Part 1

5.6K 231 34
                                    

"Dudududu." Bibir merah merona yang tipis tersebut bersiul. Menikmati alunan lagu yang dapat menenangkan hatinya juga membuat dia menjadi lebih bahagia di pagi hari yang indah ini.

Tangannya dimasukkan ke dalam kantung jaket yang tebal. Akibat hujan yang tak berkesudahan sedari tadi malam, cuaca pagi ini menjadi lebih sejuk, membuat tubuh siapa saja menjadi menggigil.

Tak peduli dengan sepatunya yang kotor akibat noda tanah yang basah, Dia tetap berjalan dengan santainya. Menyapa setiap orang yang sedang membersihkan kelas masing-masing akibat genangan air yang menganggu.

Semua siswa dan siswi hanya bisa melongo saja. Menatap jejak sepatu yang mengotori lantai. Tak tahukah dia kalau mereka telah membersihkan lingkungan kelas dengan susah payah? "Astaga. Gadis itu lagi-lagi membuat masalah. Aku sangat geram dengannya,'" ucap seorang siswi. Tangannya yang memegang alat pel langsung mengepal kuat. Peluh keringat yang membanjiri keningnya, tak ia pedulikan. "Aku tak ingin membersihkannya lagi." Dia langsung melempar alat pel tersebut ke lantai.

Sedangkan temannya langsung melotot tak percaya. "Hey. Kita sedang piket. Bersihkan dulu Kelas ini atau kita akan mendapatkan amukan dari Pak Budi."

"Aku sudah piket. Suruh lah siswi lainnya, Aku ingin istirahat," ucapnya tak peduli.

Wanita yang telah membuat kekacauan di pagi hari itu, hanya bisa tertawa kecil saja. Dia melihat kejadian 2 siswi yang sedang berdebat tadi, menjadi sebuah hiburan untuknya di pagi hari ini. "Pagi yang indah dan cerah," ucap dia seraya melihat ke arah langit. Sangat jelas sekali kalau awan hitam menutupi matahari yang berusaha bersinar dengan terangnya.

Name tag yang terletak di dadanya, tampak tertuliskan sebuah nama dengan nomor NISN, lalu di sampingnya ada sebuah logo yang sangat khas dan cukup dikenali oleh banyak orang. Logo yang bergambar burung Garuda.

"Kau sedang apa?" Dia langsung terkaget. Kepalanya menengok ke arah belakang, melihat sahabatnya yang kini berdiri di sampingnya, dengan tumpukan buku di tangannya. "Mengapa diam? Kau berbuat kekacauan di pagi hari ini, Lia?"

Lia menggeleng. Dia melihat ke arah langit yang mendung dan tersenyum kecil. Berusaha menghilangkan sebuah rasa canggungnya kali ini. "Tidak. Aku sedang menikmati pagi indah ini." Lia menatap pada tumpukan buku yang dibawa Sahabatnya itu. Matanya memicing tajam melihat judulnya, lalu Dia menghela napasnya kasar. "Apakah ada tugas untuk pagi ini, Stella."

Wanita yang berpenampilan dengan rapih. Baju dimasukkan, dasi yang membentuk segitiga secara terbalik dan rambut yang diikat. Penampilannya itulah yang menjadi daya tarik tersendiri dari para pria. Penampilan yang berwibawa dan penuh aura positif. "Tentu. Apakah kau lupa kalau ada tugas untuk Pagi ini?"

"Tidak juga. Untuk apa aku mengingat tugas? Aku bahkan tak bisa mengerjakannya. Apalagi pelajaran Fisika yang dikenal sebagai pelajaran paling mengerikan itu," ucap Lia.

"Kau belum usaha saja. Mungkin kau berpikir Fisika pelajaran yang sulit. Namun, setelah kau mencoba, maka aku pastikan pola pikir mu akan berubah secara drastis." Lia hanya mengangguk untuk mengiyakan saja. Lagian juga dirinya tak bisa melawan lagi ucapan Stella. Wanita itu akan selalu benar dan akan terus menang saat berdebat dengannya.

Otak Lia yang cetek dan juga dirinya lah yang bodoh.

"Semua manusia itu tak ada yang bodoh. Kita diciptakan dengan adanya akal yang berfungsi untuk berpikir dengan benar. Hanya usahlah yang bisa menjadikan Kita pintar, sekalipun itu orang yang jenius." Stella bagaikan motivatornya itu berucap.

"Ya, Stella. Setiap pagi kau terus mengucapkan kalimat mutiara mu itu. Sungguh, aku lelah mendengarnya." Lia cepat berlalu, sebelum Stella mengucapkan kalimat mutiara lagi padanya. Telinganya memerah, akibat mendengarnya. Hanya dengan musik Pop saja, telinganya kembali memutih, seperti sedia kala.

Stella yang ditinggalkan hanya bisa mengelus dadanya untuk bisa bersabar mengatasi masalah sahabatnya itu. "Dia terus berlaku seperti itu. Kapan berubahnya?" Stella berlari menyusul Lia. Dia terus tersenyum pada siapa saja yang berada menyapanya. Aura positif yang disebarkan pada pagi hari ini, membuat para, siswa dan siswi menjadi lebih bersemangat.

