1. Hari pertama.

407 29 10
                                    

Seorang perempuan berpakaian putih biru turun dari motor lalu melihat kesekelilingnya. Lingkungan baru yang akan menjadi tempatnya menimba ilmu selama tiga tahun kedepan. Dan harapannya adalah, semoga ia mendapatkan teman-teman yang mau menerimanya dengan tulus.

"Na?"

Aruna terkejut lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.

"Jangan kebiasaan melamun." tegur Hary.

"Iya, yah." Aruna menyalimi tangan ayahnya lalu berpamitan dan masuk kedalam.

Kakinya mulai memasuki gerbang sekolah itu. Banyak pasang mata melihatnya. Sebisa mungkin ia tidak peduli dan sesekali berjalan sambil menundukkan pandangannya. Jujur, ia sangat risih dengan suasana seperti ini. Namun bagaimana lagi, kehidupan terus berputar. Manusia tidak mungkin terus-terusan ditempatnya. Akan masa dimana ia harus bergerak melakukan perubahan untuk dirinya sendiri.

Perempuan itu mengedarkan pandangannya. Nampak beberapa orang yang seusianya berbincang-bincang dengan temannya yang sepertinya mereka sudah kenal sejak lama. Mereka membentuk kelompok-kelompok semacam genk dengan beberapa orang.

Semuanya tampak asik sendiri, berbeda dengan Aruna yang sejak tadi celingak-celinguk seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Sungguh, bagi gadis se-introvert Aruna, beradaptasi dengan lingkungan baru bukanlah hal yang mudah. Apalagi ia memegang teguh kata-kata yaitu; tidak mau negor duluan kalo gak dia duluan yang negor. Gadis itu seperti orang yang tidak bisa bersosialisasi.

"LIMA MENIT LAGI KITA AKAN MELAKSANAKAN UPACARA BENDERA."

Perkataan salah satu petugas upacara itu membuat Aruna semakin panik sendiri. Bagaimana tidak, rata-rata siswa baru sudah mulai berbaris ditempatnya. Sedangkan dirinya masih diam dan bingung ingin berbuat apa.

Matanya menangkap sosok yang berdiri dibelakangnya. Dengan menurunkan gengsinya yang begitu tinggi, ia pun menghampiri orang itu.

"Hai." sapa Aruna mencoba ramah.

Perempuan berambut sebahu itupun menyambut Aruna dengan senyuman hangatnya. "Hai juga."

"Anak baru kan ya?"

Pertanyaan bodoh. Aruna sendiri merutuki kebodohan karena sudah bertanya seperti itu. Bisa-bisanya ia menanyakan hal yang seharusnya tidak usah ditanya karena sudah jelas perempuan yang ada didepannya itu anak baru. Apalagi seragam yang ia kenakan nampak masih baru.

"Iya lah." jawabnya sambil tertawa.

Aruna meringis. "Namanya?"

"Clara."

"Oh, iya." Aruna melirik kalung salib yang ada dileher Clara. "Btw, nama aku Aruna."

"Iya, Aruna."

"Dari SD mana?"

"Xaverius."

"Oh."

Aruna menghembuskan nafasnya pelan. Sepertinya gadis itu tidak welcome. Terbukti, ia tidak mau membuka percakapan dengannya atau minimal basa-basi seperti yang Aruna lakukan padanya.

EVANESCENT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang