48. Runtuhnya pertahanan.

52 4 26
                                    

Karenamu, aku mengenal apa itu cinta sesungguhnya. Karenamu, aku menyimpan rasa sebesar itu kepada seseorang. Karenamu, aku patah hati sesakit itu. Karenamu pula aku bertekad membenci seseorang hingga sedalam ini.” —Aruna Langit Rinjani.

***

Aruna menangis sejadi-jadinya. Dia meluapkan segala sesak yang ada di hatinya. Sakit yang dirasakan kali ini memang tak bisa ditahan hingga membuat Aruna tak kunjung menghentikan air mata yang terus menetes itu.

Nayra mengajak Aruna ke salah satu sudut sekolah yang sepi yaitu didepan lab kimia. Dia tau kali ini Aruna akan melampiaskan semua kesakitannya. Buktinya sekarang sahabatnya itu sedang duduk dibawah sambil menangis. Aruna seperti orang yang putus asa. Disisi lain Nayra juga penasaran apa yang dikatakan Darren sampai-sampai Aruna menangis seperti ini. Sebuah kenyataan apa yang Darren tunjukkan hingga membuat Aruna yang selalu kuat sekarang menjadi seolah tak berdaya?

Cinta memang membuat seseorang menjadi bodoh karena mengenalnya. Berubah dalam sekejap, yang tadinya itu tidak mungkin lalu menjadi mungkin. Tapi secara bersamaan kita akan mendapatkan pelajaran yang bisa diambil dalam setiap perjalanannya. Berbagai perasaan dapat dirasakan sesuai kenyataannya. Tapi janganlah berekspetasi terlalu tinggi, karena dia hanyalah manusia biasa yang bisa kapan saja berbuat salah. Tak sepatutnya kita menyalahkan orang itu, tapi coba koreksi diri sendiri yang terlalu menaruh harapan lebih pada seseorang yang kita tidak tau apakah ending dari kisah itu. Bahagia? Sedih? Itu semua benar-benar tidak bisa diprediksi. Semua bisa berubah kapan saja sesuai kehendak Tuhan.

Aruna harusnya sadar dari awal semua ini hanya permainan yang Darren ciptakan. Seharusnya dia tidak usah terlalu terbawa perasaan karena sudah jelas cowok itu tidak mungkin bertanggung jawab atas semuanya. Lantas apalagi yang masih Aruna harapakan?

Darren sudah memiliki kekasih yang sangat dicintainya. Keduanya adalah pemain utama dalam kisah mereka. Sedangkan Aruna hanya pemeran pembantu alias pengganti ketika pemeran utama sedang tidak bisa diandalkan. Dia hanya dipakai kalau memang sedang dibutuhkan, kalau tidak? Aruna memang tidak berguna. Harusnya Aruna sadar akan hal itu. Bukan malah berlarut-larut dalam perasaan yang semakin hari semakin ia pupuk dan sekarang sudah sebesar ini.

Harusnya Aruna menjauh, bukannya malah diam dan mengikuti kemana arus permainan ini. Aruna memang terkadang terlalu polos sehingga dia mudah dikelabui seperti ini. Dia terlalu percaya kata-kata manis yang berujung petaka. Dan sepertinya, awal kehancuran akan dimulai.

Ya, banyak 'seharusnya' yang dapat Aruna lakukan dari awal. Tapi semua terlambat karena kini sudah terjadi. Angan-angan tentang akhir yang bahagia nyatanya hanya ekspetasi belaka. Dia terlalu berharap lebih sehingga ketika dihadapi dengan kenyataan yang sebenarnya dia benar-benar hancur.

"Nay." panggil Aruna ketika sudah berhenti menangis. Dia menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong. "Gue udah kalah, Nay." ucap Aruna dingin.

Nayra menelan ludahnya susah payah. Seketika dia bingung ingin merespon apa. "Lo tau sendiri kan kalau gue benci sama yang namanya kekalahan?" Nayra membenarkan hal itu dalam hati. Dia sangat hafal betul tabiat Aruna yang paling tidak suka dengan kekalahan.

"Tapi sekarang gue udah kalah, Nay. Gue pengen benci, tapi masalahnya gue dikalahkan oleh diri sendiri." Aruna semakin terlihat putus asa. "Karena gue gak bisa ngontrol perasaan ini, semuanya hancur."

"Lo gak salah, Na. Ini semua salah Darren, kalaupun niat dia dari awal hanya bercanda tapi gak gini caranya." balas Nayra. "Perasaan bukan sebercanda itu untuk dipermainkan."