"Kau tak ingin mencontek tugasku?" tanya Stella. Saat ini, Mereka tengah berada dalam ruang kelas yang sangat ribut sekali. Para siswa dan siswi yang lain tampak sedang asik berkumpul, para siswa yang bermain game dan siswi yang bergosip ria.

"Jika kau memaksa, maka aku terima." Tanpa menunggu jawaban dari Stella dahulu, Lia langsung menarik buku yang dipegang oleh Stella. Dia menyalin semua tugas rumah yang telah diberikan oleh guru Fisika.

"Biasakanlah. Kalau menulis, sekalian dicerna ilmunya. Biar kau cepat mengerti." Lia hanya mengangguk saja. Tak peduli juga, dia pasti tak mengerti jika dicerna seribu kali pun.

Meski suasana ribut dalam kelas sangat mengganggu aktivitas Lia, dia tetap menulis secara fokus. Salah huruf atau satuan saja, bisa di kurangi nilainya.

"Kau bawa roti?" tanya Lia di sela-sela menulisnya. Tak berselang lama, terdengar sebuah suara yang berasal dari perutnya. Dia meringis kecil, keadaan lambungnya sangat kosong dan dia sangat lapar sekali.

Stella yang mengerti segera mengeluarkan roti yang telah dibawanya. "Nih." Dia memberikannya kepada Lia. Dengan cepat wanita itu mengambilnya.

Karena tugas Fisika yang sudah selesai, Lia memberikan buku Stella kepada yang punya. Fokus utama dia hanya pada makanan yang diberikan oleh Stella.

"Apakah mereka tak memberikanmu makanan lagi?" tanya Stella dengan hati-hati, dia sangat takut pertanyaannya dapat menyinggung perasaan Lia. Namun, di lihat wanita itu tampak biasa saja, tak tersinggung sedikitpun.

"Tidak. Untuk apa aku meminta pada mereka? Lebih baik aku meminta kepadamu," ucap Lia. Dia mengambil air putih yang dibawa oleh Stella dan meneguknya. "Aku sudah kenyang. Terimakasih, Stella," ucapnya seraya memegang perutnya yang tampak mengerat.

"Sama-sama. Kalau kau mau, aku akan bawakan dua roti untukmu. Kebetulan di toko ibuku masih banyak."

"Jika tak merepotkan mu. Maka aku tak masalah." Lia sangat senang. Setidaknya dia tak perlu memikirkan makan pagi dan siangnya lagi. Beruntung orang tua Stella memiliki usaha yaitu menjual roti, jadinya Stella bisa memberikan rotinya kepada Lia.

Lia mengambil bekas pembungkus roti yang dimakannya tadi. Dia keluar dan hendak membuang sampahnya. Saat di luar, Dia melihat siswa dan siswi yang sedang bergerombolan. Lia mengernyitkan dahinya bingung. "Masih pagi. Ada apa dengan mereka yang tampak gila?" Dapat Lia lihat sendiri bagaimana para siswi yang meloncat kesenangan, entah karena alasan apa.

"Aku dengar akan ada siswa dari pertukaran pelajar tahun ini."

"Tahun kemarin juga ada. Namun, mereka tak sebahagia itu," ucap Lia.

"Entahlah."

Melihat keadaan kelas yang sangat ribut, Lia lebih memilih berada diluar. Dia menyandarkan punggungnya di tembok seraya memperhatikan gerombolan siswa dan siswi tersebut.

Tak berselang lama, gerombolan itu terpecah, membelah menjadi 2, di mana bagian tengah yang kosong. Beberapa pria dan seorang wanita melewati bagian kosong tersebut, Mereka berjalan dengan penuh wibawa. Lia mengangguk mengerti. "Pantas saja Mereka tampak bersemangat."

Ketampanan dan kecantikan dari mereka itulah yang menjadi daya tarik, bahkan Stella juga tampak terpesona.

"Bukan hanya itu, Lia. Mereka adalah anggota geng motor Mavros."

"Geng motor macam apa itu? Aku tak pernah mendengarnya." Stella menghela napasnya dengan kasar. Dia sangat lupa kalau Lia tak akan pernah menyimak grup Lambe yang dibuat seorang siswi di sekolah ini.

"Yang aku tahu. Mereka sangat beringas dan juga kaya."

"Kaya?" tanya Lia yang mulai tertarik akan pembicaraan mereka kali ini.

Stella mengangguk. "Ya. Aku dengar ayah dari pria itu ..." Stella menunjuk kepada seorang pria yang tengah duduk di depan ruangan kelas. "Memiliki usaha minuman soda. Aku yakin, pasti Dia sangat kaya."

Mendengarnya, membuat Lia menyeringai. Dia menatap pria itu, pria yang tak dikenalinya.

"Kaya, ya. Aku akan mendapatkannya."

TBC.

Kamis, 19 November 2020.

Publikasi: Selasa, 1 Desember 2020.

Ms. Money (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang