51. Agak menyesal?

59 4 44
                                    

Now playing: Bernafas tanpamu — Last Child.

“Kehilanganmu? Memangnya sejak kapan aku memiliki?

***

Aruna benar-benar menjauh. Jika kemarin masih biasa saja kala bertemu tapi tidak sekarang. Tak segan-segan gadis itu melemparkan tatapan sinis yang membuat Darren terpaku. Sepertinya Aruna tak main-main dengan ucapannya kemarin. Dia meminta Darren untuk menjauhinya tapai Darren tidak bisa, ya sudah kalau begitu Aruna saja yang menjauhi pemuda itu. Bukan tanpa sebab, tapi untuk menyembuhkan luka-luka itu butuh waktu agar bisa berdamai dengan semuanya.

Jika kalian pikir bahwa Aruna saja yang tersakiti disini, itu salah. Darren juga merasa sakit walaupun tak sebanding dengan luka yang diciptakan untuk Aruna hingga membuat cewek berkacamata itu pergi. Tak bisa bohong, kalau dijauhi Aruna membuat hidup Darren berbeda. Jujur dia juga merasa kehilangan sosok itu.

Katakanlah Darren egois saat ini. Ya, Darren mengakuinya. Mencintai seseorang dalam satu waktu itulah yang menggambarkan seorang Radeyya Darren Wijaya. Sebelum ini semua terjadi tentu saja dia sudah nengenal sosok Aruna karena mereka sudah satu kelas dari pertama kali masuk. Awalnya dia mendekati gadis itu tanpa maksud, alias penasaran saja. Dan melontarkan kalimat-kalimat manis, ya dia memang brengsek. Darren mengakuinya kalau awalnya dia hanya bercanda.

Tapi tidak untuk sekarang. Setelah mengenal Aruna lebih dalam, rasa itu perlahan berubah menjadi kagum yang lama-kelamaan berubah lagi menjadi rasa suka. Iya, mungkin Darren mencintai gadis itu. Tapi karena respon yang diberikan Aruna tak sesuai harapannya, membuat Darren mengurungkan niatnya untuk memiliki hubungan karena pikirnya mana mungkin Aruna suka padanya.

Ternyata salah. Sekarang Darren mengetahui bahwa Aruna punya perasaan yang sama dengannya. Tapi sayangnya itu semua sudah terlambat. Darren bertemu dengan adik kelas dan mulai tertarik saat pertemuan pertama mereka di lapangan waktu masa orientasi siswa. Keduanya jadi dekat lalu lama-lama terikat setelah melalui proses yang tak seberapa panjang. Darren menyayangi Livia, begitupun sebaliknya.

Perasaan itu juga tidak berubah sampai sekarang. Kehadiran dua sosok perempuan yang menyita perhatiannya membuat Darren tidak bisa memilih diantara keduanya. Jika dipilih, pasti akan ada yang sangat terluka diantara mereka. Oleh karena itu Darren memilih diam dan melanjutkan apa yang sudah dimulai sekarang. Meminta maaf juga tak ada gunanya karena Aruna pada akhirnya menjauhinya.

Jadi kesimpulannya adalah, Darren menyesal telah mempermainkan perasaan Aruna. Karena bukan Aruna saja yang terbawa, tapi dia juga. Dia merasa kehilangan setelah keputusan Aruna untuk menjauinya. Darren tak bisa berkutik dan menghormati keinginan Aruna. Dan perihal buku yang akan diberikan Aruna... Darren masih menunggu waktu itu tiba. Pemuda itu penasaran akan isi buku yang dimaksud.

Hari ini Darren tak berangkat ke sekolah bersama Livia karena cewek itu akan diantar ayahnya yang baru pulang dari Palembang. Darren langsung mengiyakan dan rencananya pulang sekolah nanti dia akan mengantarkan Livia pulang sekalian bertemu dengan ayah pacarnya itu.

Saat tiba disekolah Darren tak sengaja berpapasan dengan Aruna yang baru saja keluar dari kantor. Mereka sempat bertatapan sebentar lalu Aruna melengos pergi. Tak lupa tatapan dingin yang membuat Darren semakin merasakan jarak diantara mereka. Tapi tak apa, toh ini juga salahnya. Wajar saja kalau Aruna mungkin membencinya.

Ngomong-ngomong soal Aruna, Darren juga sempat melihat perbedaan raut wajah Aruna hari ini. Wajahnya terlihat pucat, matanya juga sayu, lingkar hitam matanya juga nampak jelas dibalik kacamata hitam itu. Ah iya, area sekitar matanya juga membengkak yang menandakan gadis itu habis menangis. Apa jangan-jangan Aruna masih sering menangis karena kejadian tempo hari?