Aruna menatap Nayra nyalang. Nafasnya memburu. "Harusnya gue sadar dari awal. Harusnya gue gak usah berharap terlalu tinggi. Harusnya gue gak usah berekspetasi yang gak memungkinkan. Harusnya gue gak usah baper sama dia. Harusnya—"

"Harusnya, harusnya, harusnya!" potong Nayra. "Gak usah nyalahin diri lo terus-terusan. Kita balik pernyataannya sekarang. Harusnya Darren gak usah masuk kedalam kehidupan lo dan membuat permainan semenjijikan ini!" Suara Nayra naik satu oktaf. Aruna bisa melihat kilat amarah terpancar pada wajah cewek berkulit putih tersebut.

Perlahan air mata Aruna mulai turun kembali. Padahal yang tadi baru saja kering, tapi sekarang pipinya sudah dibasahi lagi. Aruna memang diam, namun air mata itu terus mengalir membuat Nayra merasakan sakitnya yang Aruna alami kali ini.

Darren adalah cinta pertamanya. Ini kali pertamanya Aruna merasakan arti jatuh cinta yang sebenarnya. Tentu saja patah hati sehebat ini belum pernah dirasakan olehnya karena Aruna yang begitu polos ini tidak pernah jatuh cinta pada siapa-siapa sebelumnya.

Hidupnya yang seputih kanvas. Namun kini berubah ketika Darren hadir. Cowok itu memberikan berbagai macam warna-warni kehidupan, termasuk warna kelabu. Warna yang paling tidak Aruna sukai.

***

Cukup lama keduanya diam, dan sekarang Aruna sudah menghentikan semuanya. Dia tidak mau berlarut-larut lagi dalam kesedihan ini. Sudah cukup, Aruna harus berusaha kembali bangkit dari kehancuran ini. Ini baru permulaan, entah firasat dari mana Aruna yakin masih ada yang akan terjadi padanya lebih dari ini. Aruna menunggu waktu itu tiba.

Aruna menghapus semua jejak-jejak bekas air matanya lalu mengajak Nayra untuk pergi ke kantin. Karena terlalu lama menangis membuat tenggorokan Aruna mengering. Dan di butuh penyegar untuk membasahinya.

"Lo mau pesen apa?" tanya Nayra saat keduanya tiba di kantin.

"Es teh aja lah." balas Aruna lalu memberikan selembar uang pecahan lima ribu pada Nayra.

"Tunggu sini gue beliin."

"Oke."

Beberapa menit kemudian Nayra datang membuat dua cup berisikan es teh dan memberikannya pada Aruna. Mereka memutuskan untuk kembali ke kelas. Tak ada pembicaraan lagi keduanya karena Aruna menutup bibirnya rapat-rapat. Dan Nayra yang paham akan situasi saat ini juga memilih bungkam. Bahkan es teh yang ada ditangan Aruna belum tersentuh sama sekali. Berbeda dengan punya Nayra yang sudah hampir setengah. Tidak menangis saja membuat Nayra kehausan. Nayra sempat berfikir, apakah kerongkongan Aruna tidak kering sepuas menangis tadi?

Untuk menuju kelas, perlu melintasi lapangan. Kebetulan lapangan saat ini sedang ramai, karena sedang istirahat. Aruna dan Nayra berjalan beriringan melewati lapangan yang sedang dipakai anak-anak untuk bermain futsal termasuk Darren yang tengah berdiri dipinggir tepatnya di bawah pohon rindang.

Aruna menangkap jelas kehadiran sosok Darren yang sedang berdiri, dan didepannya ada seseorang yang Aruna kenali sebagai kekasih cowok itu. Netranya bertemu dengan netra milik Darren. Namun sedetik kemudian Aruna membuang wajah sambil tersenyum sinis. Aruna berjalan kearah kotak sampah tepat dua meter didepannya lalu membuang cup es teh yang masih penuh itu tepat dihadapan Darren.

Seleranya mendadak hilang ketika melihat wajah cowok itu. Aruna menatap dingin Darren, yang juga tengah menatap dirinya sambil terdiam lalu pergi dari sana.

Nayra bisa melihat raut bersalah yang terpampang jelas pada wajah cowok itu. Tak ada yang bisa Nayra lakukan sekarang. Tapi tidak untuk nanti. Ambisinya untuk menyatukan dua insan manusia itu tak berhenti sampai disini. Sepertinya kisah mereka butuh jeda sejenak. Nanti akan ada masanya semua akan membaik. Baik Aruna ataupun Darren hanya butuh waktu. Ini bukan akhir dari kisah mereka.

***

TAMAT?!

EVANESCENT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang