian hitam-hitam ... dan memakai topeng ...."
![](https://img.wattpad.com/cover/241693304-288-k908120.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan Misteri Gua Kelelawar
Przygodowe"Ki Lurah, anak saya hilang!", teriak seorang lelaki di beranda rumah. "Bukannya tadi main dengan anak-anak yang lain?" "Tidak ada. Coba perhatikan." "Ya, Ayah. Pranata tidak ada ....", Raden Darma pun berlari ke arah rumahnya sembari menunjukan waj...