Pikiran Darren kacau pagi ini. Sambil bergelut dengan pikirannya, Darren melanjutkan langkahnya menuju kelas.

***

"Lo kenapa kayak panik gitu?" tanya Nayra ketika melihat kedatangan Aruna yang sepertinya lagi terburu-buru.

Aruna memperpendek jarak antara keduanya. "Tadi gue gak sengaja ketemu Darren terus sempet setatapan sebentar." ucap Aruna pelan. "Gue gak sanggup berlama-lama, takutnya baper terus nangis."

Nayra menahan tawanya karena kelakuan Aruna. Kelemahan Aruna adalah ketika berhadapan dengan Darren. Hatinya mendadak sensitif kalau tentang pemuda itu. "Terus respon dia?" tanya Nayra.

"Ya biasa aja sih." balas Aruna lalu menaruh tasnya diatas kursi.

"Lo masih sering nangis ya, Na?" Nayra memperhatikan wajah Aruna.

Aruna gelagapan dan sekarang dia seperti maling tertangkap basah. Cewek berkacamata itu merutuki kebodohannya yang masih saja suka menangis kalau mengingat-ingat tentang Darren. "Iya, tapi lo jangan bilang siapa-siapa." bisik Aruna. "Gak tau kenapa kalau suka keinget tentang dia ujung-ujungnya gue nangis." Aruna berkata jujur.

"Wajar sih, dulu gue juga gitu. Bahkan parahnya gue dulu sehabis putus dari Fadil gue sampe gak nafsu makan. Liat makanan di piring itu kebayang-bayang muka dia anjir." Pengalaman Nayra benar-benar cringe. "Sampe ngeri gue kalau ngeliat nasi."

Aruna tertawa pelan. "Sekarang juga masih?"

"Ya enggak lah. Kalau masih, bisa mati gue gak makan-makan." ketus Nayra. "Lagian itu dulu, sekarang mah enggak gue. Yok bisa yok pelan-pelan move on."

"Lagi usaha." ucap Aruna sambil tersenyum kecil. "Gue juga pelan-pelan lagi mengikhlaskan semuanya."

"Tenang aja cowok gak cuma dia kok, nanti kita cari someone baru." ucap Nayra. "Nah sebentar lagi kan kita lulus, terus bakal masuk SMA. Sumpah gue gak sabar banget pengen cepet-cepet SMA biar ketemu cogan!"

Nayra yang sangat excited, berbeda dengan Aruna yang terdiam akan hal itu. Lulus? Pisah? Aruna tak membayangkan jika waktu itu tiba. Memang tak bisa dihindari, dan pasti terjadi dalam hitungan bulan.

Mereka akan lulus, lalu berpencar dan pastinya tujuannya berbeda-beda. Termasuk dengan Darren yang pastinya inilah detik-detik terakhir mereka bertemu. Harusnya Aruna tak membuat keputusan seperti ini. Terbesit sedikit penyesalan di hati Aruna kala dia menjauhi Darren. Dia juga merasa bersalah karena meninggalkan kesan terakhir yang buruk untuk kisah mereka.

Meminta maaf?

Tidak. Aruna dengan sejuta kegengsian yang tertanam sejak lahir itu tak mungkin mengatakan itu lebih dulu. Pantang bagi Aruna memulai sebelum orang itu memulainya lebih dulu. Dalam hati Aruna juga berharap kalau Darren tak membencinya atas keputusan ini.

Nayra yang melihat perubahan drastis Aruna seketika langsung peka akan yang dirasakan sahabatnya itu. "Lo sedih ya sebentar lagi mau pisah sama Darren?" tanya Nayra tepat sasaran.

Aruna menelan ludahnya susah payah. Dengan gerakan kaku gadis itu mengangguk. "Iya, lagi-lagi gue gak siap kalau waktu itu tiba." balas Aruna. "Mungkin sekarang gue lagi memberi jarak antara gue dan Darren. Tapi gue juga gak munafik kalau gue takut kehilangan dia untuk kesekian kalinya." Setelah mengucapkan itu sedetik kemudian Aruna tersenyum miris. "Kehilangan, emangnya sejak kapan gue memiliki?"

Kini giliran Nayra yang bungkam. Nayra sedang memikirkan cara untuk membuat keadaan ini menjadi membaik. Walaupun tidak kembali seperti dulu, setidaknya Nayra harus membuat mereka berdamai dan mulai menerima kembali antara satu sama lain.

Nayra juga tidak bisa membiarkan Aruna terjebak dalam situasi seperti ini. Sebagai sahabat yang paling dekat, Nayra harus membantu Aruna untuk keluar dari jurang ini. Aruna harus bangkit dan mengikhlaskan semua yang terjadi.

***

EVANESCENT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang