27

148 42 0
                                    

Kapten Frederik berjalan mondar-mandir sambil memperhatikan bekas kebakaran di ruang kerjanya. Dia menunggu hasil kerja anak buahnya untuk mengejar para pengacau yang menyatroni Kapten Frederik saat waktu istirahat telah tiba.

Malam, kembali pekat. Awan kembali menghalangi sinar rembulan malam itu. Srrrr ... kata hatinya mengatakan sesuatu. Kalau malam gelap begini, para bandit mulai merajalela, pikirnya.

"Hei kau yang sedang berdiri! Ambilkan kudaku!" Kapten Frederik memberi perintah.

"Baik, Tuan."

Seekor kuda kemudian datang dengan dituntun oleh seorang serdadu. Kapten Frederik melompat ke atas kuda sambil memberi perintah kepada anak buahnya untuk berjaga-jaga.

"Hiaaa!!" Kapten Frederik membawa kuda kecokelatan itu menyusuri gelapnya malam Ibu Kota.

Sang Kapten melintas ke sebuah lorong gelap antara 2 gedung. Matanya menangkap sosok yang sedang berlari kencang.  Untuk apa dia berlari sekencang itu?

"Hei ... tunggu! Berhenti di situ!" teriak Sang Kapten.

Sosok itu tidak berhenti berlari. Dia malah berbelok ke arah jalan utama seperti menuju suatu tempat. Dia bukan hanya berlari menghindari kejaran. Kuda pun berlari lebih kencang dari sebelumnya.

Tapi, sosok itu menghilang. Kemana larinya?

Kudanya dibuat berlari lebih pelan. Kapten Frederik memicingkan mata demi fokus pada usaha mencari sosok mencurigakan itu. Beberapa saat dia melayangkan pandangan ke berbagai arah.

"Tolonnggg ... !!" terdengar teriakan meminta tolong dari kejauhan.

Perhatian Kapten Frederik beralih ke sumber suara itu.

"Tolonnggg ... !!" sekali lagi terdengar.

Suara wanita meminta tolong. Siapa dia? Kapten Frederik berputar untuk meneliti sumber suara. Malam terlalu gelap, dia tidak bisa melihat sumber suara itu. Dia hanya melihat gedung-gedung yang kokoh berdiri tanpa penerangan yang memadai. Mencekam.

Akhirnya, ... ada setitik cahaya di kejauhan. Kudanya dipacu untuk menghampiri. "Hiaaa ...!"

"Heaa ... grrr ...," si kuda berhenti berlari tepat di depan seseorang yang sedang membawa lentera.

"Hei ... ada apa?"

"Rumah saya, Tuan," seorang gadis memberi penjelasan dengan terbata-bata. Isak tangisnya masih terdengar lirih.

"Nak, kenapa dengan rumahmu?"

"Ada yang mengacak-ngacak rumah kami, Tuan."

Cahaya lentera yang kecil tidak membantu memperjelas wajah gadis itu. Lentera yang dipegangnya jauh dari wajahnya.

Kapten Frederik turun dari kudanya. Dia memegang tangan gadis itu. Menenangkan. Wajahnya terlihat lebih jelas dari jarak dekat.

"Kamu ... kamu ... anak Tuan Wali Kota."

"Ya, Tuan."

BBLLURRR ...!!!

Tiba-tiba suara api menyembur terdengar tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

Panca dan Misteri Gua KelelawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang