38. Pidato Aruna.

69 5 23
                                    

Aruna mendadak tidak konsentrasi setelah kejadian itu. Pikirannya kemana-mana. Kefokusan terpecah belah. Dan sialnya guru yang tadi izin karena ada keperluan, tiba-tiba datang dan bilang kalau keperluan mendadaknya itu sudah selesai.

Cewek itu menghembuskan nafasnya kasar. Guru muda berusia dua lima tahunan itu menyuruh mereka mengumpulkan tugas pidato yang dia berikan sebelum pergi dan menyuruh satu-satu murid untuk membacakan pidatonya.

Nayra yang duduk di samping Aruna hanya duduk santai seolah tidak mengapa karena ujung-ujungnya juga dia tidak akan maju. "Santai gue mah, gak akan maju." ucap Nayra tenang.

"Gak dapet nilai baru tau rasa." ketus Aruna.

"Biarin aja sans."

Aruna mendelik sebal. Jujur ia ingin sekali maju dan membacakan pidatonya. Tapi karena malas menjadi pusat perhatian, terlebih lagi jika dirinya ditatap oleh Darren bisa-bisanya semua hancur. Siapa sih yang enggak gerogi kalau ditatap sama gebetan?

Darren= gebetan= pacar orang.

Aruna mendesah lemah. Dia terlalu sibuk memikirkan dunianya yang terlalu banyak harapan-harapan akan pemuda itu, tapi nyatanya Darren masih milik orang lain. Kenapa juga Darren memberikannya harapan akan tentang kebahagiaan yang indah namun tak kunjung memberikan kejelasan tentang hubungan mereka?

"Aruna gak mau maju?" tanya bu Maya dan membuat Aruna gelagapan.

"A-anu bu, nanti saya lagi mantepin materinya." ucap Aruna terbata-bata.

"Oke kita skip dulu Aruna." putus bu Maya. "Lalu siapa lagi ya mau maju?" tanya guru itu.

Seorang murid laki-laki mengangkat tangannya lalu maju ke depan kelas. Tatapan cowok itu kearah Aruna hingga membuat cewek berkacamata itu memalingkan wajahnya yang memerah.

Darren tersenyum sekilas lalu mulai membacakan pidato yang sudah ia buat tadi. Lima menit berlangsung akhirnya cowok itu telah menyelesaikan tugasnya dan dia pun kembali ke tempat duduknya.

Yang maju pun terus berganti hingga akhirnya bu Maya kembali menunjuk Aruna untuk membacakan pidatonya. Aruna sempat kesal karena dari sekian banyak murid di kelas kenapa sih harus dirinya yang selalu ditunjuk? Kenapa yang lain tidak dan malah mereka seolah-olah terserah mau maju atau tidak.

"Ayo Aruna bacakan pidato kamu."

Mau tidak mau Aruna maju. Cewek itu sempat menunduk karena menghindari tatapan yang akan membuat konsentrasi nya kembali ambyar. Apalagi sorakan-sorakan temannya yang terus meneriaki namanya.

Aruna menghirup nafas dalam-dalam, lalu mulai mengeluarkan isi pikirannya yang sudah ia siapkan matang-matang sebelum maju tadi.

"Disini saya akan membacakan pidato tentang what are my goals dan semua isinya murni hasil pemikiran saya."

Semua yang mendengar kata pembuka dari Aruna terdiam dan menyimak baik-baik pemikiran gadis itu.

"Kalian sadar gak sih waktu masih kecil ketika ditanya apa cita-cita kalian, pasti kalian selalu akan semangat menjawabnya. Dan cita-cita itu tak jauh dari dokter, perawat, pilot, pramugari, nahkoda, guru, dan masih banyak lagi cita-cita yang kita inginkan semasa kecil.

EVANESCENT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang